The Comeback of My Ex-Wife - Bab 505 Kalau dapat itu adalah keberuntunganku

Perawatan berhari-hari di rumah sakit yang dilewati dengan tenang dan nyaman, luka luar dan radang paru-paru yang dialami oleh Fellis perlahan membaik.

Hari ini, sinar matahari yang hangat, puncak musim panas, dedaunan yang hijau segar, Fellis sedang duduk di ranjang dan melihat pemandangan di luar jendela.

Joy sudah dijemput oleh Alexander ke rumah sakit dan menemani Fellis, hanya karena Fellis masih harus istirahat, jadi Alexander membawa Joy bermain di taman rumah sakit yang berkelas ini.

Melihat sosok besar dan kecil di taman, Fellis merasa sangat gembira dan puas, sekarang semua begitu tenang dan harmonis, berharap selanjutnya bisa melewati hari dengan tenang dan biasa-biasa saja.

Saat ini, pintu kamar berbunyi.

“Silakan masuk!” jawab Fellis dan pintu terbuka.

Fellis menoleh dan ternyata adalah Martin yang sedang memapah Elisha dan berdiri di depan pintu!

Elisha memakai baju pasien yang longgar, rambutnya terikat simpel di belakang, di wajahnya terlihat bercak-bercak merah, dibanding waktu Fellis melihatnya beberapa hari lalu, air mukanya tampak jauh lebih baik.

Luka di wajah Elisha sudah jauh lebih baik, tidak begitu parah lagi, jika ditutupi dengan sedikit bedak, seharusnya tidak akan terlihat.

Hanya saja, sepasang mata Elisha masih terlihat kosong dan bingung.

“Elisha.” Fellis ingin menangis, tidak peduli dengan badannya sendiri yang belum sembuh benar, segera membuka selimut dan beranjak turun dari ranjang.

“Kak Fellis!” Elisha menatap lurus ke depan, jarinya meraba di udara beberapa kali baru berhasil menangkap tangan Fellis yang dia ulurkan, “Aku dengar dari om ganteng katanya kamu sakit, jadi datang untuk menjengukmu.”

Fellis melihat Martin, dan mendapati Martin mengenakan baju sport abu yang longgar dan simpel, jambang juga mulai tumbuh tak beraturan, terkesan sangat melelahkan, hanya sepasang mata yang menatap Elisha masih tetap begitu lembut.

“Aku dengar dari Direktur Gu kamu mengalami insiden kecil, dan beritahu pada Elisha.” Martin mengangguk pada Fellis, “Lalu Elisha bersikeras ingin datang menjengukmu.”

“Sebenarnya tidak ada yang serius.” Hibur Fellis sambil merapikan rambut Elisha, berkata, “Jangan berdiri saja, ayo kita duduk.”

“Baik.” Elisha mengangguk patuh, Martin dan Fellis memapah Elisha dan duduk di samping ranjang Fellis, dan Fellis juga ikut duduk di samping Elisha.

“Kak Fellis, apakah kondisi tubuhmu sudah membaik?”

“Sudah lebih baik banyak.” Fellis menepuk tangan Elisha, “Aku lihat lukamu juga sudah sembuh banyak, apakah ada kabar baik dari dokter Tci?”

“Meskipun dokter Tci bukan spesialist mata, tapi sangat memperhatikan kondisi aku.” Sekarang Elisha sudah cukup bisa tenang saat menyebut keadaan lukanya.

Fellis tahu, ketenangan Elisha ini pasti karena curahan cinta dan pikiran dari Martin.

“Benar.” Martin menatap Elisha dengan sinar mata yang lembut, “Dan terakhir dokter Tci bilang padaku, di luar negeri ada seorang pasien dengan kanker stadium akhir, bisa mendonorkan matanya untuk Elisha, sekarang dokter Tci dan dokter yang di luar negeri itu sedang melakukan kecocokan, hasilnya akan segera keluar.”

“Benarkah?” Seketika karena gembira Fellis merasa lebih baik, dia memegang tangan Elisha, tampak jelas dia lebih bersemangat dibanding Elisha, “Elisha, mengapa tidak memberi tahu aku kabar baik ini sejak awal?”

“Masih belum pasti, jadi aku juga tidak berani menaruh harapan yang besar.” Elisha menggeleng, setelah dia terluka dan tidak bisa melihat lagi, awalnya menjadi histeris, sangat sedih sekali, sampai saat ini bisa menerima dengan tenang, penderitaan yang dia alami hanya dirinya sendiri yang bisa merasakan.

Sudah menaruh harapan tinggi setiap harinya, yang datang malah hasil yang membuat orang kecewa.

Jadi, telah terjadi perubahan pada suasana hati Elisha : mengenai masalah matanya sendiri, dia juga tidak memaksa lagi, kalau dapat itu adalah keberuntunganku, kalau tidak itu adalah takdirku.

Di samping itu, sejak Elisha tidak bisa melihat, indera lainnya menjadi lebih peka, dia bisa dengan mudah menangkap suara yang tidak diperhatikan orang lain, misalnya suara angin yang berhembus di dedaunan pohon-pohon, suara rintikan air hujan di pinggiran atap.

Elisha juga sering memegang tangan Martin, jari telunjuknya menggores garis telapak tangan Martin, dan merasakan kehangatan tangan Martin.

“Elisha……” Fellis melihat ekspresi Elisha yang sangat tenang, tahu dia sudah mengalami banyak kegagalan, dengan penuh sayang dia menghiburnya dan berkata, “Kamu harus ada keyakinan!”

“Iya, aku yakin kok.” Elisha tersenyum, sambil menggapai tangannya di udara.

Fellis tidak mengerti maksud Elisha, tapi Martin yang di samping segera mengerti, dia mengulurkan tangan dan meraih tangan Elisha, dan berkata pelan : “Aku di sini.”

“Um.” Senyum manis Elisha muncul dari wajahnya, dia memegang erat tangan Martin, kemudian berkata pada Fellis, “Disamping itu, ada om ganteng ini yang menemaniku, aku akan berusaha untuk menjadi lebih baik lagi.”

“Melihat kamu seperti ini, aku juga menjadi lega.” Ujar Fellis menghela napas lega.

“Mama!”

Tepat Fellis dan Elisha sedang mengobrol, Joy dengan riang berlari masuk ke dalam ruangan, melihat kehadiran Elisha dan Martin, Joy dengan sopan menyapa : “Paman bibi, apa kabar.”

“Joy memang anak baik!” Elisha terlebih dahulu menentukan arah suara tersebut, baru memalingkan wajahnya ke arah Joy.

“Terima kasih bibi.” Joy berjalan sampai ke depan Fellis dan Elisha, lalu berkata, “Mama, bibi Kimberly dan paman Warren datang. Paman Warren sedang ngobrol dengan paman Gu di taman, bibi Kimberly sekarang sedang berdiri di depan pintu, dan ingin bertanya pada mama apakah mengizinkan dia masuk.”

Fellis tersenyum tanpa daya, dia mengelus kepala Joy, dan berkata : “Kamu pergi bilang pada bibi Kimberly, tentu saja dia boleh masuk, karena dia dan mama adalah teman baik!”

“Baik!” Joy mengangguk patuh, “Sekarang aku pergi kasih tahu pada bibi Kimberly.”

“Pergilah.” Senyum Fellis penuh kasih, melihat Joy berjalan keluar dari ruangan.

Joy yang baru saja berjalan keluar, Kimberly segera berjongkok, menatap Joy dengan penuh harap : “Joy, apa kata mama kamu?”

“Mamaku bilang kamu dan dia adalah teman baik, tentu saja boleh masuk melihatnya!” kata Joy dengan bola mata hitamnya yang terang menatap Kimberly.

“Benarkah?” Saking senangnya Kimberly memeluk erat Joy, dan memberi satu ciuman keras di pipinya yang putih.

“Bibi, kamu harus tenang, tenang!” sela Joy sambil meraba-raba wajahnya, dengan tanpa daya berkata, “Mamaku sedang menunggu kamu di kamar, ada bibi Elisha juga, kamu cepatlah masuk. Aku keluar main dulu.”

“Baiklah.” Kimberly mengangguk, kemudian berdiri dan berjalan hingga ke depan pintu kamar.

Dia mengetuk pintu kamar pasien, hati Kimberly masih merasa sedikit tidak tenang, sebelumnya karena ketidaktahuannya, dia mencelakai Fellis, kali ini juga karena kebetulan dia telah menyelamatkan Fellis, tidak tahu saat dia melangkah masuk ke dalam, apa yang akan dikatakan Fellis pada dirinya.

Novel Terkait

Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
5 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
4 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
4 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
5 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
5 tahun yang lalu