Cintaku Pada Presdir - Bab 30 Kehilangan Anakku

Bab 30 Kehilangan Anakku


“Ayo ikut aku ke kantor, ambil barangmu.”


Sambil mengobrol, dokter Chen masuk berpamitan dengan dokter kandungan, kemudian membawaku pergi ke gedung inap 


Dia mengeluarkan satu kalung bertali hitam yang sederhana dari laci meja kantornya, tergantung sebuah liontin yang terbuat dari giok tanduk kambing, terlihat sangat mewah nan lucu.


Dia menyodorkannya kepada ku, “perawat menemukan ini  dibawah bantal ibumu, coba kamu lihat.”


“Iya, mungkin saya terlalu ceroboh saat membereskannya, terima kasih telah membantuku menyimpannya.”


Aku menggenggam liontin dan mengelusnya, itu adalah ukiran kambing, aku juga shio kambing, tapi… … aku tidak pernah melihat kalung ini.

    

Aku meninggalkan kantor dengan pikiran penuh penasaran, keluar dari lobi rumah sakit, angin dingin berhembus kemari, tidak tahu kapan luar mulai gerimis.

    

Aku tidak bawa payung, hendak kembali ke lobi, tunggu hujan berhenti kemudian pulang, baru saja berjalan dua langkah, handphone di saku mantel berdering.

    

Panggilan dari Cheng Jinshi.

    

Aku menghentikan langkah kaki, jari menggeser layar, menghubungkan panggilan.

    

Belum mengeluarkan sepatah kata, sudah terdengar suara serak yang berat dan rendah, “sudah selesai check-up?”

    

Aku membasahi bibir, “baru selesai.”

    

Dia bertanya dengan santai: “masih di rumah sakit kan?”

    

Aku melangkah menuju lobi, “iya, di luar lagi hujan, tunggu hujan berhenti baru pulang.”

    

 “Berhenti dan tunggu di sana.” Dia memerintah dengan nada tawar.

    

Alisku agak mengernyit, langsung membalikkan badan, di tempat yang tidak jauh, terlihat Cheng Jinshi berpayung hitam, melangkah ke arahku di tengah hujan.

    

Aku termenung, merasa setiap langkah dia seperti terinjak di hatiku.

    

Dia berhenti di tangga yang berjarak beberapa langkah dari aku, mengangguk-angguk, “sini.”

    

Aku kembali sadar, melangkah dengan pelan ke arah dia, dia mengarahkan payung ke aku dan meraih bahuku dengan satu tangan, berjalan menuju mobil.

     

Setelah masuk ke dalam mobil, dia menyalakan mesin, wajah sampingnya tampak elok, rambutnya dihiasi oleh tetesan air hujan, terlihat lembut.

    

Aku tidak bisa menahan pertanyaanku, “bukannya hari ini ada makan bersama keluarga, kenapa kamu malah datang ke sini?”

    

Aku rasa diriku semakin tidak mengerti dia, jelas-jelas dia tidak menyukaiku, tapi dia terus melakukan hal-hal yang membuatku baper.

    

Dia berdeham, mengarahkan setir mobil dengan satu tangan, “aku tiba-tiba ada masalah, kebetulan lewat sini, jadi sekalian datang untuk antar kamu pulang.”

    

Aku sekedar menanggapinya, aku duga Xiao He yang menelpon dia di saat meninggalkanku.

    

Perjalanan dari rumah sakit ke rumah akan melewati kompleks keberadaan keluarga Ning, aku mengulurkan leher melihat ke depan, aku ragu apakah harus memberi tahu Cheng Jinshi tentang ancaman Ning Zhenfeng ke aku.

    

Dilihat dari cara dia mengatasi masalah, dia pasti akan dengan cepat membereskan masalah ini, tapi, demi apa dia harus membantuku.

    

Aku mengeluh, mencoba mengetes dia, “perusahaan Dongchen tidak mungkin bekerja sama dengan perusahaan Ning lagi, benarkan?”

    

Dia melirikku, diam sejenak, “kenapa tiba-tiba menanyakan ini, Ning Zhenfeng menemui kamu?”

    

Aku menundukkan kepala, “tidak, tidak ada.”

    

Lagipula masih tersisa enam hari, aku coba sendiri terlebih dahulu.

    

Sampai di rumah, Song Jiamin dan Xiao Bao sudah pulang, terdengar suara mereka dari lantai atas.


Cheng Jinshi sepertinya masih sibuk, langsung pergi ke ruang kerja, aku agak lapar, pergi ke dapur mencari makanan, lalu naik ke kamar.


Entah kenapa, hatiku semakin tidak tenang, seperti akan terjadi sesuatu.

    

Baru mau menginjak lantai dua, segumpal besar benda putih menyerbu kemari dengan ganas, aku menjerit, dengan panik mundur ke belakang, tapi langkahku menginjak udara.

    

Aku ingin memegang sesuatu, tapi tidak bisa, seluruh tubuhku langsung terjatuh ke bawah, terguling-guling di sepanjang tangga.

Aku tidak tahu berapa anak tangga yang aku lalui, hanya terasa seluruh tubuhku sangatlah sakit, apalagi bagian perut, tubuhku terkapar di lantai dasar, mendesah kesakitan, kemudian, terasa sesuatu yang hangat mengalir di sepanjang paha… …

    

Anakku… …

    

Aku semakin panik, rasa nyeri terasa hingga ke tulang, Cheng Jinshi turun dengan ekspresinya yang penuh kecemasan, mengangkatku dan langsung lari ke luar.

    

Aku menarik pakaiannya dengan penuh ketakutan dan tak berdaya, air mata mengalir membasahi muka, “anak… … Cheng Jinshi, anakku… …”

    

Entah ilusi atau bukan, sebelum memasuki kegelapan, aku merasakan ketakutan dan kecemasan dia, tidak kurang dari aku. 

    

Mungkin benar hanyalah angan-anganku, dia sudah mempunyai Xiao Bao, mana mungkin peduli dengan anakku.

    

Ketika sadar kembali,  dinding putih yang silau mengeliling sekitar aku, setiap adegan yang terjadi sebelum pingsan berputar di benakku, aku meletakkan tangan yang bergemetaran di atas perut, tersentuh sebagian yang rata.

    

Dalam waktu sekejap, hatiku seperti dilubangi oleh sesuatu.

    

Aku berusaha sekuat tenaga untuk bisa duduk, mencabut suntikan infus, baru saja ingin turun dari ranjang, seorang perawat membuka pintu dan masuk, “kamu akhirnya bangun, kalau ada yang tidak nyaman, beri tahu kami.”

    

Aku menggenggam erat selimut, dengan suara serak: “bagaimana dengan anakku?”

    

Perawat itu menasehati aku, “kamu terjatuh sangat serius, anak tidak bisa diselamatkan, kamu dan suamimu masih muda, rilekskan hati, rawat tubuhmu baik-baik, kalian masih bisa mempunyai anak.”

    

Dia menyampaikan banyak kata-kata ke aku, tapi yang masuk ke otakku hanyalah empat kata—anak tidak bisa diselamatkan.

    

Hatiku yang tadinya tegang langsung meledak, air mata langsung bergegas keluar, menangis menjerit-jerit, seluruh badanku bergemetaran tak terkendali.

    

Merasa bersalah, menderita, benci—menyelubungi setiap inci di hatiku, aku hanya tahu, harapan terakhirku… …hangus.

    

Aku tidak tahu kapan perawat itu keluar, juga tidak tahu, kapan Cheng Jinshi masuk.

    

Kedua matanya merah, berdiri di samping ranjang, tangan yang hangat mengelusku dengan lembut, “jangan nangis lagi, ya?”

    

Aku seperti menggila, sambil nangis sambil tertawa dan mendorongnya, “Cheng Jinshi, bolehkah kamu beri tahu aku, kenapa di rumah bisa ada anjing?!”

   

Aku alergi parah dengan hewan peliharaan, ketika SMP, aku sakit sementara waktu hanya karena alergi, sejak itu aku pun benar-benar trauma dengan hewan peliharaan.


Jadi, semalam ketika melihat anjing itu menyerbuku, aku begitu takut.


Cheng Jinshi memijit dahinya, “semalam makan keluarga, ibu memberikan anjing itu ke Xiao Bao, mereka tidak tahu kalau kamu alergi hewan peliharaan.”


 “Tapi Song Jiamin tahu.” Suaraku gemetar tak terkendali.


Dia tahu, alergi di masa SMP itu disebabkan oleh dia, bagaimana mungkin dia tidak tahu.


Chen Jinshi terdiam, aku mendongak lihat dia, hawa dingin menyelubungi seluruh tubuhku, “kamu mau memaafkan dia lagi, benarkan?  Walaupun dia secara tidak langsung membunuh anakmu, kamu tetap bisa memaafkan dia bagai tidak terjadi apa-apa.”


Aku mengeluh menyindir, “kamu sangat baik hati… …”


Sambil berbicara, mukaku dibasahi air mata, hatiku hanya tersisa kesedihan yang tak berakhir.


Beberapa saat kemudian, dia membungkuk dan memeluk aku, penuh kasihan dan tidak tega.


 “Lepaskan aku!”


Aku berusaha melepaskan diri, tapi usahaku ini sia-sia, aku menjatuhkan kedua tangan bagai telah pasrah, membiarkan dia memelukku.

    

Bahkan nafas pun terasa sakit, “Cheng Jinshi, suruh Xiao He kemas barang-barangku, aku akan ambil setelah keluar rumah sakit.”

    

Aku tidak menyangka dia bisa sekejam ini terhadapku, dia bahkan bisa memaafkan Song Jiamin walau anaknya sudah dibunuh.

    

Semuanya hancur di detik ini, terasa hatiku menjadi hampa.


Mulai saat ini, aku dan dia, tidak ada hubungan apapun lagi.

Novel Terkait

See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu