Precious Moment - Bab 198 Cucu menantu lebih baik dari dirimu

“Hahaha, Bibir gadis kecil ini manis seperti madu, manis sekali”.

Semakin Nenek memandang Tiffanny Wen, dia merasa semakin senang, kemudian perlahan-lahan mengangkat tangannya dan mencubit pipinya, sampai matanya sipit.

“Tetapi, jika Nenek ingin menggendong cucu, semua itu tergantung pada usaha kalian”.

Tiffanny Wen melihat Nenek yang sedang mandanginya, dia bahkan bukanlah anak kecil lagi, dengan sendirinya dia dapat mengerti maksud dari perkataan Nenek, dalam sekejam wajahnya memerah.

TIffanny Wen memliki kesan baik tentang Nenek, TIffanny Wen merasakan apa yang dirasakan oleh Nenek atas meninggalnya Kakek, meskipun dengan latar belakang yang berbeda, tapi Tiffanny Wen sebenarnya merasakan kehangatan yang sama.

Melihat Nenek yang begitu gembira, tetapi hati Tiffanny Wen merasa sangat bersalah, karena dia berpikir kalau dia hanya berakting saja dengan Andreas Lu, telah mengecewakan harapan Nenek.

Dan juga Tiffanny Wen yang hanya menundukkan kepalanya, dengan lembut berkata: “Nenek...”.

Maaf...

Karena Tiffanny Wen saat itu menundukkan kepalanya, maka Nenek sama sekali tidak bisa melihat penyesalan yang ada di matanya. Kemudian Nenek melihatnya kembali, Tiffanny Wen tampak malu yang seperi biasanya.

Nenek tersenyum: “Hahaha, jangan malu Gadis kecil, hal semacam ini cepat atau lambat pasti akan terjadi”.

Tiffanny Wen tahu bahwa Nenek telah salah paham, dan mengangkat kepalanya dengan cepat, menjelaskan: “Nenek, ini tidak seperti apa yang kamu pikirkan”.

Namun, rona merah pada wajah Tiffanny Wen belum juga pudar, di mata Nenek sepertinya Tiffanny Wen adalah orang yang pemalu.

Melihat tatapan Nenek yang merasa “Tidak apa-apa, aku tahu segalanya”, Tiffanny Wen saat itu juga merasa semakin malu, lebih tepatnya itu sangat memalukan.

Andreas Lu diam-diam dari samping melihat interaksi antara Tiffanny Wen dengan Nenek, pandangannya selalu melihat Tiffanny Wen, melihat matanya dengan seksama, mendari bahwa mata Tiffanny Wen yang lembut itu menjadi semakin menebal.

Melihat Tiffanny Wen menundukkan kepalanya dengan wajah yang Merah, matanya penuh dengan rasa bersalah terhadap Nenek, Andreas Lu tidak bisa menahan tawanya kemudian mengeluarkan suara tertawa.

Kemudian Andreas Lu mengelus-ngelus kepala Tiffanny Wen dengan tangannya, membelainya dengan sangat lembut, merasa seperti ada sentuhan kasar dari tangan Andreas Gu, senyuman di sudut bibirnya terlihat semakin menakutkan, berharap jangan sampai ada maksud lain.

“Jangan Khawatir Sayangku, sama seperti apa yang dikatakan oleh Nenek, cepat atau lambat hal itu akan terjadi”.

Cepat atau lambat, kamu akan menjadi miliku.

Tiffanny Wen bahkan tidak mengetahui apa yang dipikirkan oleh Andreas Lu, kemudian merasakan kembali belaian rambut yang lembut dari tangannya, Tiffanny Wen merasa tenang kembali.

Mendengar perkataan Andreas Lu, Tiffanny Wen berpikir Andreas Lu sedang mengejek dirinya sendiri, kemudian dengan sinis dia melototi Andreas Lu, dan menyipitkan matanya, kemudian Andreas Lu memperlihatkan senyuman meronanya

Tiffanny Wen melihat senyuman Andreas Lu, merasa benar-benar ingin memukulnya, namun sayangnya tidak bisa berbuat apa-apa, Tiffanny Wen hanya dapat mengertakkan giginya, dan tidak melakukan tindakan apapun.

Semua adegan kemesraan itu telah dilihat oleh Nenek, meskipun terlihat Andreas Lu menyembunyikan kehangatannya, tapi Nenek yang telah melihatnya dari kecil hingga tumbuh besar, dapat dikatakan sudah sangat mengenal Andreas Lu.

Melihat meraka yang sangat “Romantis” Nenek merasa lega, awalnya Nenek mengira Andreas Lu akan membawa Melody Su, tapi ternyata adalah Tiffanny Wen, tetapi kasih sayang yang mendalam di mata Andreas Lu sekarang bukanlah sembarangan.

Nenek tersenyum dan mengeluarkan gelang giok dari bawah meja teh, dengan perlahan memasukkannya ke tangan Tiffanny Wen.

“Gadis muda, pertama kali bertemu, tidak punya barang-barang bagus untuk memberikannya kepada kamu, gelang giok ini, anggap sebagai hadiah pertemuan kita”.

Tiffanny Wen merasakan sentuhan dingin dari tangannya, terkejut melihat gelang giok yang bersinar-sinar, berwarna putih, berbentuk bulat, dan berkilau.

Meskipun Tiffanny Wen tidak mengerti, tetapi cahayanya yang berkilauan, gelang yang begitu indah, dan kehangatan yang dirasakan saat memasukkannya ke pergelangan tangan, Tiffanny Wen tahu bahwa gelang giok ini mahal, ingin menolaknya tetapi sudah terlambat.

“Nenek, apa yang sedang kamu lakukan? Di pesta ulang tahunmu, Tiffanny Wen tidak mempersiapkan kado untuk kamu, bagaimana mungkin aku dapat menerima pemberianmu?”.

Nenek tertawa acuh tak acuh: “Andreas Lu, bantu aku sebentar”.

Usai berbicara, Nenek memegang tangan Tiffanny Wen dan gelang giok tersebut.

“Gadis kecil, Nenek sudah katakan, kamu adalah kado terbaik yang diberikan oleh Andreas Lu, tidak perlu terburu-buru memikirkan masalah kado Nenek, tunggu sampai Nenek berumur 80 tahun, di saat pesta ulang tahun terbesar yang ke 90, kamu bawakan beberapa kado untuk Nenek, tentu saja, yang terbaik adalah kembali dengan membawa cucu”.

Tiffanny Wen menarik kembalik tangannya, melihat gelang giok di pergelangan tangannya, ingin melepasnya dan mengembalikannya kepada Nenek, kemudian ditahan oleh tangan besar Andreas Lu, dan menahannya.

“Baiklah sayangku, jangan keras kepala, kebaikan Nenek, di hari bahagia ini bukankah tidak baik jika mengecewakannya?”.

Tiffanny Wen berpikir dengan baik-baik, tampaknya apa yang dikatakan oleh Andreas Lu tidak salah, tapi jika menerimanya begitu saja, hati Tiffanny Wen merasa gelisah, dan setelah dipikir-pikir Tiffanny Wen berniat untuk mengembalikannya kepada Andreas Lu, dan kemudian menerima pemberian tersebut.

Tiffanny Wen memandang Nenek, dengan wajah sedikit tak berdaya: “Terima Kasih Nenek”.

Nenek tersenyum kemudian menepuk-nepuk tangan Tiffanny Wen, melihat ke arah Andreas Lu, dan kembali mengalihkan pandangannya ke Tiffanny Wen.

“Gadis kecil, jika nanti Andreas Lu memperlakukanmu dengan buruk, katakan saja kepada Nenek, jika Nenek terlalu jauh, kamu bisa mengatakannya keapda kakak perempuannya”.

“Oh ya! Gadis kecil, apakah kamu pernah bertemu Kakak Stella Lu?”

“Iya, Kakak Stella Lu menjagaku dengan sangat baik”.

“Hahaha, baiklah kalau begitu, kamu bisa mencarinya dikemudian hari. Dahulu Andreas Lu tidak takut kepada siapapun, dan satu hal yang paling dia takuti adalah Kakaknya”.

“Gadis kecil, biar aku beritahu kepadamu, saat Andreas Lu masih kecil, benar-benar sangat anak yang lincah, makanya saya memanggilnya dengan panggilan Husky, dahulu di saat pertama kali Kakak Stella Lu memanggilnya Husky, bocah ini akan mengejar orang-orang di halaman selama beberapa putaran”.

“Hahaha, jadi sekarang apakah Kakak Stella Lu tidak berani memanggilnya lagi karena tidak bisa mengalahkannya?”. Tiffanny Wen akhirnya tahu mengapa Andreas Lu mengatakan bahwa sekarang hanya ada satu orang yang berani memanggil Andreas Lu seperti itu.

Disisi lain Andreas Lu merasa kesal dan entah mengapa dia menunjuk pada dirinya sendiri, wajahnya tidak karuan dan kesal.

Mengapa sekarang mereka sangat menyukai membahas tentang kejelekan masa lalu, dan membahas masa lalunya sendiri, baik tentang Andreas Lu juga tetang Nenek.

Melihat Nenek yang masih terlihat penasaran, Andreas Lu takut kalau Nenek akan membahas tentang celananya, langsung berkata: “Nenek, waktunya sudah hampir tiba, kamu sudha harus menghadiri pestanya”.

Lalu Nenek dengan sendirinya tahu bahwa Andreas Lu ingin mengakhiri topik pembicaraan, dan juga memutuskan, “Hahaha, baik baik baik, aku mendengarkanmu Andreas Lu”.

Usai berbicara, Nenek berdiri bergemetar dengan tongkatnya, Andreas Lu dan Tiffanny Wen melangkah maju dan membantu Nenek, namun Andreas Lu memiliki kaki yang panjang, beberapa langkah saja sudah sampai di sebelah Nenek.

Andreas Lu mengulurkan tangannya untuk memegang Nenek, tapi Nenek merasa malu dan menolaknya, Nenek mendorong Andreas Lu dengan perlahan, tampak wajah Nenek yang kesal: “Pergi pergi, siapa yang ingin kamu unuk membantuku?”.

Nenek terlambat untuk menolak uluran tangan Tiffanny Wen, dan menatap Andreas Lu: “Aku ada sudah ada menantu perempuan, bantuan menantuku jauh lebih baik dari pada kamu”.

Tiffanny Wen melihat ekspresi Andreas Lu yang dipermalukan, rasa ingin tertawa yang tak tertahankan.

Melangkah maju untuk membantu memegang tangan nenek, dan berjalan perlahan ke pintu.

Andreas Lu dari belekang badan Nenek diam-diam menaikkan alisnya beberapa kali, merasa sedikit canggung, tapi tidak marah sama sekali, melihat Nenek dan Tiffanny Wen berbicara dan tertawa di depannya, terlihat sangat harmonis.

Andreas Lu tersenyum lembut, bahkan dirinya sendiri tidak dapat merasakan perasaan itu.

Ketika Andreas Lu terkesima, Nenek dapat merasakan apa yang dirasakan Andreas Lu, berhenti melangkah dan bertanya kepada Andreas Lu: “Ada apa? Apakah kamu cemburu dengan menantuku? Mengapa memendamnya dalam hati? Di kantong pakaian Nenek ada permen, apakah kamu mau?”.

Mendengar perkataan Nenek, Tiffanny Wen ingin mempermainkannya, tapi dia takut dengan dendam Andreas Lu, menahan rasa tawanya, dikarenakan perkataan menantu membuatnya merasa malu dan wajahnya memerah, dan bahkan menjadi lebih merah, tanpa adanya perdebatan.

Andreas Lu menaikkan alisnya beberapa kali, memasukkan tangannya kedalam saku, dan berjalan mengejar mereka, berkata: “Tiffanny Wen mungkin telah menambahkan cabai ke permen Nenek”.

Tiffanny Wen tampak aneh dengan senyuman Andreas Lu dan Nenek.

Novel Terkait

1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
4 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
3 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
3 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu