Precious Moment - Bab 122 Pertahanan yang Sia-Sia

Tiffany Wen menyibakkan poni di wajahnya, namun tampaknya itu tidak membantunya sama sekali. Badannya masih saja terasa panas. Dia lalu menghentikan usahanya yang sia-sia dan mengenakan kacamatanya kembali. Dia berjalan menghindari keramaian dan duduk di pojok ruangan privat itu sambil diam-diam mengamati Jennifer Xia dan teman-temannya.

Wayne melihat Tiffany Wen mengenaka kacamatanya kembali. Kacamata itu menutupi setengah dari wajahnya yang cantik. Poninya yang tebal dan lusuh membuatnya tampak polos dan lugu.

Jika bukan karena melihat wajahnya barusan, Wayne tidak akan percaya kalau mereka adalah orang yang sama. Perasaan Wayne campur aduk. Dalam hati, dia menghela nafas sambil menatap Tiffany Wen.

Dia tidak ingin melewatkan kesempatan dengan gadis ini. Sayang sekali dia harus menyembunyikan wajahnya yang cantik tiada tanding. Namun, dia tidak keberatan. Selama dia bisa melucuti pakaiannya, wajah gadis itu tidak menjadi masalah, juga tidak akan ada yang mengganjal di hatinya.

Setelah itu, Wayne mulai perlahan memperhatikan tubuh Tiffany Wen, namun saat itu Tiffany Wen sedang duduk di pojok ruangan yang gelap. Wayne tidak bisa melihatnya dengan jelas, namun dari lekukannya, tubuhnya tampak indah.

Setelah mengamati mangsanya, Wayne serasa menemukan harta karun malam ini. Namun, dia tidak tergesa-gesa. Lagipula, Jennifer Xia ada disini dan dia tidak mungkin lari.

Tentu, nanti setelahnya, dia juga tidak akan bisa berlari.

Dengan niat jahatnya, Wayne menatap Tiffany Wen sesaat sebelum menatap Jennifer Xia yang mabuk. Bibirnya menyungging senyum yang menjijikkan.

Dia lalu mengambil sebotol anggur dan membawanya kearah Jennifer Xia dengan gagahnya. Wajahnya tampak ramah. Demi bisa membuat Jennifer Xia minum lebih banyak lagi, dia mulai mengajaknya berbincang dengan wajah penuh senyum.

“Jennifer, apa kamu ingat waktu aku mengejarmu saat kuliah? Saat itu, kamu selalu menolakku karena kamu ingin fokus dengan studimu. Apa kamu tahu betapa sedihnya aku?”

Jennifer Xia sudah minum lumayan banyak. Dia tidak terlalu memikirkan omongan Wayne. Dia hanya tersenyum bodoh sambil menggaruk kepalanya, “Hehehe… saat itu, mata kuliahku terlalu padat, aku benar-benar tidak ada waktu. Lagipula, kamu adalah pria yang hebat. Kamu bisa dengan mudah menemukan wanita lain. Mengapa kamu bersikeras ingin bersamaku…”

“Apa aku melukaimu? Maafkan aku. Saat itu aku tidak terlalu memikirkanmu… bagaimana kabarmu sekarang?” tambahnya.

Wayne mendapati Jennifer Xia benar-benar hampir tidak sadarkan diri. Ketika mendapati rencananya hampir berhasil, matanya berubah mesum, senyumnya juga tampak berbeda.

“Kabarku baik. Seperti yang kamu bilang tadi, keluargaku memiliki perusahaan kecil dan karirku juga baik. Satu-satunya kekecewaanku adalah kamu yang selalu menolakku.” ujar Wayne, “Jennifer, aku bertanya padamu sekali lagi. Apa kamu bersedia menjadi pacarku?”

Matanya tampak dingin ketika dia menanyakan pertanyaan itu. Ketika dia memicingkan matanya, auranya tampak berbahaya. Namun, Jennifer Xia yang sudah mabuk berat tidak melihat perubahan itu. Dia hanya menatap Wayne dan berkata, “Hehe… tidak, aku menolakmu. Walaupun kamu adalah pria baik-baik, namun… aku rasa kita tidak cocok.”

“Kamu… kamu bisa menemukan wanita yang lebih baik lagi… aku… aku tidak pantas untuk bersama-sama denganmu…”

Wayne menyeringai. Dia memutuskan untuk menggunakan cara yang lebih kejam karena Jennifer Xia masih saja keras kepala. Dia bisa mencintainya baik-baik nanti.

Walaupun dalam hati Wayne memikirkan rencana yang jahat, namun supaya Tiffany Wen tidak mencurigainya, Wayne berusaha tertawa.

“Hahaha, benarkah? Sepertinya aku benar-benar tidak memiliki kesempatan untuk memilikimu. Baiklah, ayo kita bersulang untuk harapanku yang gugur.”

“Hehehe… maafkan aku, Wayne. Aku akan bersulang untukmu.”

Jennifer Xia sudah mabuk berat. Dia tidak bisa melihat ekspresi aneh di wajah Wayne. Jennifer Xia lalu menenggak sebotol anggur itu. Dari tempat Tiffany Wen duduk, dia juga tidak bisa melihat gelagat Wayne.

Ketika melihat Jennifer Xia yang hampir tidak sadarkan diri, Evan dan Jeremy saling bertukar pandang dan berdiri untuk lanjut bersulang dengan Jennifer Xia. May dan Morgan bertukar posisi dan menghalangi penglihatan Tiffany Wen.

Wayne lalu berjalan menghampiri Tiffany Wen. Wajahnya dan matanya tampak sedih seperti baru saja disakiti oleh Jennifer Xia.

Ruangan privat itu tidak besar. Tiffany Wen juga mendengar percakapan Wayne dengan Jennifer Xia barusan. Dia tahu pria ini baru saja ditolak. Dia merasa iba. Pertahanan hatinya juga melunak.

Wayne berjalan mendekati Tiffany Wen. Setelah cukup dekat, dia lalu duduk sambil bersandar di sofa. Dia menghela nafas panjang. Tampaknya dia lelah. Dia menatap kosong kearah langit-langit dengan mata sendu. Lalu, dia menoleh ke Tiffany Wen.

“Mengapa kamu tidak duduk dengan Jennifer? Apa kamu tidak bosan disini sendirian?”

Tiffany Wen hanya menggelengkan kepalanya, tanpa berkata sepatah katapun.

Wayne tersenyum pahit, “Apa kamu masih marah denganku? Aku mengaku salah tadi dan aku sudah minta maaf. Apa kamu dendam padaku?”

Tiffany Wen lagi-lagi menggelengkan kepalanya. Dia sudah pernah melihat acting Hanson Wen. Dia tidak percaya Wayne akan berubah secepat ini.

Setelah mendapati Tiffany Wen yang masih dingin juga, Wayne lalu menggelengkan kepalanya dan berdiri untuk mengambil gelas baru dan menuang anggur kedalamnya. Dia lalu memberikannya untuk Tiffany Wen.

“Baiklah. Aku tahu aku keterlaluan. Apa kamu bersedia merayakan hari patah hatiku sebagai balas dendammu?”

Tiffany Wen melihat mata Wayne yang sendu. Hatinya sedikit melunak. Dia lalu menggelengkan kepalanya, “Aku tidak bisa minum lagi. Aku harus mengantar Jennifer pulang.”

Ketika sikap Tiffany Wen tidak sedingin sebelumnya, Wayne lalu membuat matanya tampak lebih sendu lagi. Dia meletakkan gelas itu di meja, lalu berdiri dan berjalan ke pintu.

Tiffany Wen terkejut ketika melihatnya pergi begitu saja.

Dia tidak akan lompat dari gedung, kan? Bagaimana mungkin dia masih baik-baik saja setelah ditolak berkali-kali? Mungkin, dia hanya pergi ke kamar kecil…

Ketika Tiffany Wen belum juga bisa menebaknya, Wayne lalu kembali dengan segelas jus jeruk di tangannya.

Dia lalu memberikan jus itu ke Tiffany Wen. Dia menerimanya walau dengan ragu, lalu mengucap terimakasih. Wayne lalu duduk di tempatnya barusan. Dia mengambil gelas dan mengarahkannya ke Tiffany Wen.

“Apa kamu bersedia menemaniku sekarang?”

Tiffany Wen menatap Wayne dengan ragu-ragu. Dia tidak memiliki pilihan lain.

Wayne tersenyum pahit sambil menatap Tiffany Wen, “Sepertinya aku ini orang yang menyebalkan. Pantas saja orang-orang bosan denganku. Pantas juga Jennifer menolakku lagi dan lagi. Tampaknya, aku ini bukan pria baik-baik.” ujar Wayne sambil menarik kembali gelasnya lalu terdiam.

Hati Tiffany Wen melunak. Dia lalu bersulang dengan gelas di tangan Wayne dan cepat-cepat menariknya kembali, “Selamat atas kejombloanmu.” ujarnya. Dia lalu meminum jus jeruk di gelasnya.

Wayne menggelengkan kepalanya saat mendengar kata-kata barusan, “Benar. Selamat atas kejombloanku.”

Dia mendongakkan kepalanya dan mengosongkan isi gelas anggur itu. Dia lalu duduk bersandar.

Tiffany Wen melihat Wayne bersandar dan menutup matanya. Dia benar-benar tampak kelelahan. Tiffany Wen lalu meminum jus jeruknya lagi. Dia curiga Wayne mungkin menaruh obat bius diminumannya, namun tidak terjadi apa-apa setelah beberapa saat. Hanya saja, Tiffany Wen merasa Wayne tidak bercanda saat dia menghinanya tadi. Dia juga merasa Wayne tidak benar-benar tulus, namun dia sangat haus sekarang. Hanya ada jus jeruk di ruangan ini selain anggur, jadi mau tidak mau, dia harus menghabiskannya.

Saat itu, dia melihat Jennifer Xia terkulai di sofa sambil tertawa. Dia tahu Jennifer Xia sudah tidak tahan lagi. Dia berdiri dan berjalan kearah Jennifer Xia untuk membawanya pulang.

Namun, dia tidak menyangka ketika dia berdiri, dia langsung sakit kepala dan langkahnya juga terasa berat. Tiffany Wen lalu sadar kalau dia sudah dijebak. Dia cepat-cepat mengambil ponsel dan menelepon seseorang dalam kondisi setengah sadar. Dia tidak tahu dia menelepon siapa. dia juga tidak tahu apakah telepon itu tersambung atau tidak. Dia lalu meletakkan ponselnya kembali kedalam tas dan menutupnya.

Dia mendongakkan kepala dan melihat kearah Jennifer Xia, namun setelah dua langkah, kakinya terasa sangat lemah dan dia langsung jatuh ke lantai.

Dia harap dia tidak menelepon sembarang orang. Siapapun itu, tolonglah…

Tiffany Wen menatap karpet merah gelap di ruangan itu sambil terus berharap…

Novel Terkait

Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
5 tahun yang lalu
Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
4 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
4 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
4 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
4 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
4 tahun yang lalu