Precious Moment - Bab 365 Membunuh Dua Ekor Burung Dengan Satu Batu

Di dalam mobil, Tiffanny duduk di samping kursi pegemudi. Gaun basahnya telah diganti, dia hanya mengenakan jaketnya yang masih kering, dan dia juga mengenakan mantel kering Andreas. Meski begitu, Tiffanny masih merasa kedinginan.

Andreas pun juga mengganti pakaiannya. Mantelnya itu diberikan kepada Tiffanny. Saat ini dia hanya memakai kemeja, tetapi tidak mengenakan dasinya, dia juga mengancingkan kemejanya itu secara berantakan.

Dia mengemudikan mobil dengan wajah dingin. Melihat bahwa Tiffanny tampak gemetar, dia pun menutup jendela, lalu menyalakan penghangat.

Tentu saja, Tiffanny tahu apa yang telah dilakukan Andreas. Meski dia masih merasa kedinginan, namun dia merasa tersentuh.

Tiffanny perlahan-lahan memindahkan mantel Andreas, dia pun mencium Parfum Cologne yang akrab itu, lalu Tiffanny diam-diam menatap wajah kaku Andreas, tetapi di dalam matanya ada kecemasan.

Dari sudut pandang Tiffanny, karena Andreas tidak mengancingkan kemejanya dengan rapi, dia dapat melihat garis tulang selangka pria itu yang tampak indah, lalu garis leher yang tampak tegas, entah mengapa itu semua membuat Tiffanny tergoda. Terlebih lagi, wajah datar Andreas yang seperti es, lalu rambut yang seperti landak, pria itu tampak memiliki pesona yang keren.

Secara perlahan-lahan Tiffanny memalingkan pandangannya, mencegah agar Andreas tidak sadar bahwa dirinya sedang menatapnya, dan kemudian dia juga tidak mau Andreas meledeknya.

Namun, dengan caranya yang mengintip secara blak-blakan, ditambah lagi dia tidak malu-malu menatapnya, maka mana mungkin Andreas tidak mengetahuinya? Itu hanya karena Andreas sedang dalam mood yang buruk, sehingga dia tidak tertarik untuk menggoda Tiffanny, jadi dia berpura-pura tidak melihatnya.

Tiffanny pun menghela napas lega, mengetahui Andreas yang tampak tidak menyadarinya, kemudian dengan penuh martabat Tiffanny berkata: "Itu sangat jelas bahwa bukanlah Caterina yang mendorongku."

Andreas melirik Tiffanny dengan sedikit cemberut, lalu ada beberapa keraguan di matanya: "Mengapa?"

Meski penghangat itu membuat kepala Tiffanny merasa sedikit panas, namun dia masih merasa sedikit kedinginan. Setelah membungkus tubuhnya erat-erat dengan mantel Andreas, dia membuka mulutnya dengan santai, berkata: "Karena posisinya tidak tepat."

"Meskipun benar bahwa posisi Caterina berada di belakang kita pada saat itu, tapi berdasarkan jarak dia berada, jika memang dialah orang ingin mendorongku, maka dia akan mendorong punggungku, bukan pinggangku."

Andreas menatap Tiffanny tanpa ekspresi. Dia tidak mengerti bagaimana Tiffanny dapat membuat kesimpulan seperti ini. Namun, dia tidak menyela Tiffanny, tetapi terus mendengarkan dalam keheningan.

Tiffanny tentu dapat merasakan tatapan Andreas, terus memberitahu hasil analisinya tanpa menunda: "Karena pada saat itu jarak Caterina dari kita juga tidak begitu jauh, jadi dia pasti akan mendorong punggungku jika memang ingin mendorongku. Tetapi pada saat itu, aku sangat jelas merasakan kekuatan besar di pinggangku. Ketika menoleh, aku hanya melihat wajah kosong dan tangan yang sudah terlambat untuk diraih."

“Jadi dapat kusimpulkan bahwa dia sedang mencoba menyapamu, namun tiba-tiba ada seseorang yang datang dari belakang, yang kemudian mendorongku dari posisi di belakangnya, lalu kabur. Tapi karena tangannya tidak cukup panjang, jadi orang itu membungkuk, lalu mendorong pinggangku. Jadi kesimpulannya adalah, aku rasa itu sangat jelas bahwa ada seseorang yang ingin menyakitiku, lalu pada saat yang sama dia juga mencoba untuk menjebak Caterina."

Andreas tentu tidak bodoh, jika dia tidak memahaminya setelah mendengar Tiffanny menyebutkan hal ini, maka itu sangat tidak masuk akal.

Andreas mengerutkan alisnya, tatapannya itu tampak semakin dalam: "Membunuh dua burung dengan satu batu, itu adalah rencana yang sangat cerdik."

Meskipun Andreas tidak tahu mengapa Melody dapat begitu terobsesi dengannya, namun sejak kecil dia tidak begitu menyukainya. Sebagai seorang Nona Besar, jika ada sesuatu yang dia yang sukai, maka dia akan memikirkan segala cara untuk mendapatkannya. Saat masih kecil, dia dan Stella pernah memperebutkan sebuah boneka. Keduanya pun tak mau saling mengalah. Pada akhirnya Melody mengambil gunting lalu memotong boneka tersebut. Pada akhirnya, si penjahat lah yang akan membuat tuduhan palsu terlebih dahulu.

Namun, karena pada saat itu penampilan Melody tampak sangat imut, jadi Violet pun memihaknya, lalu memberi celotehan kepada Stella. Meskipun saat itu, Andreas hanya membenci penampilannya yang sok, dan tidak terlalu memikirkan hal lainnya. Namun pada saat ini, ketika mengingatnya Andreas pun tidak bisa untuk tidak merasa bahwa Melody adalah orang yang sangat mengerikan.

Dia akan menggunakan segala cara untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Jika tidak bisa mendapatkannya, maka dia pun tidak akan membiarkan orang lain mendapatkannya.

Kerutan pada alis Andreas terlihat semakin dalam, lalu tampak soalah ada cahaya di mata dinginnya: Wanita memang adalah orang yang paling beracun. Ucapan Tiffanny memang benar.

Jika tidak mendapatkannya, maka akan segera menghancurkannya. Sebenarnya dirinya tidak takut padanya, namun berdasarkan apa yang telah terjadi sebelumnya, sepertinya targetnya itu adalah Tiffanny...

Andreas menoleh dan menatap Tiffanny yang duduk di sampingnya tampak mengantuk. Di dalam matanya ada kekhawatiran: Sepertinya dia masih harus memperhatikannya. Benar-benar tidak mudah bagi Melody untuk menyerah.

Tiffanny pun memberi senyuman, setelah melihat Andreas memandang dirinya: "Jangan khawatir, aku mengerti. Aku akan lebih berhati-hati dan tidak pernah pergi jauh dari jangkauan mu. Bagaimanapun juga, aku tidak dapat memprediksi taktiknya itu."

Andreas menatap Tiffanny, wajahnya sedikit melembut: "Sebaiknya kamu mengingat apa yang telah kamu katakan."

Tiffanny mesedikit nyipitkan matanya, lalu mengangguk: "Ya, aku pasti mengingatnya. Aku tidak akan pernah pergi berlarian dengan sengaja. Kamu dapat merasa tenang."

Usai berkata, Tiffanny mengusap matanya, lalu dengan perlahan bersandar ke pintu yang ada di samping, dia merasa sangat mengantuk: "Aku benar-benar mengantuk. Aku tidak bisa menahannya lagi. Aku ingin tidur sebentar, bangunkanlah aku jika sudah sampai..."

Dengan begitu, Tiffanny pun tertidur dengan tenang.

Andreas menganggukkan kepalanya, dia pun juga merasa bahwa Tiffanny mungkin sudah kelelahan, jadi tidak terlalu banyak berpikir. Dia hanya menatapnya, lalu secara perlahan-lahan mengecilkan penghangat itu.

Namun tak lama kemudian, Andreas merasakan ada yang tidak beres, karena walaupun penghangat itu masih menyala, namun rona di wajah Tiffanny masih tampak sedikit tidak normal. Alisnya pun juga sedikit berkerut, itu jelas menjelaskan bahwa dia merasa sangat tidak nyaman.

Andreas segera menyalakan lampu, lalu memarkirkan mobilnya di pinggir jalan, mengulurkan tangan, menyentuh dahi Tiffanny. Dalam sekejap, wajahnya berubah, alisnya berkerut kening, matanya dipenuhi kecemasan.

“Tubuhnya ini memang terlalu lemah, jelas-jelas sudah ditangani dengan cepat, namun dia masih mengalami demam. Tubuhnya sungguh panas sekali, bagaimana jika panasnya sangat tinggi?”

Walaupun Andreas mengeluarkan celotehan, namun Andreas tak berhenti bertindak. Dia berbalik dengan tergesa-gesa, lalu segera menuju ke rumah sakit terdekat...

Di sisi lain, tak lama setelah Andreas dan Tiffanny pergi, kerumunan itu menarik perhatian Violet dan Jason. Karena pesta akan dimulai, maka Marco pergi untuk mempersiapkan pestanya, lalu Violet pun bersama dengan Jason ingin mencari anak-anaknya. Begitu dia keluar, dia melihat banyak orang di sekitar kolam.

Karena merasa penasaran, Violet pun menarik lengan Jason, menghampiri lokasi itu. Begitu dia semakin dekat, dia melihat Stella sedang berdebat dengan seseorang.

Violet tahu bahwa putrinya memang keras kepala, namun dia tidak akan pernah melakukan hal-hal tidak sopan seperti itu di tempat seperti ini, jadi dia pun menghampirinya.

Namun, setelah melihat orang yang berdebat dengan Stella, wajah Violet menjadi sedikit muram. Dia menatap Caterina dengan dingin, lalu secara langsung mengabaikannya. Dia pun menghampiri Stella, menyodokkan tangannya di dahinya, lalu memarahinya: “Lihatlah kamu terlihat seperti apa? Sebagai seorang gadis seharusnya kamu memiliki harga diri untuk menahan diri.”

Usai berkata, Violet meraih tangan Stella, kemudian berjalan ke samping. Stella pun mencoba untuk membantahnya, namun itu digagalkan oleh tatapan Violet.

Sehingga pada akhirnya, Stella harus pamit, kemudian pergi bersama dengan ibunya.

Caterina yang berdiri di tempat hanya dapat merasa bingung. Meskipun Stella akhirnya pergi, dia tidak merasa tenang sama sekali. Sebaliknya, dia merasa ada gunung yang menekan hatinya, membuatnya terengah-engah.

Meskipun Violet baru saja berbicara dengan Stella, namun Caterina dapat merasa bahwa dia sedang menuduhnya. Bahkan dalam pandangan terakhir, Caterina merasa bahwa Violet benar-benar sedang menatapnya.

Rasa dingin di wajahnya yang dia rasakan sama sekali tidak salah...

Novel Terkait

Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
3 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
4 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
4 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu