Cintaku Pada Presdir - Bab 188 Harapan yang Dikancingkan Padaku

Kata-kata ini menyengat Ibu Su. Dia meraih garpu yang diletakkan di atas meja dan hendak menusukku dengan disertai tatapan ganas!

"Dasar wanita jalang, siapa yang memberimu keberanian untuk mengatakan putriku?!"

Walau aku telah siap siaga, tapi aku tetap saja terkejut. Tubuhku merespons secara reaktif dengan bersandar ke samping, garpu menggosok bahuku.

Hampir saja garpunya itu melukaiku.

Aku benar-benar tidak tahan dengan sikap agresifnya. Aku mengambil kesempatan dari ketidaksiapannya, mengulurkan tanganku untuk mengontrol pergelangan tangannya dan mengambil garpu dari tangannya. "Apakah kamu tidak merasa malu?!"

Dia menepuk meja dengan keras, mencibir dengan emosi, "Malu?! Apakah kamu tahu cara menulis kata malu! Jika kamu tahu malu, bagaimana mungkin kamu melahirkan anak haram ketika kamu dan Jinshi mau cerai!"

Darahku mendidih!

Aku menggenggam garpu, lalu tiba-tiba menikam telapak tangannya yang terletak di atas meja, membentak, "Diam, kamu!"

Dia sangat ketakutan sampai lupa untuk bereaksi. Pupil matanya melebar sambil melihat ke atas meja. Garpu di tanganku jatuh di antara jari-jarinya. Wajahnya memucat, "Kamu… ... kamu… ..."

"Ada apa denganku? Lanjutkan kutukanmu." Ucapku sekata demi sekata dengan marah.

Di matanya, aku mungkin adalah domba kecil yang enak digertak. Sekarang melihat aku melakukan hal seperti ini, dia terkejut.

Dia mengangkat tangannya dengan hati-hati, bahunya gemetaran, tapi dia masih tidak lupa untuk mengutuk: "Orang gila! Kamu benar-benar gila! Aku mau menelepon polisi untuk menangkapmu… ..."

"Pergi!"

Aku memelototinya dengan dingin, kata yang dikeluarkanku sedingin es.

Dia awalnya ingin berurusan denganku lagi, tetapi dia mungkin takut aku akan lepas kendali dan melakukan sesuatu di luar batas, jadi dia hanya bisa mengutuk dan pergi.

Tepat setelah dia pergi, Shen Yanting dan Su Shanshan telah selesai bicara dan berjalan kembali ke arahku.

Pada saat yang sama, pramusaji juga mulai menyajikan hidangan.

“Tampaknya saran yang kamu berikan cukup berguna.” Setelah duduk, Shen Yanting menghela nafas sambil tersenyum ringan.

Aku berpura-pura tidak terjadi apa-apa, bertanya dengan bingung, "Apa maksudmu?"

Dia mengambil pisau dan garpu, memotong steak dengan gaya elegan, "Untungnya aku mendengarkan saranmu dan tidak bekerja sama dengan Grup Su. Mereka terlalu nekat. Ketika bisnis dengan perusahaan lain tidak jadi, prinsip benar tetap dituruti. Sedangkan gagal berbisnis dengan mereka malah menyisakan akhiran saling tidak baikan."

Pencapaian skala besar Grup Su hingga hari ini seharusnya merupakan usaha Ayah Su.

Ibu Su terlalu memanjakan Su Shanshan, dia mengikutinya dalam segala hal.

Sedangkan Su Shanshan bersifat arogan dan agresif, memandang rendah orang lain.

Namun, aku hanya memikirkannya di dalam hati, tidak mengatakannya, melainkan hanya tersenyum, "Cari perusahaan lain yang lebih cocok saja."

Dia mengangguk, "Ini adalah satu-satunya cara. Jika cara ini tidak membuahkan hasil, maka Klein hanya bisa bertarung sendirian."

“Aku yakin kamu bisa melakukannya dengan baik.” Aku tidak tahan untuk mengakui kemampuannya.

Dia tersenyum tipis, "Terima kasih."

Usai makan, aku hendak kembali ke rumah sakit. Aku benar-benar tidak ingin menunda proyek ini.

Mengenai persoalan apakah kantor telah dibereskan, aku tidak peduli.

Pokoknya aku memilih untuk memosisikan kantor desain di rumah sakit hanya untuk mencari inspirasi, lingkungan kantor tidak penting.

Aku kembali ke rumah sakit, membiarkan pintu gudang setengah terbuka untuk mendengarkan gerak-gerik di Departemen Kebidanan dan Ginekologi. Aku terus melukis di atas kertas, tetapi aku tidak dapat menghasilkan satu pun lukisan yang memuaskan diriku sendiri.

Aku meremas satu demi satu kertas gambar menjadi remukan bola, membuangnya ke tempat sampah, menggaruk-garuk kepala, melempar kuas cat ke atas meja, bersandar di sandaran kursi dengan kesal.

Entah kenapa, ada banyak ide di benakku, tetapi aku tidak bisa mengungkapkannya dengan sempurna.

Tidak peduli bagaimana aku melukis, aku selalu merasa ada sesuatu yang kurang.

Aku keluar dan pergi ke balkon di ujung koridor untuk mencari udara segar.

Berada di rumah sakit ini, aku tidak merasa asing ataupun takut. Sebaliknya, berada di sini memberiku rasa tentram.

Karena ibuku meninggal di sini.

Memikirkan hal ini, sebuah pikiran tiba-tiba terlintas di benakku, peninggalan yang ditinggalkan oleh ibuku, liontin giok suet.

Sejak aku membawanya pulang, aku menyimpannya dengan hati-hati dan belum pernah mengeluarkannya untuk dipakai.

Tetapi sekarang ketika aku memikirkannya, hatiku kembali memiliki banyak keraguan.

Selain itu, entah kenapa ada semacam perasaan bahwa hal ini tidak dapat ditunda sedetik pun, seolah ada sesuatu di hati yang mendesakku.

Tanpa berpikir panjang, aku kembali ke gudang untuk mengambil tas, buru-buru pulang ke rumah dengan mobil. Dari laci lemari rias, aku menemukan kotak beludru dan mengeluarkan liontinnya.

Aku duduk di ranjang dan memperhatikan liontin tersebut dengan seksama. Pada suatu momen, inspirasi tiba-tiba membanjiri pikiranku.

Seolah itu adalah semacam harapan yang dikancingkan padaku.

Aku memasukkan kembali liontin itu ke dalam kotak, membawa kotak dan pergi ke rumah sakit.

Aku mengurung diriku di gudang, melukis desain dengan sepenuh hati, seolah-olah ada sesuatu yang membimbing aku.

Aku menggambar tiga model sekaligus. Ketiga gambar ini merupakan hasil terbaik.

Menurutku, setiap desain itu seperti perubahan berdasarkan liontin itu.

Namun kenyataanya tidak ada kesamaan antara ketiga desain itu dengan liontin.

Aku tidak tahu bagaimana mendeskripsikan perasaanku.

Aku berkonsentrasi pada detail desain lagi. Kemudian, aku meregangkan tubuh, merasa bahuku pegal dan sakit.

Saat aku melihat jam, waktu sudah mau pagi.

Ketika aku mengemasi barang-barang dan hendak pulang, tangis bayi tiba-tiba datang dari koridor. Tangisan itu sangat keras, tapi tidak berisik, melainkan memenuhi hatiku dengan kebahagiaan.

Malaikat kecil lain lahir ke dunia lagi.

Aku menyetir untuk pulang. Kota Nan adalah kota yang tidak pernah tidur. Meski masih pagi, jalanan sudah berkelap-kelip dan berpesta.

Suasana semacam ini membuat orang tidak merasa kesepian.

Ada dua malaikat kecil di rumah yang sedang menungguku pulang.

Aku pulang ke rumah, lalu mandi. Aku melihat Beibei tidur nyenyak di ranjang kecil, tertidur dengan tangan memeluk Anan.

Tanpa tidur semalaman membuatku bisa tidur nyenyak yang sudah lama tidak aku alami.

Keesokan harinya, aku bangun dengan segar. Aku memasukkan liontin ke dalam tas, mengambil desain yang aku rancang kemarin dengan hati yang tidak sabar untuk pergi ke Klein dan menemui Shen Yanting.

Saat aku tiba di perusahaan mereka, aku bertemu dengan Li Lan yang datang untuk bekerja. Dia

sekalian membawaku ke atas.

Setelah keluar dari lift, aku mengucapkan terima kasih padanya dan berjalan ke kantor Shen Yanting.

Sekretaris sedang membantu Shen Yanting membersihkan kantor. Pintu terbuka. Aku mengetuk pintu. Shen Yanting yang sedang membaca koran keuangan mendongak, agak terkejut, "Kenapa kamu di sini? Apakah kamu mengalami masalah dalam desain?"

Bibirku melengkung, tersenyum sambil berjalan masuk, "Tidak."

“Kalau begitu?” Tanyanya dengan alis terangkat.

Aku membuka tas arsip di tanganku dan mengeluarkan gambar desain, "Aku mau menunjukkan padamu beberapa gambar desain dari proyek baru."

“Begitu cepat?” Dia tidak bisa mempercayainya. Dia bangkit dari kursi dan mengambil alih arsipan desainku.

Aku mengangguk, "Aku tiba-tiba mendapat inspirasi kemarin, jadi aku menggambar tiga model sekaligus."

"Aku harus mengakui efisiensimu."

Dia tersenyum, lalu berkata kepada sekretaris: "Kamu keluar dulu dan tutup pintunya."

Setelah sekretaris keluar, dia duduk dan melihat gambar di tangannya dengan cermat. Dia membolak-balik halamannya beberapa kali. Alisnya semakin menegang.

Aku awalnya sangat percaya diri, tetapi sekarang aku merasa sedikit gugup, "Apakah ada masalah?"

Novel Terkait

Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
3 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
3 tahun yang lalu