Ternyata Suamiku Seorang Sultan - Bab 2 Apakah Kamu Memiliki 600 Juta?

Setelah kepergian Famrik, tatapan Linda menjadi kosong dan raut wajahnya penuh dengan kekecewaan. "Rendi, apakah harga dirimu lebih penting dari nyawa Kiki?"

Rendi terdiam sesaat dan meletakkan kuenya diatas meja. Ia berkata, "Aku pergi pinjam uang."

"Kamu pergi pinjam uang? Kamu mau kemana pergi pinjam uang? Sekarang selain Pak Famrik, ada siapa lagi yang bisa mengeluarkan enam ratus juta untuk membantu kita?" ujar Linda kesal.

"Aku memiliki caraku sendiri untuk meminjam uang." Rendi menggelengkan kepalanya dan pergi kearah lorong. Ia pernah memulai usaha, juga pernah gagal, tapi ia juga memiliki beberapa teman untuk beberapa tahun ini.

"Rendi!" Suara Linda terdengar dari belakang. "Kamu jangan membuatku membencimu!"

Rendi mempercepat langkah kakiknya.

Linda melihat punggung kepergian Rendi yang semakin jauh dari dirinya. Seperti tenaga yang ditarik habis dari tubuhnya, sekujur tubuhnya terduduk lemas.

Ia sedikit menyesal!

Menyesal dirinya yang gegabah, menyesal menikah dengan Rendi!

Tatapan Linda tiba-tiba terjatuh ke kotak kue yang diletakkan di atas meja, lalu sedikit terkejut.

Rendi keluar dari rumah sakit dan menyalakan rokok yang berkualitas buruk. Ia menarik nafas dalam dan tiba-tiba membuatnya terbatuk.

Matanya agak memerah.

Uang!

Uang!!

Semua ini karena uang!

Meskipun uang bukan seluruhnya, tapi kalau tidak ada uang, nyawa anaknya yang akan terancam!

Rendi mencari tempat untuk duduk, lalu menghubungi beberapa nomor. Tapi saat mendengar ia ingin meminjam uang, semua penerima panggilan memutuskan panggilan. Akhirnya ia menghela nafas dan mengeluarkan telepon untuk menghubungi nomor telepon yang asing.

"Ini aku." ujar Rendi dingin.

"Ternyata Tuan Muda." ujar pria tua di seberang sana dengan semangat, "Tuan Muda menghubungiku, apakah telah memikirkan semuanya dengan baik dan kembali bersamaku?"

"Maaf, aku tidak boleh pulang." Rendi berkata, "Paman Alex, aku menghubungimu, karena ada suatu hal. Apakah Anda boleh meminjam enam ratus juta kepadaku? Aku sangat membutuhkannya."

"Tuan Muda tidak tahu bahwa seluruh harta kekayaanku merupakan milik Keluarga Lu. Jangan bilang Anda ingin enam ratus juta, bahkan Anda boleh memiliki nyawaku." Seberang sana terkekeh pelan. "Tapi dengan syarat, Anda harus menandatangani surat perjanjian penerus warisan. Setelah tanda tangan, Anda baru bisa mendapatkan uangnya."

"Kita bahas nanti untuk tanda tangan. Aku sekarang sungguh membutuhkan enam ratus juta." ujar Rendi. Ia tidak ingin berkaitan lagi dengan Keluarga Lu, tapi anaknya sudah seperti ini, ia tidak ada jalan lain lagi.

"Tidak boleh, Tuan Besar telah menyuruhku, hanya dengan menandatangani surat perjanjian penerus warisan, Tuan Muda baru bisa menggunakan harta kekayaan keluarga." ujar pria tua seberang sana tegas.

Rendi menggertakan giginya. "Apakah tidak ada jalan lain?"

"Maaf, Tuan Muda."

Rendi menari nafas dalam. Ia mengangkat kepalanya untuk melihat langit dan memasang senyuman yang menyindir.

Apakah akhirnya ia memilih untuk menuruti perkataan Ayahnya?

Iya, sudah harus ia lakukan demi anak perempuannya.

"Baik, akan kulakukan." ujar Rendi. Ia bisa merasakan kesakitan pada wajahnya. "Dimanakah kamu sekarang?"

"Aku sedang di Perusahaan Wijaya. Dimana Anda berada? Sebaiknya aku menyuruh orang untuk menjemput Anda." ujar seberang sana.

"Tidak perlu, aku segera pergi mencarimu." Rendi memutuskan panggilan.

Atas kepergian ibunda Rendi, Sejak itu hubungan Rendi dan Dian lu dibatasi oleh kebencian.

Awalnya dia mengira seumur hidup pun tidak bisa melepaskan kebencian ini dan menerima kesalahan ayahnya.

Tapi anaknya sedang sakit berat, ia sudah tidak ada jalan lain lagi dan memilih untuk menundukkan kepalanya, berinisiatif melepaskan rasa dendamnya.

Kehidupan ini memang sangat menyebalkan!

Rendi mematikan rokoknya di tanah dan berbalik badan naik taksi menuju Perusahaan Wijaya.

Tiba di Perusahaan Wijaya, Rendi baru saja turun taksi, ia langsung melihat Ibu Mertuanya Amelia keluar dari gedung itu.

Ia langsung berpikir tidak ingin bertemu dengan Amelia, tetapi setelah itu Amelia berjalan kearahnya.

"Kamu bilang kamu mau pergi pinjam uang, untuk apa kamu datang kesini?" Amelia memandang remeh dan jijik kepada Rendi. Kalau bukan karena anaknya memiliki anak, ia ingin sekali anaknya cerai dengan pengecut ini.

Rendi lihat dirinya tidak bisa menghindari Amelia. Ia berkata, "Aku datang kesini untuk meminjam uang."

"Rendi ya Rendi. Kamu juga tidak lihat dulu tempat apakah ini. Karpet merah di depan pintu itu lebih mahal dari nyawamu. Bagaimana kamu bisa meminjam uang dari sana? Benar-benar tidak tahu diri!" Amelia mendengus.

Amelia adalah Wakil manajer divisi pemasaran dari Industri Farmasi Xyco. Beberapa hari ini, ia sedang membahas kerja sama dengan pihak Perusahaan Hyatt. Setelah ia pergi meninggalkan rumah sakit, ia langsung datang kesini.

Hanya saja ia tidak bisa masuk ke Perusahaan Wijaya, sehingga ini membuat ia sangat kesal.

Suasana hatinya tentu akan sangat tidak baik. Kebetulan ia langsung melampiaskan kepada Rendi setelah melihat kedatangannya.

"Pengecut, Kakakku harus bekerja dan merawat Kiki. Kamu sekarang datang kesini untuk bermain dengan alasan meminjam uang. Apakah kamu adalah seorang lelaki?" Adik iparnya alias Lissa melihat Rendi dengan kesal.

Rendi baru menyadari bahwa Lissa berada di belakang Amelia. Sedangkan di belakang Amelia ada seseorang pemuda.

Pemuda ini bernama Rian, merupakan teman sekampus Lissa.

"Lissa, apakah ia adalah Kakak Ipar yang tak berguna itu? Mata Kakakmu kurang baik. Orang ini sama sekali tidak berbeda dengan petani." Rian menilai Rendi dan tatapannya menunjukkan keremehan.

Ia beruntung pernah berbincang dengan Direktur Perusahaan Wijaya sekali di sebuah acara.

Lalu ia mendengar lagi bahwa Amelia sedang membahas kerja sama yang besar. Oleh karena itu, ia menunjuk dirinya untuk membawa Amelia datang bertemu dengan Direktur Perusahaan Wijaya, berharap bisa membantu Amelia mendapatkan kerja sama ini.

Hanya saja Direktur itu tidak memberi muka untuknya, sehingga membuat ia malu.

Sekarang ia lihat Lissa dan Ibunya sedang meremehkan Rendi, ia juga bersiap untuk menambah beberapa kata, untuk melampiaskan amarahnya.

"Iya, entah apa yang Kakakku lihat, mau menikah dengan orang yang tak berguna sepertinya. Hal yang terpenting adalah orang ini sama sekali tidak bertanggung jawab," sindir Lissa.

"Lelaki boleh tidak ada uang untuk sementara, tapi setidaknya harus ada tanggung jawab." seru Rian sambil tersenyum.

Rendi melihat ketiga orang ini dan tak berbicara apapun, lalu berbalik badan ke dalam Perusahaan Wijaya.

"Untuk apa kamu kesana? Cepat kembalilah merawat Kiki." Melihat Rendi berjalan ke dalam, Amelia mengerutkan dahinya dan mengomelinya.

"Aku pergi mencari Alex untuk membahas sesuatu." ujar Rendi.

"Apa? Kamu ingin mencari Alex si kaya itu? Apakah kamu mau diusir seperti anjing?" Seketika Amelia kesal dan menjulur tangan untuk menahan Rendi.

Rendi hanyalah seorang petugas keamanan yang kecil. Kalau ia diusir, maka Ibu Mertuanya akan sangat memalukan.

"Lepaskan, Ibu. Aku sungguh ada masalah mencari Alex." ujar Rendi mengerutkan dahi setelah tangannya ditarik Amelia.

"Apakah kamu ingin menjadi lelucon? Alex merupakan orang terkaya yang pertama di Kota Yuzoda. Kamu hanyalah petugas keamanan yang kecil, apakah berhak untuk bertemu dengannya?" ujar Lissa sindir.

"Kamu tidak boleh berkata seperti itu. Mungkin karena Kakak Iparmu merasa memiliki marga yang sama dan merupakan satu keluarga dalam lima ratus tahun yang lalu." ucap Rian penuh sindiran.

Rendi agak kesal. Apakah mereka hari ini menopause secara bersamaan?

Tapi ia juga tidak boleh marah kepada Amelia. Ia hanya bisa mengeluarkan telepon untuk menghubungi Alex, untuk turun menemuinya.

Di saat ini, ada seorang wanita dengan tubuh yang sempurna dan memakai setelan formal datang.

Melihat wanita cantik datang, Amelia melepaskan tangannya dari Rendi. Wajahnya menunjukkan kecurigaan.

"Ia adalah sekretaris pribadi Pak Alex." ujar Lissa.

"Mungkin mereka merubah sikap mereka dan datang memanggil kita kembali. Tante Amelia, selamat Anda akan mendapatkan kerja sama ini." ujar Rian penuh hormat.

"Apakah sungguh mencari kita kembali untuk membahas?" Amelia sedikit tidak percaya, tapi wajahnya menunjukkan sedikit kesenangan.

"Tentu. Disini hanya ada kita, lagipula kita juga telah berbicara dengan mereka. Mereka tentu datang mencari kita." ujar Rian dan mengangguk pasti.

"Dulu tidak bisa membahas dengan Manajer Wang, sedangkan sekretaris pribadi Pak Alex datang mencari kita. Pasti Pak Alex yang menyuruhnya. Ibu, sepertinya kerja sama ini akan jadi." ujar Lissa semangat. Kalau kerja sama ini jadi, maka Ibunya akan membagi komisi sebanyak empat ratus juta untuknya.

Amelia juga merasa benar setelah dipikir ulang. Sekretaris pribadi Pak Alex tentu datang mencari mereka, tidak mungkin mencari Rendi.

Amelia senyum menyambut kedatangan wanita itu dengan pikiran itu.

"Selamat siang, kamu datang..."

Amelia belum selesai berkata dan senyumannya masih terpasang kaku di wajahnya.

Ia hanya bisa menemukan sekretaris cantik itu tidak mempedulikannya dan langsung melewatinya untuk berjalan ke hadapan Rendi.

Ia membungkuk pelan kepada Rendi dan berkata, "Tuan Muda, silahkan datang bersama denganku."

Rendi mengangguk dan tatapannya menyapu pelan dari wajah Lissa dan Rian, lalu ia pergi bersama dengan sekretaris cantik itu.

Menyisakan Amelia bertiga terdiam, terkejut dan curiga di tempat.

......

Rendi dan Alex berbincang sesaat. Ia masih saja tidak ingin meneruskan warisan, sungguh tidak ingin untuk mengalah dengan Ayahnya.

Tapi kalau ia tidak menandatangani surat perjanjian itu, Alex tidak akan pernah meminjamkan uang untuknya, atau mungkin ia akan membiarkan Dian menghubunginya.

Rendi menghela nafas tak berdaya dan hanya bisa bertanda tangan, lalu menyuruh Alex untuk mencari orang yang memiliki sumsum yang sama dengan Kiki. Ia juga menyuruh Alex untuk memberikan enam ratus juta kepadanya, lalu pergi meninggalkan Perusahaan Wijaya.

Untuk bagaimana Alex memberitahu Dian masalah ini, ia sudah tidak ingin mengetahuinya.

Yang penting ia tidak harus menghubungi Dian terlebih dahulu. Ia tahu kalau Dian tidak akan menghubunginya terlebih dahulu.

Kalaupun ia terima untuk menerima warisan, ia juga tidak memutuskan untuk begitu cepat memaafkan Dian.

Tiba di rumah sakit, Rendi melihat Famrik kembali lagi. Tidak hanya itu, ia juga duduk bersama dengan Linda di tepi ranjang, sambil berbincang dengan anaknya yang barus sadar.

Jarak Famrik sangat dekat dengan Linda, bahkan mereka berdua masih berbincang ria.

Rendi menyipitkan matanya dan melangkah besar ke dalam ruang inap.

Novel Terkait

Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
5 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
4 tahun yang lalu