Cintaku Pada Presdir - Bab 164 Ketakutan Akibat Dugaan yang Salah

Li Lan tinggal sampai sore, setelah memastikan aku dan An An sudah kenal dan nyaman dengan lingkungan sini, barulah dia membawa pengawal pergi dari villa.

Malam pada musim dingin lebih panjang daripada siang, setelah semuanya selesai, hari sudah senja.

Koki melihat aku tidak nafsu makan, jadi dia membuatkan aku bubur dengan rasa yang agak ringan, aku memaksakan diri untuk makan walau sedikit.

Kemudian, menggendong An An ke lantai atas.

Dia tidur nyenyak dan cukup di siang hari, sekarang sangat energik, setelah mandi, dia bersenang-senang di atas tempat tidur.

Seolah-olah sudah tidak ingat akan kejadian siang hari.

Namun, aku tidak bisa melupakannya.

Aku berbaring lemas di sisinya, menatap kosong ke langit-langit, hatiku terasa sakit.

Bercerai untuk kedua kalinya, sisa hidup ini, tidak ada lagi martabat.

Dia benar-benar sangat kejam.

“Mama… …” An An tiba-tiba membuang mainan dari tangannya, tangan kecil yang penuh daging menggosok wajahku.

Aku merespons dengan lamban, menyadari entah sejak kapan, pipi sudah basah.

Aku memejamkan mata dengan sedih, mengulurkan tangan untuk menyeka air mata, meraih An An ke dalam pelukan, senyum, "An An sayang, mama baik-baik saja."

Apa yang bisa kuberikan untuknya terlalu sedikit, aku hanya bisa berusaha membiarkannya memiliki masa kecil yang bahagia.

Tidak membawa emosi negatif kepadanya.

Aku bermain dengannya di tempat tidur sebentar dan kemudian membujuknya untuk tidur.

Setelah dia tertidur, aku melihat kamar yang kosong, hati bagai dikoyak dan dibuka lubang besar, angin musim dingin memenuhi lubang tersebut.

Malam ini, mungkin karena berada di lingkungan asing, aku tidur dengan sangat tidak tenang.

Keesokan harinya, saat fajar, aku mendengar suara pintu yang dibuka dan ditutup dari lantai bawah, hati seketika menegang.

Siapa?

Pencuri? Villa ini berlokasi di tengah lereng gunung, jika benar ada pencuri yang masuk… …

Tubuhku yang ditutup selimut menjadi tegang dan kaku, aku bukan orang yang berani, tetapi ketika melihat An An yang tidur nyenyak di samping aku, aku hanya bisa memaksa diri untuk lebih berani.

Aku turun dari tempat tidur dengan hati-hati, memegangi gelas kaca dengan erat di tanganku, berjalan menuju pintu langkah demi langkah.

Suara langkah kaki yang sedang menaiki tangga terdengar dari luar, selangkah demi selangkah, semakin mendekati kamarku.

Hatiku terangkat sedemikian tinggi, membuka pintu dengan gerakan cepat dan kuat, menutup mata dan mengabaikan semuanya, mengangkat tangan dan hendak melemparkan gelas yang ada di tanganku—

“Ning Xi.”

Satu tangan dengan kuat menggenggam pergelangan tangan aku, pada saat yang sama, suara bernada rendah terdengar.

Cahaya yang ditumpahkan melalui koridor membantuku melihat dengan jelas pria yang seharusnya berada di luar negeri, kedua kakiku melemas, ternyata hanya sebuah adegan ketakutan akibat dugaan yang salah.

Hampir melukainya di wilayah dia, aku sedikit malu, "Maaf, aku pikir itu orang lain, hampir melukai kamu."

Shen Yanting tidak peduli sama sekali, malah mengangkat alis, "Memiliki kewaspadaan adalah hal yang baik."

"Untung saja reaksi kamu cepat. Ngomong-ngomong, kenapa kamu sudah pulang?"

Bukankah aku sudah membiarkan Li Lan untuk meyampaikan kepada dia agar tidak usah sengaja pulang?

Dia tersenyum ramah, "Ada proyek di dalam negeri yang mengharuskan aku pulang untung mengawasinya."

“Benarkah?”

Aku tidak begitu percaya padanya, khawatir dia sengaja pulang karena masalah aku.

Dia batuk dengan tidak alami, "Yah, benar."

Aku semakin yakin dengan dugaanku, tetapi aku tidak membuka topengnya. "Oke."

Dia cukup gentleman, meskipun sengaja pulang, tapi dia mencari alasan untuk tidak menambah beban hati aku.

"Kenapa kamu bangun segitu pagi? Kembali ke kamar dan tidurlah lagi," katanya.

Aku menggelengkan kepala, “Tidak usah, aku tidak mengantuk.”

Aku memang tidak terlalu mengantuk, dan juga, tuan rumah sudah datang, tidak enak juga bagiku untuk terus tidur.

Dia menatapku selama beberapa detik, setelah memastikan bahwa aku benar-benar tidak mengantuk, barulah dia berkata, "Kalau begitu ayo turun? Aku membawakanmu hadiah."

Aku memandangnya dengan heran, "Ada hadiah?"

“Iya.”

Dia memasang sebuah senyuman, turun ke lantai bawah.

Dengan pelan aku menutup pintu, menyusuli langkahnya ke bawah.

Dia mestinya langsung ke sini begitu pulang negeri, bahkan koper juga dibawanya ke sini.

Dia menjatuhkan koper, membukanya, mengeluarkan sebuah kotak elok dan menyodorkannya kepadaku, "Aku harap kamu menyukainya."

Aku terbengong sejenak ketika melihat logo merek di atas kotak itu, begitu membukanya, terlihat gelang edisi terbatas, segera menolak, "Ini terlalu mahal, aku tidak boleh menerimanya. Dua hari ini sudah sangat merepotkan kamu, bagaimana boleh menerima hadiah kamu lagi? "

"Aku hanya membalas apa yang aku terima, kamu memberiku serangkaian perhiasan. Menurutku, itu lebih berharga daripada gelang ini," katanya serius.

Pada hari peluncuran rangkaian produk kerja sama dengan Cheng Jinshi, aku memberikan satu set lengkap kepada Shen Yanting.

Sekarang mendengar dia berkata demikian, aku tidak punya pilihan selain menerimanya, "Kalau begitu terima kasih."

Lain kali, belikan lagi dia sesuatu.

Dia duduk di sofa, berpikir sejenak sebelum bertanya: "Li Lan menelepon aku dan memberi tahu aku tentang situasi kemarin. Apakah kamu baik-baik saja?"

Mengungkit masalah kemarin, hatiku berdenyut, menurunkan kelopak mata dan menjawab sambil tersenyum, "Baik kok, sudah tidak apa-apa."

Aku mengira aku bisa menyembunyikan emosiku dengan baik.

Dia melihatku dengan tatapan lembut, tidak berbicara, berdiri dan meraih pergelangan tanganku, lalu menuntunku ke sebuah ruangan.

Ruangan itu gelap, aku ingin menyalakan lampu, tapi dihentikan olehnya, meski hanya ada kami berdua di ruangan itu, tapi entah kenapa aku mempercayainya begitu saja.

Dia meminta aku untuk duduk di sofa, lalu dia berjalan ke samping dan mengoperasikan laptop, gambaran layar diproyeksikan ke dinding hadapanku.

“Tunggu sebentar ya.” Katanya dengan lembut.

Aku sekedar merespons “ya”, menunggu dengan sabar.

Dua menit kemudian, terdengar musik, gambaran yang diproyeksikan juga sudah berubah, film mulai diputar.

Dia mendatangi aku, "Sarapan mau makan apa?"

“Apa saja boleh.” Jawabku dengan santai.

"Oke, aku suruh koki masak. Aku juga akan mengurus anak, kamu nonton film dengan tenang, habis menonton baru keluar."

Selesai itu, dia meletakkan sekotak tisu di sebelah aku, lalu pun berjalan keluar, juga dengan lembut hati menutupkan pintu, hanya meninggalkan aku sendirian di ruang tertutup ini.

Aku tidak tahu apa maksudnya membiarkan aku melakukan ini, tapi dipikir-pikir aku juga tidak memiliki kerjaan, jadi aku pun benar-benar mulai fokus menonton film.

Seiring perkembangan alur film, aku menangis tak terkendali, seluruh tubuhku bergetar.

Film ini bercerita tentang dua orang yang saling mencintai, tetapi karena banyak kesalahpahaman dan hambatan, mereka tidak dapat benar-benar bersama.

Ketika mereka akhirnya melewati segalanya, wanita itu menderita kanker lambung… ...

Tidak ada plot twist di akhir cerita, sebaliknya cerita sangat mendekati kenyataan. Wanita itu meninggal, setelah bertahun-tahun, pria juga meninggal karena kesedihan.

Cerita ini seolah-olah sedang memberi tahu audiens bahwa, setiap orang, akan mengalami permintaan yang tidak terpenuhi di dalam perihal percintaan.

Ketika lagu penutupnya berbunyi, aku menangis dengan keras, seperti sedang menangisi cerita ini, seperti menangis untuk semua kesedihanku juga.

Aku tidak tahu berapa lama aku menangis, sampai aku berhenti menangis, barulah terdengar ketukan pintu, "Sudah selesai menonton film?"

Film sudah berakhir lama, tetapi aku akhirnya mengerti maksud dia untuk membiarkan aku menonton film, rasa hangat melintasi hatiku, aku menjernihkan tenggorokan, “Sudah selesai, aku segera keluar.”

Dia takut aku menahan emosi, jadi dia mencarikanku alasan untuk melampiaskan semua emosi itu dengan leluasa.

"Tampaknya film ini sangat bagus, kamu bahkan menangis sampai mata bengkak."

Begitu aku keluar dari kamar, dia berkata dengan nada canda, sama sekali tidak membuka kartuku.

Novel Terkait

Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
4 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
3 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
3 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
3 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu