Dipungut Oleh CEO Arogan - Bab 109 Kejadian Hari Ini Anggap Saja Tidak Pernah Terjadi

Camile Fang kini telentang dalam keadaan telanjang di hadapan Shawn Mu.

Ia berteriak sekeras-kerasnya sambil menggerakan tangan untuk menutupi tubuhnya. Sebelum berhasil melakukan itu, Shawn Mu sudah terlebih dahulu memegang tangan itu dan menahannya di samping kepala Camile Fang.

Posisi Camile Fang kini benar-benar memalukan. Tubuhnya benar-benar terpamerkan sempurna di hadapan Shawn Mu.

Perlawanan Camile Fang tidak ada gunanya. Ia berteriak sambil menangis: "Shawn Mu, kamu bajingan, lepaskan aku, lepaskan aku!"

Shawn Mu mendeham dingin: "Karena aku bajingan, untuk apa aku melepaskanmu begitu saja?"

Pria itu tidak banyak bicara lagi. Ia langsung menurunkan resleting celana jinsnya, lalu memaksa Camile Fang membuka selangkangan lebar-lebar. Shawn Mu meluruskan punggung, penisnya yang dari tadi sudah tegang akhirnya bisa ia masukkan ke lubang yang ia dambakan.

Vagina Camile Fang langsung dimasuki penis Shawn Mu sebelum wanita itu sendiri mengumpulkan kesadaran!

Camile Fang membuka mata lebar-lebar seolah tidak percaya. Ia tersedak, air matanya berhenti mengalir seolah membeku.

Shawn Mu tidak menanggapi kekagetan wanita itu. Ia terus menggerakan penisnya keluar dan ke dalam vagina Camile Fang. Wanita itu ia perlakukan seperti mainan tempat melampiaskan nafsu birahi dan bukan seperti wanita yang layak dikasihi.

Shawn Mu melakukan gerakan ini dengan ganas hingga sekujur tubuh Camile Fang merasa tidak nyaman. Kondisi ini membuat wanita itu mau tidak mau mengumpulkan tenaganya dan berusaha melawan sekuat mungkin.

Perlawanan Camile Fang yang seperti ini sama sekali tidak sanggup menggoyahkan tubuh tinggi besar Shawn Mu. Ia membiarkan wanita itu meninju-ninju dirinya, ia bahkan tidak menghindar. Tinju-tinju itu malah memancingnya untuk bertindak semakin ganas.

Setelah berlalu cukup lama, karena belum juga mendapatkan kepuasan yang diinginkan, gerakan Shawn Mu semakin menggila.

Ia berpikir untuk menggendong Camile Fang dari ranjang, lalu menaruhnya di atas meja kamar.

Camile Fang mencoba memanfaatkan kesempatan ini untuk menggigit bahu Shawn Mu. Pria itu sempat mengernyit kesakitan dan berteriak mengaduh, tetapi ia tetap tidak melepaskan wanita itu dari gendongannya. Setelah menaruh wanita itu di atas meja kamar, ia melanjutkan kebringasannya.

Camile Fang tidak berhasil mewujudkan keinginannya untuk kabur. Ia dengan kesal berteriak: “Shawn Mu, aku tidak akan pernah memaafkan tingkahmu yang seperti ini!”

Akal sehat Shawn Mu sudah hilang dan dikalahkan nafsu birahinya. Ia kini seperti binatang buas yang bertarung memperebutkan pasangan. Suaranya serak dan pelan: “Yang aku inginkan sekarang hanya diri kamu, bukan maaf dari kamu!”

Berbeda dari ranjang barusan yang empuk, permukaan meja sangat kasar dan tidak memiliki bantalan. Ini membuat punggung Camile Fang sangat nyeri hingga ia meneteskan air mata.

Camile Fang bersikeras berusaha melepaskan diri dari Shawn Mu. Meski tidak ada gunanya, tetapi ia tetap tidak mau mengalah.

Camile Fang merasa Shawn Mu baru menghentikan tindakannya setelah waktu berlalu cukup lama.

Shawn Mu akhirnya ejakulasi. Tangannnya belum lepas dari tangan Camile Fang, ia hanya menghentikan gerakannya saja. Jidatnya penuh keringat.

Camile Fang berusaha memanfaatkan kesempatan ini untuk berbalik badan dan kabur, namun Shawn Mu mengetahui gelagatnya dan kembali menahannya.

Camile Fang sekuat tenaga mencakar bahu dan leher Shawn Mu. Pria itu tidak siap, bahu dan lehernya langsung dipenuhi empat sobekan penuh darah.

Shawn Mu kesakitan dan refleks melepaskan tangan Camile Fang.

Camile Fang buru-buru berbalik badan hingga terjatuh ke lantai dengan cukup kencang.

Ia mengernyitkan alis dan mengerang kesakitan, namun dengan segera melupakan rasa sakit pada tubuhnya. Ia bersusah-payah berdiri dan berjalan sempoyongan ke depan pintu.

Sesampainya di depan pintu, satu tangannya tiba-tiba kembali ditahan Shawn Mu dari belakang. Satu tangannya lagi kemudian juga mendapat perlakuan serupa.

Shawn Mu berhasil menahan dua tangan kecil Camile Fang hanya dengan satu tangan besarnya. Ia kemudian menggunakan satu tangannya yang lain untuk menahan kepala wanita itu dan menahannya di tembok. Camile Fang kini berdiri menghadap tembok, dan Shawn Mu dari belakang kembali memasukkan penis ke vaginanya.

Camile Fang mengerang. Ia menggigit bibir untuk mencegah dirinya berteriak.

Sambil memainkan penisnya, Shawn Mu dengan nafas berat berkata: “Jangan menahan diri, kalau mau berteriak ya berteriak, dasar wanita sok suci!”

Camile Fang tetap menggigit bibir dan tidak bersuara. Tatapannya mencerminkan kehormatan diri seorang wanita yang sudah runtuh.

Shawn Mu melepaskan tangan Camiel Fang, mendekatkan kepalanya ke wajah wanita itu, lalu berteriak kencang-kencang: “Aku ingin kamu berteriak!”

Camile Fang menghindar dari tatapan pria itu seperti sengaja ingin membuatnya semakin murka. Ia dengan terbata-bata berkata: “Shawn Mu, kamu pikir kamu luar biasa dan tidak ada tandingan? Aku seorang wanita nakal yang suka selingkuh, aku suka menggoda pria, aku pernah meniduri banyak sekali pria. Intensitas seksmu ini sama sekali tidak membuatku merasakan apa-apa, dan sekarang kamu menyuruhku berteriak, kamu sungguh terlalu memandang tinggi diri sendiri!”

Camile Fang berhasil memancing Shawn Mu. Ia telah menyinggung harga diri pria itu.

Ia langsung mendapat ganjaran dari kata-katanya.

Shawn Mu kembali membawa Camile Fang ke meja kamar yang permukaannya keras tadi. Ia menahan bagian tubuh atas wanita itu, lalu kembali memasukkan penisnya.

Penetrasi kali ini sangat intens dan Camile Fang tidak tahan. Kalau tadi disebut bahwa Shawn Mu “hanya” memperlakukan Camile Fang seperti alat pelampiasan seks, maka kali ini pria itu terlihat seperti benar-benar ingin menghancurkan dan membunuh wanita itu.

Camile Fang tidak tahan, ia berteriak kencang “Ahhh!”

Teriakan ini membuat Shawn Mu semakin bernafsu. Seolah sudah hampir mendapat apa yang diinginkan, sudut bibir Shawn Mu terangkat tinggi-tinggi dan ia tersenyum bengis.

Camile Fang kembali mengeluarkan berbagai teriakan, dan setiap teriakan membuat Shawn Mu semakin bernafsu seolah setiap teriakan wanita itu adalah sinyal baginya untuk bertindak semakin agresif.

Dari ranjang pindah ke kasur, lalu pindah ke tembok, kemudian kembali ke meja, lalu menggeliat di lantai, dan terakhir kembali ke ranjang.

Seluruh sudut kamar dipenuhi bayangan tubuh keduanya, juga dipenuhi air mata Camile Fang dan keringat Shawn Mu.

Hingga hari menjelang sore, Shawn Mu baru merasa puas dan melepaskan Camile Fang.

Ia mengancingkan kemeja sambil menatap Camile Fang yang terkulai lemas di ranjang dengan ekspresi yang tidak karuan.

Kemeja yang tadi basah karena tercebur ke kolam sudah kering, sementara air mata Camile Fang belum kering.

Melihat wanita itu telentang di ranjang dengan tubuh telanjang, Shawn Mu merasa kasihan.

Tiba-tiba kata-kata Camile Fang barusan kembali berdengung di telinganya:

-- Aku seorang wanita nakal yang suka selingkuh!

-- Aku suka menggoda pria!

-- Aku pernah meniduri banyak sekali pria!

Setiap kalimat itu terdengar seperti jarum yang menusuk hati Shawn Mu!

Shawn Mu melepaskan tatapannya dari Camile Fang, berbalik badan, memejamkan mata dalam-dalam, lalu berkata: “Kejadian hari ini anggap saja tidak pernah terjadi, toh nanti-nanti tidak akan terjadi lagi.”

Raut merah padam di wajah Camile Fang karena kejadian barusan belum juga padam.

Sudut matanya berkaca-kaca. Ia awalnya memejamkan mata, tetapi setelah mendengarkan kata-kata pria itu matanya langsung terbuka lebar-lebar.

Camile Fang tertawa seperti sedang meledek: “Jangan khawatir, aku tidak memedulikannya, kamu hanya salah satu dari banyak pria yang pernah berhubungan seks denganku."

Kata-katanya memang terdengar sombong, tetapi raut wajahnya tetap saja kesakitan luar biasa.

Shawn Mu terdiam sejenak. Ia memutuskan tidak menghiraukan kata-kata Camile Fang. Ia membuka pintu lalu keluar dari kamar.

Mendengar langkah Shawn Mu yang menjauh, pertahanan diri Camile Fang akhirnya runtuh. Ia membenamkan kepalanya ke dalam selimut dalam-dalam, lalu menangis sejadi-jadinya.

Untungnya suara tangisan ini teredam oleh tebalnya selimut, jadi suaranya hanya terdengar sesekali.

-- Shawn Mu, mengapa kamu memperlakukanku seperti ini?

Shawn Mu berjalan menunduk sambil meninggalkan kamar. Ia tiba di pintu vila dan bersiap pulang.

Ketika membuka pintu, ia hampir saja menabrak Barbara An yang baru pulang kerja.

Novel Terkait

Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
3 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
3 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu