Cintaku Pada Presdir - Bab 15 Aku Hamil

Ibu adalah satu-satuya penyemangat di saat hatiku rapuh, aku juga selalu berusaha hidup agar bisa menjadi penunjang ibu.

Kalau kehilangan ibu, maka makna dan harapan terakhir dari hidupku juga akan hilang.

Tiba di rumah sakit, aku langsung berlari ke lantai lima, tiba di depan pintu ruang penyelamat darurat, menarik perawat yang kebetulan keluar, bagaikan orang tenggelam menarik jerami terakhir, “bagaimana dengan ibuku?”

Dia menghelakan nafas :”Kondisinya tidak terlalu baik, dokter pasti akan berusaha… …”

Dia belum selesai bicara, pintu ruang penyelamat darurat kembali terbuka, dokter memimpin jalan dan diikuti oleh beberapa dokter dan perawat, aku menatap tempat tidur pasien darurat yang didorong oleh mereka, darah di tubuhnya sudah membeku.

“kenapa? Kenapa menutupi ibuku dengan kain putih ini, mukanya ditutup, dia akan sulit bernafas… …”

“kalian bohong… … dokter, beritahu aku bahwa semua ini hanya bohongan, semua ini hanyalah candaan ibuku, benarkan?

“ibu, aku sudah datang, tolong buka matamu dan lihat aku, ibu belum menyampaikan sepatah kata pun kepadaku, ibu mana boleh meninggalkan ku… …”

Aku memeluk ibuku yang terbaring di atas tempat tidur itu, menangis berjeritan hingga kehilangan suara dan tenaga, tidak bisa menerima timpaan seperti ini, aku menggoyang-goyangkan tangan ibuku, tapi yang ku rasakan hanyalah suhu tubuhnya yang semakin dingin.

Jelas-jelas ibu baru saja berbincang denganku kemarin melaui handphone, katanya tunggu kondisi tubuhnya membaik, dia ingin aku menemaninya pulang kampung untuk mencari kakek.

Kenapa bisa tiba-tiba mengongsumsi begitu banyak pil tidur… …

Pasti karena aku, aku terlalu ceroboh, aku tidak memperhatikan perubahan emosi pada ibu.

Aku hanya peduli dengan hatiku yang kusut karena masalah dikambinghitamkan, juga hanya memikirkan pekerjaan baru, aku tidak meluangkan lebih banyak waktu untuk menemani ibu.

Kesakitan dan keputusasaan menghampiriku, menikam hingga sumsum tulangku.

Dokter menegur :”Ningxi, semenjak ibumu diselamatkan dari penyelamatan darurat kemarin, kondisi emosi dan fisiknya terus tidak baik, kamu hendaklah berkabung.”

“terima kasih… …”

Aku perlahan-lahan berdiri, tatapanku mengitam, memasuki kegelapan yang dalam tanpa dasar.

Saat kembali sadar, telinga hanya terdengar suara tetesan yang kecil, obat transparan mengalir sepanjang saluran infus, memasuki pembuluh darah.

Pikiranku tidak sadar dalam waktu sejenak, ibu… … masih di sini? aku mungkin hanya mengalami mimpi buruk?

Aku berharap kalau itu hanyalah sebuah mimpi.

“sudah bangun?”

Perawat membuka pintu dan berjalan masuk, mengangkat kepala melihat obat infusku, berkata dengan nada rendah :”seberapa berat pun hal yang kamu alami, tetaplah menjaga kesehatan tubuhmu, walau kamu tidak peduli dengan dirimu sendiri, kamu tetap harus memikirkan anak yang ada di perutmu.”

Anak di perut?

Aku termenung, jariku menggenggam selimut dengan gugup, bertanya akan ketidakpastian, “anak? Maksudmu aku hamil?”

Dia kaget sambil mengangguk, “sudah hampir dua bulan, kamu tidak tahu?”

Hatiku dipenuhi dengan kegembiraan yang tidak terkatakan, sepertinya, keputusasaan yang menyelimutiku dirobek sedikit demi sedikit, cahaya kembali memancarku.

Tapi ketika teringat Cheng Jinshi, hatiku terus mengeluarkan rasa pahit, dia mungkin tidak berharap aku menghamili anaknya.

Aku mengangkat tangan, mengelus perutku sendiri, layaknya sedang memperlakukan sebuah harta langka, walaupun, hanya aku seorang yang mendambakan kehadirannya.

Kalau ibu di sini, maka akan ada orang yang menemaniku menantikan kedatangan anak ini.

Setelah menyemangati diri, aku pergi ke kantor rumah sakit, aku tetap tidak percaya bahwa ibu bisa memilih pergi dengan cara ini.

Dan juga, dari mana datangnya obat pil sebanyak itu?

Dokter juga tidak dapat memberikanku jawaban, dia memang memberikan pil tidur kepada ibu ketika ibu insomnia, tapi dosisnya dikontrol, sedangkan ibu setidaknya telah menelan lebih dari setengah botol.

Lebih dari setengah botol… … penderitaan sebesar apa yang telah dirasakan oleh ibu, sehingga ibu begitu nekat untuk meninggalkan dunia ini.

Memikirkan hal ini, kesedihan dan kesakitan kembali menghampiriku.

Pemakaman ibu ditangani dengan bantuan tante dan XueHe.

Ketika semua orang sudah meninggalkan tempat pemakaman, aku berlutut kembali di depan makam ibu, mengelus berkali-kali foto dan nama ibu, berbicara sendiri, “ibu, aku hamil, ibu pastinya sangat senang, benarkan? Sebenarnya aku sangat berterimakasih dengan anak ini, ibu meninggalkanku, kalau bukan karena kehadiran anak ini, aku benar-benar tidak memiliki harapan hidup lagi… …”

Pandanganku menjadi kabur, aku berusaha membentuk senyuman yang lebar, “ibu jangan khawatir, aku akan berusaha hidup dengan baik, aku tidak akan membuat ibu khawatir lagi.”

Selesai bicara, air mata mengalir tak terkendali, tidak berhenti.

Waktu senja, aku perlahan menuruni gunung, setiap beberapa langkah, aku selalu membalikkan kepalaku, semakin jauh, hatiku semakin kosong.

Baru saja sampai di depan pintu kuburan, handphone yang ada di tasku bordering, panggilan dari Cheng Jinshi.

Kecelakaan Xiao Bao sudah berlalu delapan sembilan hari.

Apakah dia sudah membuat pertimbangan jelas, mendengarkan perkataan ibu mertua, bercerai denganku?

Atau, apakah dia akhirnya mengingat akan keberadaanku.

Tapi aku belum selesai mempertimbangkan dengan jelsa hal ini, apakah aku harus memberi tahu padanya bahwa aku hamil.

Kalau dia tahu, kemungkinan dia tidak akan membiarkan aku melahirkan anak ini.

Suasana hatiku sangat berat, menghela nafas, mengangkat teleponnya, tidak mengeluarkan suara, menunggu dia berkata terlebih dahulu.

Pihak sana berdiam sekitar dua menit, barulah berkata dengan nada berat, “di mana kamu?”

Aku berkata dengan lemah, “kuburan, ada apa?”

Nadanya sedikit ketat, “kamu ke kuburan buat apa?”

Aku mengangkat kepala, memandang matahari yang terbenam, menahan kehancuran dalam hatiku, berkata dengan polos, “memilih tempat makam buat diriku sendiri.”

Ibu telah meninggal beberapa hari, kalau saja dia menaruh sedikit perhatian padaku, maka dia seharusnya sudah tahu.

Kalau dia tidak tahu, maka aku tidak perlu memberi tahunya, memanfaatkan kepergian ibu untuk mendapatkan belas kasihannya, aku tidak mampu melakukan itu.

“Ningxi, gila apa kamu?” dia sepertinya marah karena perkataanku itu, meninggikan nada suaranya, “datang ke perusahaan, tanda tangan surat perceraian.”

Cheng Jinshi, aku hamil, aku berharap anak kita bisa dilahirkan dan dibesarkan di keluarga yang utuh… …

Aku tidak memiliki keberanian untuk mengucapkan kata-kata itu.

Sesuatu menembus dadaku, menyebabkan kesakitan yang tidak bisa dihiraukan.

Cintaku terhadap dia, sepertinya hangus di saat ini.

Mulutku terbuka, belum sempat bicara, sebuah mobil hitam Mercedes-Benz berhenti di hadapanku.

Pintunya terbuka, aku termenung di tempat, karena gugup, aku tidak sengaja mematikan teleponnya.

Aku menggenggam erat handphone yang kembali berdering, tidak mengeluarkan suara dan menatap Ning Zhenfeng yang ada di hadapanku, empat tahun tidak bertemu, dia menua, tidak mirip dengan yang ku bayangkan tentang dia.

Awalnya aku mengira, walau dia bercerai dengan SongJiamin, dia tetap akan hidup bersenang-senang.

Matanya sedikit merah, “ibumu, dikebumikan hari ini?”

Aku langsung mematikan handphone-ku, menahan emosiku, suaraku sedikit gemetar, “Ya.”

Dia melihat sekilas kuburan, tatapannya sedikit kosong, mencela dirinya sendiri, “lebih baik aku tidak pergi, sepertinya dia juga tidak berharap untuk menemuiku.”

Kalau tidak ingin pergi, kenapa dia datang ke sini.

Aku tidak berkata apa-apa, melangkah ingin berjalan ke tempat mobilku.

“Xiao Xi… …”

Dia menghentikanku, dia berkata dengan nada interogasi, “apakah kamu sudah melihat berita kemarin?”

Aku berdiam sejenak, beberapa hari ini, bahkan handphone pun tidak ku lihat, berkata dengan dingin :”tidak.”

Dia batuk beberapa kali, mukanya muncul warna merah yang tidak sehat, “perusahaan rumah terkena masalah, beberapa produk makanan terdeteksi menyebabkan kanker.”

Aku sedikit kaget dan tidak bisa menahan lagi, dengan nada menyindir, “rumah? Kalau kamu tidak membahasnya, aku bahkan sudah lupa kalau diriku sendiri masih memilihi rumah.”

Tahun itu, aku dikeluarkan dari rumah Ning di saat pernikahan mereka.

Dia memanjakan Song JiaMin, satu rupiah pun tidak diberikannya kepada ku untuk biaya operasi, mendesakku hingga pada jalan buntu.

Pada saat itu, kenapa dia lupa, bahwa aku adalah anak perempuannya.

Matanya yang buram memancarkan sinar dari pantulan air, memohon :”Xiao Xi, kejadian tahun itu adalah salah ayah, sekarang perusahaan akan menghadapi kompensasi dan denda yang sangat besar, kamu tidak akan membiarkannya bangkrut, benarkan?”

Novel Terkait

Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
5 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu