Precious Moment - Bab 329 Kamu Jangan Salah Sangka

Bibi Yang juga adalah orang yang sudah berpengalaman, tentu saja dia tahu Tiffanny Wen malu: "Baiklah baiklah, tadi Bibi Yang tidak melihat siapapun, kalian ini, perhatikan jam istirahat, kalau sampai besok melewatkan matahari terbit, pasti akan menyesal."

Melihat bayangan Bibi Yang yang pergi, Tiffanny Wen menatap Andreas Lu dengan kesal: "Lihat apa, aku tahu aku cantik!"

Andreas Lu tersenyum, lalu menarik lagi tatapan matanya: "tidak tahu dari mana kamu mempelajari sifat tidak tahu malumu itu."

Tiffanny Wen melihat sekilas Andreas Lu, dan memutar bola matanya dengan kesal: "bukankah kamu yang mengajariku? Guru besar Lu."

Bibir Andreas Lu bergetar, ekspresinya menjadi kaku. Melihat dirinya membuat Andreas Lu terdiam, bibir Tiffanny Lu tersenyum puas, matanya pun bersinar, seperti seorang anak TK yang mendapatkan hadiah.

Andreas Lu awalnya masih ingin terus mengoda Tiffanny Wen, tetapi melihat wanita itu yang seperti ini, tidak tahu mengapa dirinya seperti mendapatkan sebuah permen, dengan tak berdaya mengelengkan kepala, dan terus menatap langit.

Andreas Lu di buat tidak berkata-kata oleh Tiffanny Wen, Tiffanny Wen merasa sangat puas, perlahan dia memutar tubuhnya, dan membuka selimut yang Bibi Yang berikan setengah dan menutupi tubuhnya, lalu menantangnya: "lagipula tubuhmu kuat, tidak takut dingin, selimut ini untukku semua."

Andreas Lu diam-diam memiringkan tatapan matanya melihat Tiffanny Wen, matanya terlihat tak berdaya, dan merasa lucu, tetapi dia tidak berkata apa-apa, dia terus menatap langit.

Tiffanny Wen merasa bosan dan memonyongkan bibirnya, apakah nona muda tidak lebih cantik dari langit?

Tetapi akhirnya diam-diam Tiffanny Wen membuka seluruh selimut tersebut, lalu memberikannya kepada Andreas Lu: "Ah, kamu juga selimuti dirimu, kalau sampai flu, nona muda masih harus menjagamu, sangat merepotkan."

Tiffanny Wen memegang selimut dan mengoyangkannya di depan Andreas Lu untuk waktu yang lama, tetapi Andreas Lu masih memandang ke langit dengan tenang, tanpa reaksi apapun.

Tidak, bukan sama sekali tidak bereaksi, Tiffanny Wen melihat senyuman di bibir Andreas Lu semakin lebar, lalu dia langsung mengerti.

Dengan mengendus dingin, Tiffanny Wen dengan kesal melempar selimut tersebut, dan tidak memperdulikan apakah menutupi tubuhnya atau tidak.

Tetapi setelah beberapa menit, Tiffanny Wen diam-diam bagun, dan menutupi tubuh Andreas Lu baik-baik.

Melihat Andreas Lu mentertawakan dirinya, Tiffanny Wen memutar bola matanya dengan kesal, dan berkata: "lihat apa? kamu kira aku ini demi kebaikanmu? Aku ini hanya takut selimut Bibi Yang menjadi kotor, nantinya tidak enak mengembalikan kepadanya."

Andreas Lu diam-diam menatap Tiffanny Wen, di matanya penuh dengan Tiffanny Wen, tidak sengaja mereka bertatapan, tetapi Tiffanny Wen menatapnya dengan kejam.

Akhirnya Andreas Lu bergerak, mengguankan satu tangannya yang masih bebas, perlahan membelai rambut Tiffanny Wen yang tadi beratnakan karena menyelimutinya dan menyelipkannya ke belakang telinganya.

"Terima kasih."

Tiba-tiba wajah Tiffanny Wen menjadi merah, diam-diam dia membalikan kepaanya, lalu terus mengunakan lengan Andreas Lu sebagai bantal dan menatap langit: "kamu jangan salah sangka."

Andreas Lu tertawa ringan, lalu tidak bergerak lagi.

Tiffanny Wen menatap langit, udara di pegunungan lebih segar dari pada di kota, tidak ada kesibukan dan keributan, yang ada hanyalah kenyamanan dan seranga-serangga yang menari di tiup angin.

Tiffanny Wen menjadi rileks, semua masalah yang menumpuk di hatinya sepertinya hilang.

Mungkin karena langit yang cerah, bintang-bintang di langit malam ini sangat cerah, dan bulan masih menggantung di langit, tetapi Tiffanny Wen merasa seolah-olah baru pertama kali melihatnya, tepatnya — pertama kali melihatnya dengan serius

Dulu dia selalu mendengar tentang bintang-bintang di langit yang berkelap-kelip dan bersinar, tapi sepertinya dia tidak melihatnya dengan cermat sama sekali.

Saat kecil dirinya sama sekali tidak ada waktu untuk bermain, mana mungkin memiliki waktu untuk memperhatikan hal tersebut, setelah dewasa, dirinya masuk kedalam dunia yang sangat sibuk, sibuk belajar, bekerja, hidup di kota yang pergerakannya begitu cepat, semua orang jarang mengangkat kepala melihat langit, manam ungkin memeperhatikan bintang-bintang yang berkelap kelip di langit?

Tiffanny Wen menatap langit yang penuh dengan bintang-bintang, hatinya pun mengikuti kelap-kelip bintang-bintang menjadi tenang.

Andreas Lu seperti merasakan sesuatu, dia membalikan kepala menatap Tiffanny Wen, lalu terlihat wanita itu berubah menjadi tenang, tidak ada gelombang pada pupil coklat muda di bawah matanya, tetapi penuh kelembutan yang dalam, seperti kolam mata air, tenang, tetapi dihiasi dengan mata air; sudut mulutnya dipenuhi dengan senyuman, tenang tetapi melankolis.

Tidak tahu mengapa, Andreas Lu seperti berilusi Tiffanny Wen akan terbang, rasanya seperti akan kehilangannya, membuat pelukan Andreas Lu di bahu Tiffanny Wen semakin kencang.

Meraskan tangan Andreas Lu yang semakin kencang memeluk dirinya, Tiffanny Wen akhirnya tersadar dari pikirannya, dengan penasaran dia membalikan kepala menatap Andreas Lu, namun terlihat samar-samar kekhawatiran di matanya, tetapi di wajahnya sama sekali tidak ada ekspresi yang berubah.

Tiffanny Wen tidak dapat menahan dirinya terkikik, tawa ini membuat Andreas Lu bingung: "ada apa? kamu tidak apa-apa kan?"

Tiffanny Wen mengunakan satu tangannya menutupi mulutnya, setelah tertawa beberapa saat, akhirnya dia kembali tenang.

Setelah menarik napas dalam-dalam beberapa kali, Tiffanny Wen menatap lautan bintang dengan tenang: "tenang saja, hanya melihat bintang, aku bisa ada masalah apa? apakah tanganmu bisa ringan sedikit? jangan memelukku dengan begitu erat, aku kan tidak akan lari."

Mendengar perkataan Tiffanny Wen, Andreas Lu menjadi canggung, tetapi dia mulai merengangkan tangannya.

Tiffanny Wen tersenyum, lalu kembali mengangkat kepala menatap langit, tetapi matanya semakin cerah, sedikitpun tidak terdapat kesedihan.

Melihat ANdreas Lu yang mulia melepaskannya, dia memutar kepalanya terus meliat bintang.

Tiffanny Wen menatap hamparan bintang di langit, tiba-tiba dia teringat sepertinya di mata Andreas Lu juga terdapat bintang.

Hamparan bintang di langit dan hamparan bintang di mata Andreas Lu mana yang lebih cantik?

Tiba-tiba, sebuah pikiran aneh muncul di kepala Tiffanny Wen, Tiffanny Wen tahu pikiran ini sedikit aneh, tetapi begitu keluar dari pikirannya tidak dapat dia tutupi lagi.

Tiffanny Wen menoleh sedikit, dengan hati-hati menatap mata Andreas Lu, tetapi dia hanya dapat melihat dari samping, sehingga Tiffanny Wen tidak dapat melihat dengan jelas bintang-bintang di mata Andreas Lu dan hanya bisa melihat Pantulan galaksi di langit.

Merasakan tatapan Tiffanny Wen, Andreas Lu menoleh dan menatapnya dengan lembut: “Ada apa?”

Akhirnya Tiffanny Wen mendapatkan keinginannya dan melihat bintang di mata Andreas Lu, tapi untuk sesaat, Mata Tiffanny Wen untuk sesaat tidak dapat berpindah, karena galaksi di bawah mata Andreas Lu lebih terang dari bintang-bintang di langit, dan berbeda dengan ketenangan di langit, suhu dan emosi di mata Andreas Lu bisa semuanya telah di atur..

Dalam sekejap, Tiffanny Wen menyadarinya di dalam hatinya, dan di ketahui oleh Andreas Lu pun tidak perlu panik: “tadi aku sedang mencari jawaban.”

Andreas Lu mengangkat alisnya dengan penuh minat. “Jawaban apa?”

Tiffanny Wen tersenyum nakal, bahkan lesung pipit yang samar di wajahnya semakin terlihat lucu: "aku sedang berpikir, bintang di langit dan bintang di matamu, sebenarnya yang mana yang lebih indah."

Mendengar perkataan Tiffanny Wen yang kekanak-kanakan dan membosankan, Andreas Lu merasa lucu, dia mengangkat kepalanya melihat hamparan bintang di langit, matanya di sipitkan, terlihat santai.

Tiffanny Wen memandang Andreas Lu dengan curiga, tidak tahu apa yang dia lakukan, dan dengan lembut menusuk Andreas Lu dengan ujung sikunya. Ada sedikit ketidaksenangan di matanya: "Hei, kamu Kenapa kamu tidak menyambung kata-kataku, apa kamu tidak penasaran dengan jawabanku? ”

Andreas Lu diam-diam menatap ke langit, sudut mulutnya malas tapi agak jahat.

"kamu tidak perlu menebak jawabannya sama sekali, pasti milikku."

Novel Terkait

Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
3 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
3 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
3 tahun yang lalu