Precious Moment - Bab 86 Nyawamu sungguh besar

Tidak lama setelah Dave Gu pergi, lampu di ruang gawat darurat mati.

Andreas Lu diam-diam berjalan menuju pintu, menunggu dengan sedikit tidak sabar.

Tidak lama, pintu terbuka, Andreas maju ke depan menanyakan situasi.

Dokter melepaskan maskernya dan menyimpannya ke dalam saku bajunya, lalu mengambil tabel kondisi pasien untuk dilihat.

Andreas benar-benar sudah tidak sabar menghadapi dokter ini, bibirnya berkedut.

Pas saat Andreas sudah merasa ingin memukul orang, dokter akhirnya pelan-pelan membuka mulutnya. “Tenanglah, dia tidak apa-apa, alasan utama pasien pingsan adalah karena mengalami guncangan besar, bagian kepalanya juga terbentur, ditambah lagi ketabrak mobil, mengalami serangan dari luar, juga terkejut, dalam waktu singkat otak tidak mampu bereaksi, jadi berakibat pingsan.”

Hati Andreas sedikit tenang setelah mendengar kata-kata dokter, tetapi dokter lalu berhenti sejenak, membuat Andreas seperti dihantam bom.

“Dari segi mentalnya setelah beberapa hari akan sembuh, yang berat adalah tangannya, kukunya mencuat keluar semua, telapak tangan tergores parah, juga ada banyak pasir yang masuk ke dalam luka, bisa mengakibatkan infeksi, dan tidak pasti apakah melukai saraf perifer ataupun tendon, semua itu hanya bisa didiagnosis setelah sembuh. Oleh sebab itu harus dijaga baik-baik, kalau hasil penyembuhan tidak sesuai harapan, kemungkinan untuk ke depannya dia tidak akan bisa memegang pensil lagi.”

“Kemungkinan ke depannya, tidak akan bisa memegang pensil.” Kata-kata itu, seperti petir yang menyambar Andreas.

Andreas menelan ludah pahit, berkata dengan susah payah “Kondisi yang terakhir, berapa persen kemungkinannya?”

“Dilihat dari kondisi saat ini, kemungkinannya 10%, karena luka di tangannya terlalu banyak, simpang siur dan rumit, kami tidak bisa menyelusuri satu per satu apakah ada luka dalam, kondisi dia ini jelas-jelas dikarenakan mengorek tanah, asalkan kita tahu dengan jelas apakah yang dia korek itu ada serpihan kaca atau apapun itu, kalau tidak ada, maka kalian bisa menghilangkan kemungkinan terakhir.”

Andreas yang mengetahui bahwa keadaan masih ada kemungkinan membaik, tanpa sadar menghela nafas, alisnya turun perlahan.

Ketika Tiffanny Wen sadar keadaan sekitar dirinya hanyalah putih, dia mulai berusaha keras mengingat kembali momen terakhir yang muncul di ingatannya, sebuah mobil yang semakin lama kelihatan semakin besar, Tiffanny langsung bisa menebak bahwa dirinya sudah masuk rumah sakit, sambil tercengang menatap langit-langit.

“Aku masih hidup?”

“Tentu saja kamu masih hidup.”

Mendengar suara yang berat dan menarik di samping telinganya, Tiffany menolehkan kepalanya dengan kaget.

Tatapannya tertuju pada Andreas yang mengerutkan alis dengan wajah tidak senang penuh dengan pandangan menyalahkan.

Walaupun Tiffany dipandangi dengan pandangan yang menyalahkan dirinya, tetapi hatinya sedikit terharu, bagaimanapun ini juga termasuk sebagai salah satu bentuk perhatian.

“Coba kamu pikir, kamu gak ada kerjaan, ngapain belajar kelinci menggali lubang, apa kamu tidak takut mengorek silet ataupun serpihan kaca, kamu masih ingat kamu mencari nafkah dengan apa?”

Tiffanny mengangkat tangannya, melihat sepasang tangannya yang dibungkus seperti mumi, dicobanya menggerakkan jarinya, kontan dirasakannya rasa sakit yang menusuk.

“Tidak mungkin, tanah di tempat itu masih bagus, selain ada beberapa batu kecil, tidak ada yang lain lagi.”

Setelah mendengarnya, kekhawatiran Andreas langsung menghilang, tersenyum jahat, sambil memegang pergelangan tangan Tiffanny yang tidak terluka, ditatapnya Tiffanny lekat-lekat.

“Ingat, tanganmu yang sekarang bukan lagi hanya milikmu sendiri, mereka juga milik Louise Group, makanya kamu harus menjaganya baik-baik. Lain kali kalau masih berani membuat mereka terluka, aku akan menghukummu.”

Selesai berbicara, Andreas pelan-pelan mencium telapak tangan yang dibalut kain kasa itu, pelan-pelan mengangkat matanya, menatap Tiffany dengan tatapan jahat penuh pesona.

Muka Tiffany langsung memerah, cepat-cepat menarik tangannya kembali.

“Huh, barang aku, selamanya hanya milikku.”

Mendengar hal itu, muka Andreas semakin jahat memikat, badannya langsung bangun menekan Tiffanny, satu tangannya ditopang di atas bantal, satunya lagi dimasukkan ke saku celananya, badannya dibungkukkan sambil memandang lekat-lekat Tiffanny, “Tetapi kamu sudah milikku, berarti barang kamu dengan sendirinya adalah barangku juga?”

Dengan muka merah Tiffanny spontan ingin mendorong Andreas menjauh, tetapi baru tersentuh saja tanpa menggunakan tenaga yang berarti, langsung terasa sakit yang amat sangat. Rasa sakit yang tidak terduga itu, membuat mata Tiffanny langsung memerah.

Melihat mata Tiffanny yang memerah karena sakit, muka Andreas langsung mengkerut, tidak lagi berkeinginan untuk memperolok dia lebih lanjut lagi. Dia mundur beberapa langkah, duduk di atas bangku.

“Aku mau keluar dari rumah sakit.”

Tiffany melongo menatap langit-langit, tiba-tiba mengucapkan kata-kata itu.

Andreas mengoloknya: “Dengan keadaan kamu seperti ini masih mau keluar rumah sakit, memangnya kamu bisa buka pintu, bisa memegang tas? Aku anjurkan kamu sebaiknya hilangkan pikiran itu, dengan keadaan kamu sekarang ini, untuk memakai baju saja susah.”

Mendengar hal itu, walaupun Tiffanny tahu bahwa kata-kata Andreas adalah kenyataan, tetapi dia tetap dengan penuh kekesalan sambil menyelimuti diri, memunggungi Andreas “Aku mau tidur, jangan ganggu aku lagi, selamat malam!”

Andreas menggelengkan kepalanya tanpa daya, tentu saja dia tahu bahwa Tiffanny hanya sedang kesal, tetapi ketika dilihatnya jam yang memang sudah malam, apalagi dirinya juga masih ada hal lain yang harus diurus, dia langsung berdiri dan berjalan menuju pintu, sebelum pergi berkata dulu kepada Tiffanny “Dengan keadaan kamu sekarang aku perkirakan untuk mengurus diri sendiri saja susah, besok aku akan menemui Dave, memintanya untuk mencarikan perawat untukmu, untuk menjaga kamu selama beberapa hari.”

Setelah selesai berbicara langsung pergi.

Hari Kedua

Tania Qin dan Jessica Qin yang mendengar berita langsung bersama-sama datang ke rumah sakit.

Begitu masuk, Tania melihat dahi dan tangan Tiffanny yang dibalut perban, tetapi bagian lain sepertinya tidak ada masalah besar.

Terbesit juga rasa kasihan di hatinya, berkata dengan penuh ejekan kepada Tiffanny: “Nyawamu sungguh besar, ditabrak mobil saja masih tidak mati.”

Semenjak mereka masuk, api amarah sudah mulai membara di mata Tiffanny, pandangan matanya yang dingin tertuju langsung kepada Tania, badannya bergetar hebat, dengan menggebu-gebu Tiffanny bertanya: “Mengapa kamu memindahkan guci abu kremasi Ibu!”

Tania menyilangkan tangannya, menatap Tiffanny dengan dingin, tersenyum mengejek “Siapa suruh kamu selalu melawan kami? Kalau saja kamu mau nurut dan mendengar kami, tentu tidak perlu repot begini. Kamu juga tidak perlu terbaring menyedihkan seperti sekarang ini di rumah sakit.”

Tiffanny yang sudah dibuat marah, memberontak ingin turun dari ranjang, tetapi apa boleh buat Jessica langsung menahan sepasang lutunya, membuat Tiffanny yang saat ini memang sedang lemah tidak bisa bergerak sedikit pun.

Tetapi Tiffanny yang sedang di ambang kemarahan mana mungkin menyerah begitu saja.

Tangan kiri Tiffany langsung melayang ke arah muka Jessica.

Tangan Tania dengan cepat memegang tangan Tiffanny yang mengayun, Tania dengan sengaja memegang bagian tangan Tiffanny yang terluka, semakin lama semakin kencang, sampai warna merah tua merembes keluar dari kain yang putih itu, pelan-pelan semakin luas.

Rasa sakit yang amat membuat bibir Tiffanny memucat, tetapi dia tetap menatap Tania dengan tegas, ekspresi wajahnya yang dingin tidak berubah sedikitpun.

Melihat sorot mata Tania yang melecehkan, api kemarahan semakin berkobar di hati Tiffanny. Tangan kiri Tiffanny dikuasai oleh Tania, tangan kanannya dengan tenaga yang tersisa, berdesing melayang ke muka Tania.

Kali ini Tania langsung melayangkan punggung tangannya balas menampar Tiffanny, tenaganya yang besar membuat kepala Tiffanny langsung membentur papan penghalang ranjang pengobatan.

Tiffanny hanya merasa pandangannya tiba-tiba gelap, lalu pingsan kembali.

Novel Terkait

Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
3 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
3 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu