Cintaku Pada Presdir - Bab 88 Kamu Sudah Dipecat

Kakek hanya tidur sebentar, sudah bangun setelah kurang lebih 1 jam.

Kedua matanya tampak kabur, tapi yang perlu disyukuri adalah kondisinya sadar, dia bisa mengenaliku.

Aku menyuapi kakek sedikit air minum, kebetulan waktunya makan malam, aku pergi ke kantin yang ada di dalam panti jompo menyuapi kakek sesendok demi sesendok.

Meskipun kondisi kakek adalah sadar, tapi dia agak kesusahan untuk berbicara: “akhir-akhir ini… … pekerjaanmu sibuk ya?”

Aku mengangguk, berkata dengan tersenyum, “iya, jadi beberapa hari ini aku terus tidak bisa datang untuk menjenguk kakek, kakek tidak akan menyalahkanku kan?”

Tangan kurusnya diletakkan di punggung tanganku, mata berkaca-kaca, “ti… …Tidak, Bagaimana mungkin kakek… … tega untuk menyalahkanmu?”

Baru saja mengobrol sebentar, air liur kakek sudah mengalir dari sudut mulut secara tak terkendali.

Semua perasaan masam di hatiku terbongkar dalam sekejap, tetapi aku tidak ingin mengkhawatirkannya, sambil mengusap air liurnya dengan tisu, sambil bercanda, "baguslah kalau begitu, aku masih khawatir kakek akan marah padaku karena sudah lama tidak datang dan tidak mau bicara denganku! "

Aku mengobrol dengan kakek untuk waktu yang lama, menyenangkannya hingga dia tersenyum.

Sampai pada hari mulai gelap, suster datang untuk memperingatkanku, barulah aku meninggalkan panti jompo.

Yang membuat aku kaget adalah, baru saja aku keluar dari pintu panti jompo, berdiri di sisi jalan dan hendak memanggil sebuah taksi, sebuah mobil audi berhenti di hadapanku.

Zhou Ziyun menghela nafas, “aku terus fokus mengurus dokumen-dokumen, hampir tidak terlihat kamu keluar.”

Mataku membelalak, “kamu, dari tadi kamu tunggu di sini?”

Aku berada di panti jompo lebih dari tiga jam.

Mukanya dihiasi senyuman, “disini agak terpencil, hari ini kondisi kamu juga tidak baik, aku khawatir membiarkan kamu pulang sendirian, cepatlah masuk.”

Aku terkesima, yang terpintas di benakku malah adalah masalah Cheng Jinshi yang meninggalkanku sendirian di pulau itu kemarin.

Dibandingkan dengan Zhou Ziyun, aku semakin merasa konyol.

Aku membuka pintu mobil dan masuk, mengaitkan sabuk pengaman, “terima kasih ya, waktu juga sudah malam, bagaimana jika aku mentraktir kamu makan?”

Dia menyimpan senyumannya dan suasana berubah serius, “bukankah sudah dikatakan sore tadi, jangan mengucapkan terima kasih?”

Aku langsung tertawa, “maaf, sudah terbiasa.”

“Menimbang bahwa kamu ingin mentraktir aku makan, maka aku maafkan kamu kali ini.” Sudut bibirnya terangkat, berkata dengan murah hati.

Untuk memberikan pasien dan lansia lingkungan istirahat yang baik, panti jompo ini memang cukup terpencil. Ketika kami tiba di daerah perkotaan, sudah hampir jam delapan.

Aku memandangi deretan kendaraan yang tak berujung di jalan, bertanya seleranya, "Makanan apa yang kamu sukai? Makanan Barat atau makanan Chinese?"

“Kamu akan tahu nantinya.”

Sambil berbicara, dia memarkirkan mobilnya di tepi jalan, “kamu tunggu aku sebentar.”

Aku masih belum merespon, dia sudah membuka pintu dan turun dari mobil, berjalan menuju sebuah toko dessert.

Adegan ini sepertinya tidak asing.

“Hei, kue rasa mangga, kamu suka kan?”

Setelah beberapa menit kemudian, Zhou Ziyun kembali masuk ke mobil, menyodorkan sekotak dessert padaku.

Aku menerima kotak itu, bertanya dengan heran, “bukannya kita mau pergi makan?”

Dia tersenyum, “aku pergi rumahmu dan masak untuk kamu saja, lambungmu sedang tidak baik, makan ini dulu.”

“Boleh, tapi aku saja yang masak!”

Aku ingat bahwa masih ada sayur di rumah, lagipula dia sudah menungguku di depan panti jompo untuk waktu yang lama, jadi aku pun tidak menolaknya.

Melihatku bersikeras, dia berkata dengan tak berdaya: “baiklah.” Lalu menunjuk kotak dessert yang ada di tanganku, “cepat makan, jangan sampai kamu kelaparan hingga sakit maag.”

Aku mengangguk dengan diikuti senyuman, hati dipenuhi dengan berbagai macam perasaan.

Teringat Cheng Jinshi juga pernah memarkirkan mobilnya di tepi jalan dan pergi membeli dessert, dia membawanya untuk Song Jiamin.

Sampai sekarang, aku masih ingat, kue itu adalah rasa stroberi. Aku menggeleng-gelengkan kepala. Ingin menghempaskan pria itu keluar dari benakku.

Memakan kue mangga, sambil coba menekan kepahitan di hati yang sulit dikontrol itu dengan kemanisan di lidah.

Tiba di rumahku, selesai makan malam, jarum di jam tangan sudah menunjuk ke angka 10.

Aku mengantar Zhou Ziyun sampai ke depan lift, “maaf, waktu hari ini agak mendesak, tidak bisa melayanimu dengan baik, lain kali aku akan mempersiapkan terlebih dahulu, membeli lebih banyak sayur.”

Dia terus menatapku, menatap hingga aku merasa ada sesuatu di wajahku, barulah dia berkata dengan serius, “hatimu seharusnya tahu, aku hanya ingin makan bersamamu di dalam rumah, aku sangat suka dengan lauk hari ini.”

Dia memiliki maksud lain.

Aku tidak mahir dalam merespon kondisi seperti ini, berkata dengan ragu-ragu: “presiden Zhou, kamu juga tahu, aku tidak berpikiran untuk……”

Memulai suatu hubungan baru.

Dia tampak tidak memiliki cara untuk menghadapiku, suaranya memotong sisa perkataanku, “sudahlah, aku yang terburu-buru. Lain kali jangan memanggilku presiden Zhou jika tidak sedang berada di perusahaan.”

Aku mendongak, “ha!”

“Kamu boleh memanggilku Ziyun, apa pun boleh, asalkan bukan presiden Zhou.”

Selesai dia berkata, lift kebetulan terbuka, dia sepertinya takut ditolak olehku, segera masuk dan berucap: “pulanglah, aku pergi dulu.”

Malam hari, aku berbaring di atas ranjang, memikirkan kembali apa yang sudah terjadi di malam ini, aku bahkan mencurigai apakah hatiku sudah mati.

Mati di tangan orang itu.

Apa pun yang dilakukan orang lain terhadapku, aku hanya akan terharu, sulit untuk timbul sedikit pun perasaan.

——-------

Aku kembali bekerja di perusahaan Zhou, pihak Dongchen malah belum ada kabar, seperti melupakan kejadian kebocoran desain.

Namun, juga berkemungkinan sesuai dengan dikatakan oleh Lin Zhi sebelumnya, bahwa Dongchen hanya memerlukan seseorang untuk menjadi kambing hitam, sehingga mereka memiliki suatu penjelasan untuk perusahaan Su.

Hal-hal selain itu, mereka mungkin tidak peduli sama sekali.

Tetapi, itu tidak berarti bahwa kejadian ini berlalu begitu saja.

Siang ini, aku baru saja kembali ke kantor setelah makan siang, rekanku, Jiang Ziyu langsung bergegas datang padaku, berbisik dengan penuh misteri “asisten Ning, asisten Ning, sepertinya presiden Zhou bertengkar dengan ketua dewan di dalam kantor karena kamu.”

Ketua dewan?

Aku tahu bahwa ketua dewan merupakan ayah dari Zhou Ziyun, tapi hal-hal di perusahaan Zhou, baik hal kecil maupun besar, semua itu diputuskan oleh Zhou Ziyun, ketua dewan jarang melakukan intervensi, dia hanya akan datang ke perusahaan ketika rapat tahunan ataupun rapat besar dewan, aku belum pernah bertemu dengannya.

Aku terbengong, menangkap kata-kata penting, “karena aku?”

Dia mengangguk-angguk, “iya, saat kalian semua pergi makan tadi, ketua dewan tiba-tiba datang, masuk ke kantor presiden Zhou dengan penuh amarah, dia bahkan membanting gelas.”

Aku bertanya, “apakah kamu tahu masalah apa yang mereka bahas?”

“Sepertinya tentang kebocoran apa gitu, yang penting masalah itu sepertinya berhubungan dengan perusahaan Dongchen. Jarak tempatku dengan mereka agak jauh, lalu asisten ketua dewan juga menutup pintu, aku pun tidak bisa mendengar dengan jelas.” Dia mengingat dengan cermat.

Aku merapatkan bibir, “baiklah, aku sudah tahu, sore nanti aku traktir kamu milk tea.”

Dia mengangguk dengan tersenyum manis, “kalau begitu kamu sendiri lebih hati-hati ya.”

Aku berjalan ke tempat dudukku, tempatku dan kantor Zhou Ziyun hanya terpisah oleh pintu, aku bisa mendengar keributan dari dalam, secara samar-samar terdengar namaku.

Sekitar dua puluh menitan, pintu kantor terbuka, asisten ketua dewan keluar dari dalam, berkata padaku dengan wajah tak berekspresi: “asisten Ning, ketua dewan menyuruhmu masuk.”

“Baik,”

Hatiku secara tidak sadar menjadi tegang, bangkit dan masuk.

Muka Zhou Ziyun dipenuhi amarah, nada suaranya melambung tinggi, “Ayah, aku sudah bilang, masalah itu tidak berhubungan dengannya!”

Aku pertama kali melihat sosok dia yang marah.

Ketua dewan duduk di sofa, langsung mengabaikan perkataan Zhou Ziyun, raut mukanya gelap, tatapannya yang tajam jatuh padaku, “kamu Ningxi? Kamu sudah dipecat, sore nanti pergi ke departemen keuangan dan ambil gajimu.”

Novel Terkait

Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
3 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
3 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu