Ternyata Suamiku Seorang Sultan - Bab 51 Curang?

Semua orang menaruh perhatian saat tutupan itu mulai dibuka. Satu, dua, empat.

Dadunya benar-benar berjumlah tujuh!

Rendi menang!

“Sial! Bahkan ia hanya menebak saja, juga bisa menang, untung sekali orang ini!”

“Ia sudah memenangkan delapan belas miliar di ronde pertama. Untung sekali ia!”

“Benar, ia hanya bertaruhan empat miliar, lalu tiba-tiba langsung mendapat dua puluh miliar! Menakjubkan!”

Meskipun bukan mereka sendiri yang memenangkan uang, tapi orang-orang yang mengerumuni terlihat sangat bahagia.

Sedangkan raut wajah lelaki berpostur tubuh besar dan Pak Dodi itu berubah dikit. Delapan belas miliar? Bocah ini sangat untung sekali!

Tentunya mereka tidak mencurigai Rendi melakukan kecurangan, karena dadu ini juga milik mereka, bahkan mereka juga yang mengocoknya.

Suandi sama sekali tidak sangka bahwa tebakan Rendi itu benar dan hatinya cukup terkejut. Tadi saat Rendi menebak jumlah nilai dadunya, ia berpikir bahwa Rendi akan kalah, tapi siapa sangka tebakan Rendi di ronde pertama itu benar.

“Kak Rendi, ini adalah sebuah keberuntungan di awal.”

Suandi mendorong dua puluh miliar kepada Rendi dengan semangat.

Melihat Suandi yang begitu puas, lelaki berpostur tubuh besar itu tertawa dingin di dalam hati.

Menang di ronde pertama merupakan awal mula sebuah kehidupan yang sedih bagi seorang penjudi.

Aku akan membuat kalian menangis setelah ini.

Ronde kedua dimulai lagi dan masih bertaruh untuk menebak nilai dadu.

Saat Pak Dodi mengocok dadunya, raut wajahnya menjadi sangat serius. Ia mengocok satu menit lebih, lalu meletakkan di meja dengan keras.

Tentunya apa yang ia lakukan ini termasuk perang pikiran, menambahkan rasa ritual, sehingga membuat para penjudi semakin tertekan.

Dan bagi Rendi, ia sudah sering melatih kemampuan pendengaran dengan Paman Martin sejak kecil. Saat ini, telinganya menjadi lebih baik dibanding matanya.

Ia mengejap matanya pelan. Saat suara dadu dikocok, ia menggunakan kemampuan pendengaran yang telah dilatih puluhan tahun, untuk mengetahui jejak ketiga dadu di dalam.

“Berapa? Berapa taruhanmu?” Pak Dodi terus menatap Rendi, tanpa kedip.

“Lima, dua puluh miliar.” Tanpa berpikir banyak, Rendi langsung menaruhkan semua dana yang ia miliki.

Sial, dua puluh miliar!

Para penjudi yang lain langsung datang mengerumuni setelah melihat kondisi ini. Mereka juga tidak berjudi lagi. Mereka sama sekali tidak pernah menemukan cara bermain yang seperti ini. Bagaimana mungkin mereka bisa kehilangan kesempatan ini.

Maupun mereka hanya datang untuk menonton, itu juga cukup menghibur dan menarik.

Melihat Rendi yang begitu tenang, Pak Dodi menjadi sedikit panik.

Kalau tebakan si bedebah ini benar, maka ia akan memenangkan dua ratus miliar.

Dua ratus miliar itu sudah mencakup tempat perjudian ini...

Tidak, ini sudah merupakan batas terakhir Klub Tsing Lung. Mereka akan bangkrut kalau kalah semakin banyak.

“Buka. Buka. Buka...” sorak para penjudi yang menyaksikan taruhan ini, sehingga memberikan tekanan yang cukup berat kepada Pak Dodi.

Ia tidak boleh mengalahkan ronde kali ini. Ia sudah tidak bisa menerima kekalahan.

“Jauhkan tanganmu kalau sudah memastikannya!” teriak Pak Dodi mendadak. Ia sengaja mengguncang pelan tempat pengocokkan dadu itu, ingin mengacaukan nilai dadu yag sudah berhenti.

Meskipun ia tidak percaya akan tebakan Rendi benar, tapi bagaimana kalau Rendi sangat beruntung?

“Katamu jauhkan tangan kalau sudah memastikannya, apa maksudmu sekarang tidak membukanya? Kamu ingin curang?” Rendi bangun dari tempatnya dan menahan tangan Pak Dodi.

Raut wajah Pak Dodi berubah banyak. Ia hanya bisa merasakan tangan kanannya seperti ditahan oleh alat pengapit, sama sekali tidak bisa bergerak.

“Sialan bocah! Apa yang ingin kamu lakukan? Ingin curgang?” Lelaki berpostur tubuh besar itu mulai menyalahkan Rendi dan menjulur tangan kearah Rendi.

Tapi ia baru saja menjulurkan tangan, tapi langsung ditahan Suandi.

”Lepaskan tanganku!” teriak lelaki berpostur tubuh besar itu kesal. Ia langsung mengayunkan tangan kiri ke wajah Suandi.

Suandi tetap terdiam di tempat dan semakin mempererat pegangan di pergelangan tangannya.

“Ah! Lepaskan tanganku, sudah mau patah!” Tubuh lelaki berpostur tubuh besar itu membungkuk dan langsung terjatuh sambil berlutut di lantai.

“Sial! Berani-beraninya ada yang ingin mengacaukan tempat ini! Majulah kalian semua dan pukul ia!” Sepuluh preman yang lebih langsung maju setelah melihat ini. Di saat yang sama, mereka juga mengeluarkan pisau dan tongkat kecil.

“Aku akan mematahkan tangannya kalau ada yang berani mendekat.” ujar Suandi santai, sambil memegang kencang tangan lelaki itu.

“Sial! Kalian semua jangan mendekat! Jangan mendekat...” Wajah lelaki itu terlihat sangat buruk. Ia seketika merasa tangannya mau patah.

Beberapa preman itu hanya bisa menghentikan gerakan mereka, tapi satu-satu menatap galak kepada Suandi dan Rendi.

Sedangkan para penjudi yang lain sudah sering melihat keadaan seperti ini dan tidak peduli. Mereka hanya pelan-pelan menjaga jarak dari Suandi dan Rendi.

Rendi hanya terus menatap Pak Dodi dan dengan cuek berkata, “Kamu sendiri yang buka atau aku harus bantuk kamu buka?”

Melihat lelaki berpostur tubuh besar itu ditahan, Pak Dodi juga tahu ia mendapatkan rintangan hari ini.

Tapi orang biasa tidak akan berani bertaruh banyak di tempat perjudian seperti ini.

“Aku sendiri saja.” ujar Pak Dodi dan mengangguk kepalanya.

Rendi tersenyum tipis dan melepaskan tangan Pak Dodi.

Pak Dodi menarik nafas dalam dan pelan-pelan membuka tutupan.

Dua, dua, satu.

Lima!

Rendi berhasil menebaknya lagi!

Sial, beruntung sekali Rendi!

Para penjudi sangatlah bahagia, sedangkan raut wajah Pak Dodi sangatlah buruk!

Dua ratus miliar!

Bahkan Pak Dodi tidak bisa bernafas dengan dengan baik sekarang.

Ia memang melakukan kecurangan, tapi ia juga hanya bisa mengontrol besar kecil.

Seperti mengontrol nilai dadu, ia sama sekali tidak bisa.

Kalau ia bisa mengontrol nilai dadu, ia juga tidak akan menetap di tempat kecil yang seperti ini, mungkin ia sekarang sudah berada di Las Vegas.

“Sialan, Kamu curang!” Dua ratus miliar itu merupakan batas terakhir Klub Tsing Lung. Kalaupun Rendi tidak curang, ia juga tidak boleh mengakuinya. Kalau tidak, aka berbahaya bagi dirinya.

”Patahkan tangannya!” Rendi duduk kembali setelah mendengar ucapannya dan ia langsung mengangkat cangkir untuk minum teh.

Suandi mengangguk dan melepaskan lelaki itu, langsung berjalan ke hadapan Pak Dodi.

“Apa yang ingin kamu lakukan?” Pak Dodi panik dan mulai mundur untuk beberapa langkah.

Suandi menarik lengannya dan memegangnya dengan erat.

Suara tulang patah yang begitu nyaring seketika membuat tempat perjudian menjadi hening.

Saat ini, para penjudi baru menyadari kedatangan kedua orang ini kesini tidaklah begitu mudah.

Mereka datang untuk mengacaukan tempat!

Pak Dodi langsung terjatuh pingsan karena kesakitan.

“Sial! Hajarlah mereka!” Lelaki berpostur tubuh besar yang bebas itu marah besar dan beberapa preman lain langsung berlari mendekati Rendi dan Suandi.

Rendi minum teh dengan tenang, sambil bersandar di kursi dengan santai.

Ia yakin Suandi bisa mengatasi beberapa preman ini.

Suandi juga tidak panik. Ia mengambil sebuah kursi dan langsung lompat ke depan Rendi.

Baru saja beberapa orang mendekat dan ia langsung menyerang mereka.

Brak!!

Suandi begitu mudah memukul pemimpin dari para preman dengan kursi, sehingga kursi itu patah dan preman itu terjatuh pingsan.

Melihat keadaan seperti ini, mereka semua mundur beberapa langkah.

Melihat Suandi yang begitu hebat, puluhan orang yang bertubuh besar pun tidak bisa mengalahkannnya dan begitu mudah terkalahkan.

“Teman, apakah kamu mengerti siapa pemiliki wilayah ini?” Lelaki berpostur tubuh besar itu menatap Rendi kesal.

”Siapa pemiliknya?” tanya Rendi.

“Ini adalah wilayah miliki Klub Tsing Lung. Kamu berani mengacaukan tempat ini, apakah kamu tidak takut kalau Kak Clay akan mencarimu?” ancam lelaki berpostur tubuh besar.

“Clay? Sudah kukatakan biarkan Clay menemuiku. Semua ini tidak akan terjadi jika kamu memanggilnya datang sejak tadi?” seru Rendi.

”Bagus. Kamu sangatlah berani.” Lelaki berpostur tubuh besar itu mendengus dan mengeluarkan teleponnya untuk menghubungi bos besarnya, Clay Gu.

Novel Terkait

Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
4 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
4 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu