Precious Moment - Bab 350 Pilihan Tanpa Penyesalan

Penolakan Tiffanny itu sungguh provokatif. Mata Andreas tampak sedikit memerah, dia begitu terengah-engah menatap mata Tiffanny bak binatang buas yang ingin menangkap mangsanya. Dia tampak ingin menghabisinya hingga tidak tersisa apapun.

Andreas enggan menyakiti Tiffanny, tapi saat ini dia sudah berusaha sekuat tenaga untuk menahannya. Andreas dengan lembut membungkuk, lalu mematuk daun telinga Tiffanny yang memerah, kemudian berkata dengan suaranya parau: "Aku dapat melakukannya dengan sangat lembut, bukan?"

Suara serak beratnya itu sungguh menawan, nafas berat, dan gas panas menyembur di leher belakang Tiffanny. Tubuhnya yang memang sudah panas, menjadi sangat sensitif, seperti ada arus listrik yang mengalir di dalam tubuh Tiffanny.

Andreas, memegang daun telinga Tiffanny, mulai menggerogotinya dengan kekuatan penuh. Terasa sedikit nyeri, dan ada setruman arus listrik, rasa yang tidak biasa ini membuat Tiffanny merintih dengan pelan.

Meskipun rintihan itu terdengar pelan, tapi jarak antara Andreas dan Tiffanny dapat dikatakan "sangat intim". Oleh karena itu, Andreas tentu dapat mendengarnya dengan jelas. Tubuhnya pun menjadi sedikit kaku, dia pun meningkatkan kekuatannya untuk bermain-main dengan daun telinga Tiffanny.

Merasa benda keras di perutnya itu semakin lama semakin terasa panas, dan sepertinya terus menerus membesar, Tiffanny pun berusaha keras untuk mendorong Andreas, tapi dia ditahan oleh Andreas.

Kekuatan ekstra di daun telinganya itu membuat Tiffanny tanpa sadar berteriak. Namun, begitu suara itu keluar, Tiffanny menjadi kaget, tidak mengira dirinya dapat mengeluarkan suara itu.

Akan tetapi, tepat sebelum rasa malu itu mengerogoti tubuhnya, Tiffanny merasa bahwa gerakan Andreas itu tidak apa adanya.

Wajah Tiffanny menjadi agak masam, dia ingin mencoba untuk mendorong Andreas, tetapi dia tetap gagal. Dia merasakan benda di perut Andreas itu semakin sering bergerak, wajah Tiffanny pun menjadi semakin memerah.

Pada akhirnya, Tiffanny juga tidak tahu bagaimana, setelah menekuk lututnya, dia pun menendangnya. Jika bukan karena reaksi secara tiba-tiba, lalu karena telah mengumpulkan kekuatannya tepat waktu, maka kemungkinan besar Andreas akan dikalahkan.

Namun meski begitu, Andreas juga merasa tidak nyaman, dia pun bangkit berdiri sambil menatap Tiffanny dengan tenang. Dia tahu bahwa Tiffanny tidak akan setuju dengannya. Dia terlihat agak sedih, tapi dia masih melepaskan Tiffanny, lalu perlahan-lahan menuju ke kamar mandi.

Mendengar gumaman air yang terdengar dari kamar mandi, Tiffanny duduk dengan wajah merah, pandangannya tertuju ke arah kamar mandi itu. Di dalam tatapannya itu ada arti yang sangat dalam, bibirnya dipenuhi dengan olok-olokan dan senyuman. Tiffanny bangkit, lalu merapikan rambutnya yang tampak acak-acakan, kemudian berjalan ke kamarnya.

Ketika Andreas telah menjadi lebih dingin, dia akhirnya keluar dari kamar mandi, dia mendapat sambutan dari handuk yang berwarna krem. Bau yang akrab itu memenuhi sekitar ujung hidungnya. Andreas pun terkekeh, membuka handuk itu, lalu menatap Tiffanny ada tidak jauh darinya.

Tiffanny melirik Andreas, lalu berbalik menuju ruang tamu: "Keringkanlah rambutmu."

Andreas mengangkat sudut mulutnya, menyeka rambutnya dengan handuk Tiffanny, lalu kemudian mengikuti Tiffanny menuju ruang tamu.

Ketika sedang akan melewati tikungan, Andreas melihat Tiffanny yang berdiri di dekat sofa dengan memegang pengering rambut, menatapnya dengan enggan: "Apa yang kamu lihat? Kemarilah."

Andreas meletakkan handuk itu, lalu sedikit menyipitkan matanya, tetapi senyuman di bibirnya itu semakin tampak jelas. Dia perlahan-lahan datang menghampiri, lalu duduk di sofa, tepat di depan Tiffanny.

Situasinya menjadi sangat hening, hanya terdengar suara dengungan pengering rambut itu. Meski tidak ada satu pun dari mereka yang berbicara, namun kelembutan pada mata mereka menghangatkan atmosfer di udara.

Andreas duduk diam di sofa dengan mendengar suara angin bertiup ke telinganya, dan merasakan udara hangat yang bertiup di kepalanya. Dia juga merasakan ujung jari lembut Tiffanny yang dengan perlahan menggosok kulit kepalanya. Andreas selalu benci jika dirinya disentuh oleh orang lain, namun kali ini dia menyipitkan matanya dan mulai menikmatinya.

Melihat mata Andreas yang sedikit menyipit, sudut mulutnya sedikit melengkung, dan dia terlihat seperti menikmatinya seperti seekor Husky, Tiffanny pun tidak dapat menahan tawanya.

Mendengar suara tawa Tiffanny, Andreas pun tidak tahu apa yang sedang ditertawakannya. Dia menoleh, lalu menatap Tiffanny dengan menyipitkan matanya, pancaran di sudut mulutnya tampak sedikit lebih jahat, suara beratnya itu masih terdengar sedikit serak: "Kamu sudah tidak marah padaku?"

Ekspresi menggoda seperti iblis itu, sudah biasa bagi Tiffanny. Tapi saat ini, dia sudah malas menanggapi godaan itu. Saat ini gaya rambut pria itu tampak acak-acakan, berbeda dengan gayanya yang berpakaian rapi seperti biasanya. Saat ini dia tampak mengantuk. Dasinya terbuka di pundaknya, dan kancingnya juga terlepas, memperlihatkan garis otot yang indah di dalamnya, tangannya bersandar di belakang sofa. Dia menoleh, lalu melihat Tiffanny. Di bawah pancaran cahaya, sudut wajahnya terlihat begitu jelas. Pupilnya sedikit terangkat di bawah patahan-patahan rambutnya. Andreas dengan diam-diam menatapnya, dengan tatapan yang dipenui ejekan.

Sejujurnya, saat ini Andreas telah membuat Tiffanny tersentuh. Dia melihatnya selama beberapa detik. Kemudian dia mengalihkan pandangannya dari matanya dengan telinga merah dan ekspresi dingin di wajahnya: "Untuk apa aku marah padamu?"

Melihat keangkuhan Tiffanny yang tampak begitu jelas, Andreas pun terkekeh, menoleh ke belakang, diam-diam menatap pantulan wajah lembut Tiffanny di layar TV, berkata: "Apakah kamu menjawabnya dengan serius?"

Ketika Tiffanny mendengus, jantung Andreas berdetak kencang, lalu wanita itu berkata: "Sejak kapan aku membuat lelucon?"

Andreas tercengang selama beberapa detik, dia merasa begitu terkejut tekejut, ada kegembiraan di dalam hatinya, bahkan suara Andreas terdengar sedikit bergetar: "Jadi maksudmu ialah kamu mau menjadi wanitaku?"

Sambil mendengus, Tiffanny mematikan pengering rambut yang ada di tangannya itu, lalu membungkuk ke satu sisi, kemudian dengan perlahan-lahan menyisir rambut Andreas dengan sisir.

"Memangnya apalagi yang aku maksud? Tapi aku bukan wanita mu. Aku hanya setuju untuk menjadi pacarmu."

Melihat ekspresi lucu Andreas, Tiffanny pun dengan merasa puas menganggukkan kepalanya. Andreas pun dengan tiba-tiba bangkit berdiri, berbalik, lalu memeluk pinggang Tiffanny: "Karena kamu telah membuat pilihan, maka tidak ada kesempatan untuk menyesal."

Tiffanny pun merasa terkejut, kemudian dengan memunculkan wajah yang sombong dia berkata: "Ya sudah memutuskannya, dan tidak akan menyesalinya."

Usai berkata, Tiffanny meletakkan jari telunjuknya di dahi Andreas, lalu tatapannya dipenuhi dengan peringatan: "Namun, kamu tidak boleh memiliki hubungan yang tidak jelas dengan wanita lain."

Andreas pun tersenyum, lalu mencium kening Tiffanny: "Jangan khawatir. Di dalam hatiku, hanya ada dirimu seorang. Sedangkan dengan wanita lain aku hanya memiliki hubungan kerja sama."

"Kamu bersumpah?"

"Aku bersumpah."

Sambil tertawa, Tiffanny mendorong Andreas, lalu berjalan menuju ke kamarnya: "Sekarang sudah larut, kamu sebaiknya pulang."

Andreas perlahan-lahan mengikuti Tiffanny yang berjalan menuju ke kamarnya, lalu memeluknya dari belakang: "Untuk apa kembali? aku juga dapat tinggal di sini."

Tiffanny memberikan tatapan dingin, lalu melepaskan genggaman Andreas: "Kalau begitu kamu dapat tidur di sofa."

Andreas masih serakah: "Malam ini sangat begitu dingin, bukankah kamu bilang bahwa aku seperti kompor? Aku dapat mencegahmu agar tidak masuk angin."

"Andreas."

"Ya?"

"Mengapa kamu bisa menjadi tidak tahu malu?"

"Karena dengan begini aku baru bisa mendapatkanmu."

"Huh."

Novel Terkait

Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
5 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
5 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
5 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
5 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
5 tahun yang lalu