Ternyata Suamiku Seorang Sultan - Bab 266 Ishara Xiao Marah

Rahmat memandang Rendi yang ada di depannya, tidak tahu mengapa, tiba-tiba hatinya memiliki firasat buruk.

Tatapan Rendi sedikit dingin, membuat dia merasa ada semacam penindasan yang tidak terlihat menyebar ke seluruh tubuhnya.

“Rendi, jangan salahkan aku, ini perintah Ishara, dia memintaku hari ini harus memenangkan kejuaraan, ini perintahnya.”ucap Rahmat sibuk menjelaskan karena dia tahu maksud Rendi menahannya.

Namun, pada saat ini, Rendi tiba-tiba berbalik dan melayangkan satu tendangan.

Pang!

Pria paruh baya yang mengikuti Rahmat tiba-tiba ditendang menjauh oleh Rendi, dan menabrak dinding hotel.

Rendi berjalan ke depan, pria paruh baya yang belum merespon memegang perutnya kesakitan.

Pria paruh baya itu pada awalnya bersiap-siap untuk menjemput Rahmat, tidak di sangka dia melihat Rendi menahan Rahmat, dan berencana diam-diam memukul Rendi pingsan dari belakang, sekalian membawanya kembali ke Beijing untuk diserahkan Ishara.

Tidak di sangka Rendi melihat bayangan dirinya dari mata Rahmat, dan menyerangnya terlebih dahulu.

Ketika pria paruh baya itu sadar, dia mengeluarkan pistol, tapi ketika dia hendak mengeluarkan pistol, pergelangan tangannya di tendang Rendi, terdengar suara pistol jatuh ke lantai.

Tatapan Rendi memancarkan kekejaman, ketika menendang sekali lagi, dia membuat pria paruh baya itu terbang menjauh.

Begitu dia menendangkan kakinya, seluruh tubuh pria paruh baya itu tersentak jauh, saat tubuh pria paruh baya itu hendak jatuh ke lantai, lutut kirinya tiba-tiba naik.

Trakkkkk........!

Pria paruh baya itu berteriak kesakitan, tidak tahu berapa banyak tulang rusuknya yang patah di tendang Rendi.

Ketika tubuhnya jatuh ke lantai, dia kesakitan hingga pingsan.

“Jangan bergerak!”

Tepat saat ini, Rahmat mengambil pistol dari lantai, dan mengarahkan ke Rendi dengan panik.

Rendi yang begitu hebat, bahkan master yang berada di samping Ishara juga bukan tandingannya, Rahmat tidak merasa dirinya bisa melarikan diri dari Rendi.

Sekarang dia hanya bisa bertarung.

Rendi menoleh memandang Rahmat, melihat tangan Rahmat memegang pistol dengan gemetar, dan tatapan matanya penuh kesombongan.

“Jangan mendekat, kalau kamu berani mendekat, aku akan menembak!”ucap Rahmat mengancam sambil mundur ke belakang karena melihat Rendi perlahan-lahan menghampiri.

“Dasar keparat, kalau berani tembak.”ucap Rendi menyeleneh.

Melihat Rendi yang tidak bermaksud berhenti, Rahmat menjadi tegang, tanpa sadar dia menembakkan pistol ke atas.

Tetapi tepat saat ini, tiba-tiba ada tangan yang menggenggam pergelangan tangannya.

Rahmat merasa tangan kanannya segera patah, begitu tangannya melemas, pistolnya jatuh ke lantai.

Lani memegang pergelangan tangan Rahmat, dan tangan Lani yang lainnya mengambil pistol yang jatuh ke lantai, lalu mengarahkannya ke kepala Rahmat.

Rahmat ketakutan, tatapannya penuh kepanikan.

Dia sama sekali tidak tahu bagaimana Rendi akan menghadapinya.

“Segera telepon Ishara.”ucap Rendi dingin berjalan ke hadapan Rahmnat.

Rahmat mengeluarkan hp menelepon Ishara.

Begitu telepon tersambung, Rendi merampas telepon itu dari tangan Rahmat dan menjawabnya.

“Ishara, kalau kamu ada masalah pribadi, langsung cari aku, aku tunggu kamu di Yuzoda, aku memandang rendah dirimu, menggunakan cara picik seperti ini. Dan, aku harap ketika kita bertemu kembali, kamu bisa membersihkan lehermu, aku akan memberimu sesuatu!”

Begitu telepon terhubung, Rendi mengatakannya dengan serius.

Di ujung telepon yang lain diam selama beberapa detik, lalu mengendus marah dan menutup telepon.

Wajah Ishara tampak jelek, begitu mendengarnya dia sudah tahu menebak pasti Rendi.

“Bersiap-siap, aku akan pergi ke Yuzoda membunuh sampah jahanam itu, beraninya mengancamku, aku sendiri yang akan menghabisinya!”ucap Ishara marah melemparkan telepon ke sofa.

“Nyonya, serahkan saja padaku, kamu turun tangan sendiri, akan membuatmu kehilangan harga diri.”ucap pria paruh baya dengan lembut sambil memijat pudak Ishara.

“Tidak, dia satu-satunya prioritas Rendi, aku ingin membunuhnya dengan tanganku sendiri, membuat Rendi kehilangan keturunan!”

“Baik, aku akan mengaturnya.”pria paruh baya ini mengerti sifat Ishara, setelah dia memutuskan sesuatu, tidak ada orang yang bisa mengubahnya.

Di sini Ishara bersiap-siap pergi ke Yuzoda membunuh Rendi, dan di sana Rendi menghadapi bahaya lain.

“Tuan Rendi, cepat pergi, tampaknya Risno mengetahui sesuatu, dan mengirim seseorang ke hotel untuk mencari kami.”ucap Lani.

Rendi melemparkan telepon Rahmat ke tanah, dan berkata dengan sinis kepada Lani: “Kamu yang membunuh orangnya, apa hubungannya denganku, kamu sendiri saja yang kabur.”

Di pesawat, Peter putra Risno, membuat Lani marah, dan dibunuh oleh Lani malam itu, di sini adalah tempat kekuasaan keluarga mereka, Risno pasti bisa melacaknya.

Tapi yang membuat Rendi kesal adalah, ketika di pesawat dialah yang memukul Peter, Risno pasti lebih percaya dia yang membunuhnya.

Meskipun ketika melihat rekaman CCTV, bisa mengetahui bukan dia pembunuhnya, tapi dia percaya Risno pasti tidak akan memberinya kesempatan untuk menjelaskan.

Meskipun dia berkata begitu, dia mengikuti Lani dan Joby ke lift.

Saat ini, sekelompok pria besar datang dari lorong.

“Cepat jalan, jangan tunggu lift, pergi ke tempat parkir.”ucap Lani tiba-tiba.

Rendi dan Joby mempercepat langkah kaki bergegas ke tangga.

“Kejar!”

Orang-orang yang ada di belakang melihat mereka bertiga tiba-tiba mempercepat langkah kaki mereka dan berlari, mengetahui mereka ingin melarikan diri.

Mereka sudah menghafal wajah Rendi, meskipun hanya melihat punggungnya saja, sudah bisa mengetahui pasti dia adalah orang yang ingin mereka tangkap.

Joby sudah tua, berlari beberapa langkah sudah membuat dia bernafas terengah-engah.

Lani yang melihat keadaan ini, hanya bisa berkata: “Tuan Rendi, kamu bawa master Joby pergi ke tempat parkir, aku yang menghalangi mereka.”

Rendi menatap Lani tidak mengatakan apa-apa, lalu membawa Joby pergi, setelah turun satu lantai, bukannya turun menggunakan tangga, malah menunggu lift.

Lift masih di lantai 35, masih memerlukan waktu untuk turun, saat ini mereka berdua mendengar suara sekelompok orang mengejar ingin membunuh Lani.

Joby sedikit khawatir dan takut orang-orang itu tiba-tiba datang naik ke atas menyerang mereka.

Tidak lama mereka mendengar langkah kaki turun ke bawah.

Lift sudah turun, Rendi dan Joby masuk ke lift, dan langsung menekan tombol LG.

Dari lantai 15 ke lantai LG, sepanjangan proses tidak ada yang menekan lift.

Tapi ketika keduanya keluar dari lift, mereka melihat puluhan orang mengelilingi lift.

Tanpa mengatakan apa-apa, tongkat dan pisau yang ada di tangan langsung diarahkan ke Rendi.

Wajah Joby putih pucat, dia belum pernah melihat pemandangan seperti itu.

Menyaksikan sebilah parang melewati atas kepala sendiri, membuat pikirannya kosong, hingga tidak bisa membuat respon apapun.

Novel Terkait

This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
3 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
3 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu
Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu