Precious Moment - Bab 344 Nafsu Membara

Ketika akhirnya Andreas Lu membuka kamar sambil menggendong Tiffanny Wen, dia menggendongnya dengan satu tangan sambil membuka pintu kamar, dia langsung masuk ke dalam kamar tanpa menyalakan lampu, lalu melempar Tiffanny Wen ke atas tempat tidur, barulah dia berbalik dan menutup pintu serta menyalakan lampu, lalu langsung masuk ke kamar mandi dan menuangkan air dingin ke dalam bak mandi.

Setelah semua ini dilakukan, Andreas Lu barulah bisa menghela nafas lega. Setelah keluar dari kamar mandi, Andreas Lu hendak pergi ke Tiffanny Wen. Dia mendengar suara gedebuk di ruang tamu, dan suara erangan yang terdengar samar.

Andreas Lu buru-buru berjalan ke ruang tamu, tapi malah melihat tempat tidurnya kosong. Tiffanny Wen yang seharusnya ada di tempat tidur telah menghilang.

Mendengar erangan samar dari sisi lain tempat tidur, mulut Andreas Lu berkedut, dan dia pun berjalan melewati sofa, lalu melihat Tiffanny Wen sedang meringkuk di lantai dengan tangan menutupi dahinya, sambil gemetar.

Andreas Lu memegang keningnya tanpa daya, lalu berjalan untuk menggendong Tiffanny Wen dan mengangkatnya.

Tiffanny Wen yang kesadarannya masih samar, ditambah dengan api hasrat yang membara di perut bagian bawahnya, setelah sekian lama, kekuatan obatnya sama sekali tidak melemah, sebaliknya karena tidak menemukan pelampiasan dalam waktu yang lama, kesadaran Tiffanny Wen yang tersisa pun terbakar sampai kabur.

Mendengar suara gemericik air, hati Tiffanny Wen menjadi semakin kesal, setelah berguling-guling di tempat tidur beberapa saat, dia berguling ke tanah, jadilah adegan yang dilihat oleh Andreas Lu barusan.

Akal sehat Tiffanny Wen sekarang berada dalam tahap offline. Dalam kebingungannya, dia hanya merasa lantai itu adem dan dingin, sangat nyaman untuk tubuhnya yang panas, tetapi sepertinya seseorang ingin memisahkan dirinya dari tempat yang nyaman.

Tiffanny Wen tanpa sadar membuka matanya dan alisnya sedikit mengernyit karena tidak puas, bibirnya cemberut dengan kekanak-kanakan, menatap Andreas Lu dengan pandangan mencela.

Tubuh Tiffanny Wen bergerak-gerak di pelukan Andreas Lu, mencoba melepaskan diri dari pelukannya dan kembali ke lantai yang dingin.

Andreas Lu merasa gerah ditatap oleh mata Tiffanny Wen yang sangat mempesona, dan gerakannya yang konstan membuat Andreas Lu semakin tidak bisa menahan nafsunya, tetapi dia tidak ingin menyakiti Tiffanny Wen, dia mengertakkan giginya, lalu melempar Tiffanny Wen ke tempat tidur, dan dia pun duduk di tepi tempat tidur dengan punggung menghadap ke Tiffanny Wen, mengusap rambutnya dengan sedikit kesal.

Dan Tiffanny Wen yang sudah cukup kepanasan, di badannya saat ini selain bajunya yang robek, dia juga memakai jas dari Andreas Lu.

Tiffanny Wen yang tidak sadar sekarang hanya punya satu ide di pikirannya---- menenangkan diri.

Sepertinya tidak mungkin untuk mendinginkan diri di lantai, jadi dia mulai melucuti pakaiannya. Pakaian Andreas Lu memang tidak muat di tubuhnya, besar dan menggelikan, bahkan Tiffanny Wen yang tidak sadar berguling-guling di tempat tidur sebentar pun sudah berhasil melucuti atasannya, menyisakan bra yang berwarna kulit.

Andreas Lu tahu kalau Tiffanny Wen sedang berguling-guling di belakangnya, tapi dia tidak berani melihat ke belakang, karena dia takut tidak bisa mengendalikan dirinya, dia yang saat ini hanya duduk di samping dan mendengarkan Tiffanny Wen yang mengerang beberapa kali di belakangnya saja sudah cukup membuat dia merasakan ledakan nafsu melingkari perut bagian bawahnya.

Ketika gerakan di belakangnya akhirnya mereda, Andreas Lu perlahan menoleh, dan dilihatnya sebuah bayangan berwarna kulit menghambur ke dirinya.

Andreas Lu melihat lebih dekat dan terkejut, dia melihat bahwa Tiffanny Wen entah kapan telah melepas pakaiannya, **tubuh bagian atas, hanya tersisa bra berwarna kulit, dengan kulit yang putih lembut, lekukan pinggang tanpa bekas lemak, payudara montok tapi tidak berlebihan, semuanya memerah karena efek obat, putih yang sedikit memerah, sangat menggoda.

Andreas Lu menelan ludahnya dengan ganas, dan tubuh bagian bawahnya sudah bereaksi dengan cepat. Andreas Lu segera menarik kembali pandangannya, mengertakkan gigi dan berdiri, berniat pergi ke kamar mandi untuk melihat apakah air dinginnya sudah cukup atau belum. Kalau membiarkan Tiffanny Wen menggila begini, Andreas Lu takut dia tidak akan bisa mengendalikan diri.

Namun, begitu Andreas Lu bangun, tiba-tiba Tiffanny Wen meraih tangannya, begitu dia mengerahkan tenaganya, Andreas Lu pun terduduk kembali di atas tempat tidur.

Sudut mulut Andreas Lu bergerak-gerak, tetapi dia tahu bahwa Tiffanny Wen sedang tidak sadar saat ini, jadi dia tidak mengatakan apa-apa, tetapi yang lebih mengerikan adalah setelah Tiffanny Wen menarik Andreas Lu ke bawah, dia langsung maju ke depan, masuk ke pangkuan Andreas Lu, diam-diam memeluk pinggang Andreas Lu, dan meletakkan kepalanya di dadanya, dengan wajah yang terlihat tenang, tetapi dengan suhu tubuh yang panas dan erangan yang sesekali, memberi tahu Andreas Lu bahwa efek obat Tiffanny Wen belum pudar.

Melihat Tiffanny Wen akhirnya lebih tenang, Andreas Lu menghela nafas panjang dan berjalan perlahan menuju kamar mandi sambil menggendong Tiffanny Wen, Tiffanny Wen membuka matanya samar-samar, akal sehatnya akhirnya kembali, meski masih sedikit pusing, kendali tubuhnya telah kembali.

Tiffanny Wen, yang baru saja pulih kewarasannya, raut mukanya pun memerah seolah-olah meneteskan darah. Dia menatap wajah dingin Andreas Lu, tetapi mata merah itu memberi tahu Tiffanny Wen betapa sulitnya dia menanggungnya.

Tiffanny Wen tersenyum kecut, lalu menjulurkan lehernya dan memberikan ciuman di bibir Andreas Lu seperti capung.

Merasa seluruh tubuh Andreas Lu menegang, Tiffanny Wen terkekeh, tetapi sebelum dia terlalu senang, dia telah dilemparkan ke dalam bak mandi.

Rasa dingin sedingin es dari segala arah membuat Tiffanny Wen bangun dalam sekejap, menatap Andreas Lu dengan polos, dan menggodanya: "Aku hanya bercanda denganmu, perlukah kamu begini?"

Andreas Lu melirik ke arah Tiffanny Wen dengan lemah dan dengan cepat menarik pandangannya, suaranya parau: "Kamu sedang bermain api."

Tiffanny Wen merosot ke dalam bak mandi dalam diam, menyisakan dua mata yang berbinar di permukaan air, sambil membuat gelembung di dalam air dengan mulutnya.

Tiffanny Wen yang dulu selalu menutup diri di depannya, tetapi sekarang dia seperti seorang preman wanita, dengan hanya mengenakan bra di tubuh bagian atasnya, berbaring telanjang di air, Andreas Lu melihatnya sekilas tanpa bisa berkata-kata, tubuh bagian bawahnya bengkak dan nyeri.

"Sadarkan dirimu dulu di dalam air."

Setelah berbicara, Andreas Lu berbalik dan keluar dari kamar mandi. Setelah melihat ‘tenda’ besar di bawah selangkangan Andreas Lu, Tiffanny Wen tersipu, tapi dia lalu tertawa terbahak-bahak di dalam air, membuat gelembung besar di dalam air, melihat sosok Andreas Lu pergi dengan tergesa-gesa, senyum di bawah matanya penuh arti.

Setelah beberapa lama, Tiffanny Wen merasa efek obatnya sepertinya sudah banyak menghilang. Meski masih ada sisa panas di tubuhnya, tapi sudah tidak menganggu. Jika dia terus berendam di air dingin, akan merepotkan nanti kalau dia sampai masuk angin.

Tiffanny Wen dengan terhuyung-huyung mencoba untuk berdiri, tetapi setelah berjuang beberapa saat, dia sadar bahwa tubuhnya masih lemah, jadi dia pun berteriak dengan lemah ke arah pintu kamar mandi: "Andreas Lu, Andreas Lu."

Setelah memanggil dua kali, Andreas Lu berdiri dengan acuh tak acuh di pintu dengan handuk mandi di tangannya: "Ada apa?"

Tiffanny Wen duduk dan tangannya terjulur layaknya menjangkau Andreas Lu meminta pelukan: "Gendong aku."

Andreas Lu melemparkan handuk mandi yang terlipat di tangannya ke wajah Tiffanny Wen, matanya sedikit tidak berdaya: "Bangun sendiri."

Tiffanny Wen menangkap handuk mandi dan memegangnya dengan tangannya agar tidak jatuh ke air, sambil menatap polos ke arah Andreas Lu: "Jika aku mampu bangun sendiri, untuk apa aku memanggilmu?"

Andreas Lu menghela nafas tak berdaya, dia maju dan menggendong Tiffanny Wen dari kamar mandi, lalu melempar Tiffanny Wen ke sofa.

Tiffanny Wen memandang Andreas Lu dengan rasa ingin tahu, dan melihatnya membelakangi dia, sambil mengeluarkan beberapa handuk mandi lagi dari lemari di samping, melemparkannya ke dia, dan berjalan ke jendela yang di samping sambil menikmati angin dingin dengan membelakangi Tiffanny Wen.

"Kamu lepaskan pakaianmu yang basah dulu, dibungkus dengan handuk mandi barulah pergi tidur, akan merepotkan kalau sampai kamu demam."

Tiffanny Wen menatap tajam ke arah Andreas Lu di dekat jendela. Meskipun ekspresinya acuh tak acuh, Tiffanny Wen dapat melihat bahwa seluruh otot tubuhnya secara tidak sadar menegang, dan garis mukanya sangatlah kaku.

Novel Terkait

Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
3 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
3 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Unperfect Wedding

Unperfect Wedding

Agnes Yu
Percintaan
5 tahun yang lalu