Precious Moment - Bab 3 Mengambil Kesempatan Dalam Kesempitan

Terlihat dengan jelas Tiffanny Wen tidak merasa takut dan dengan tidak senang menghabiskan makanannya. Lalu dia tertidur.

Begitu dia kembali sadar, pesawat sudah mendarat. Dia membuka mata dan melihat ke arah sekitar, dia melihat pria di sampingnya masih ada di sana dan menatapnya dengan tatapan berbahaya.

Tiffanny Wen terkejut.

Tatapan yang sangat menakutkan!

Orang ini pasti sangat mendendamnya!

Jantung Tiffanny Wen berdetak dengan cepat tetapi dia masih berpura-pura tenang sambil beranjak berkata, "permisi."

Kedua kaki Andreas Lu saling tumpang tindih, duduk dengan elegan tanpa bergerak sedikit pun. Tetapi dia melihat ke arah Tiffanny Wen dengan tatapan penuh provokasi.

Tatapannya seolah-olah mengatakan, "jika kamu berani, langkahi saja kakiku.

Tiffanny Wen sangat marah.

Pria brengsek ini.........ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan?

Mimpi!

Dia mendengus diam-diam sambil melihat ke arah Andreas Lu dengan senyuman yang mempesona. Tetapi kakinya menginjak sepatu dia dengan dalam.

Tiffanny Wen mengenakan sepatu hak tinggi, tentu saja akan sakit jika terinjak. Tetapi dia merasa menginjak saja tidak cukup. Dia pun menendang kakinya.

Andreas Lu tidak ada pertahanan. Dia hampir saja tersandung dan jatuh dari kursi karena ditendang.

"**!"

Dia meringis lalu mengutuknya. Dengan tidak mudah dia menyeimbangkan tubuhnya, menatapnya dengan sangat murka seperti ingin merobek-robek tubuh Tiffanny Wen menjadi beberapa bagian.

Tiffanny Wen merasakan akan terjadi sesuatu yang tidak baik, dia bergegas pergi.

Tetapi sebelum pergi, dia tidak lupa melihat ke arah Andreas Lu dengan tatapan mengejek, "mampus, siapa yang menyuruhmu menindas aku!"

"Baik, sangat baik!"

Andreas Lu menyeringai, wajahnya yang tampan penuh dengan kemarahan.

Sekelompok pengawal yang berada di sampingnya melihat kejadian tersebut dapat merasakan suhu ruangan kelas bisnis ini menjadi sangat dingin, menusuk hingga ke tulang dan sangat mengerikan.

Keringat dingin Dave Gu bercucuran.

Dia tidak pernah melihat Andreas Lu yang semurka ini. Apakah wanita itu merasa umurnya sangat panjang sehingga berani berkali-kali membuat dia marah!

Dalam kekacauan itu, Andreas Lu membungkuk dan mengambil sebuah cincin dari lantai.

Cincin tersebut sangat bagus, di atasnya terdapat ukiran-ukiran halus. Di bagian dalam cincin juga terukir dua kata, Tiffanny Wen!

Cincin ini pasti milik wanita itu. Kemungkinan besar namanya adalah Tiffanny Wen!

Andreas Lu kembali tersenyum tetapi tidak semengerikan tadi. Seperti melihat hewan buruan berkata, "Dave Gu, dalam waktu singkat temukan wanita sial itu!"

"Baik, Tuan Muda Ketiga!"

Tiffanny Wen tidak mengetahui bahwa dirinya sudah menganggu orang yang seharusnya tidak diganggu.

Pada saat perjalan menuju ke rumah Keluarga Wen, dia dari dalam taksi melihat pemandangan yang terus menerus berlalu. Tidak ada perasaan rindu terhadap kampung halamannya ini melainkan adanya perasaan yang berat.

Bagi dia, kepulangannya kali ini akan dihadapi dengan pertempuran.

Dia sendirian harus melawan dengan orang rumah yang tidak penting itu. Dapat dibayangkan situasinya akan sangat tidak baik.

Dengan suasana hati yang muram, akhirnya dia sampai di Villa Phoenix Mountain.

Villa ini sudah terlihat sangat tua, bangunan yang memiliki gaya Eropa, arenya sangat luas, serta pemandangan tamannya yang asri. Dulu ini merupakan tempat kesukaan Tiffanny Wen, karena di sini terdapat kenangan ibunya.

Tetapi sejak ibunya meninggal, dia sudah tidak menyukainya.

'Rumahnya' sudah tidak terlihat sebagai 'rumah' pada awalnya. Ayahnya tidak lagi mencintai dia. Barang milik ibunya perlahan-lahan menjadi milik orang lain.

Dia tidak berhasil mendapatkan apa-apa meskipun sudah protes dan marah. Pada akhirnya dia hanya mendapatkan foto terakhir ibunya dan papan nisan ibunya.

Begitu terpikirkan sampai ke bagian ini, Tiffanny Wen sudah mendendam kemarahan ini selama satu tahun. Dia tidak bisa mengontrol emosinya ketika baru saja memasuki rumah.

Dia membenci semua orang yang berada di dalamnya seperti ibu tirinya, dua kakak yang tidak memiliki hubungan darah dengannya, bahkan ayah kandungnya sendiri.......Jika bisa, dia tidak ingin kembali ke sini seumur hidup.

Tetapi dia tidak bisa melakukannya.

Barang-barang milik ibunya harus dipertahankan. Siapa pun tidak bisa merebut barang milik dia.

Memikirkan hal ini, dia pun menarik nafas dengan dalam dan tanpa ekspresi mendorong pintu hingga terbuka.

Begitu masuk, pandangan yang memasuki matanya pertama kali adalah sekeluarga berempat sedang duduk di aula dengan suasana yang sangat bahagia.

Hanson Wen duduk di sofa utama, di sebelah kirinya adalah ibu tirinya Tania Qin, di sebelah kanannya ada sepasang anak yang dibawa masuk ke dalam Keluarga Wen oleh Tania Qin yaitu, Jessica Qin dan Yoel Qin.

Keempat orang ini duduk bersama sambil berbicara sambil tertawa. Ketika Tiffanny Wen berjalan masuk seolah-olah dia sedang memasuki keluarga orang lain.

Pada saat ini, seorang pembantu melihat Tiffanny Wen di pintu masuk dan bertanya, "maaf, Anda mencari siapa?"

Tiffanny Wen melihat sekilas ke arah pembantu dan tersenyum dingin.

Dia baru saja pergi selama satu tahun, pembantu yang bekerja di rumahnya sudah tidak mengingatnya. Semua dekorasi di rumahnya pun sudah berbeda, bukan lagi seperti yang dia kenal.

Tiffanny Wen tidak mempedulikan pembantu dan terus berjalan masuk.

Pembantu tersebut bergegas menghalanginya berkata, "nona, kamu tidak boleh masuk. Perlakukan kamu ini termasuk menerobos masuk villa pribadi milik orang lain!"

"Kurang ajar! Ini adalah Nona Muda, apakah kamu tidak mengenalnya?"

Keributan ini membuat keempat orang ini menyadari keberadaan Tiffanny Wen dan memarahi pembantu tersebut.

Nona Muda?

Pembantu tersebut tertegun dan melihat ke arah Tiffanny Wen, ekspresinya terus berubah. Setelah beberapa saat dia meminta maaf, "maaf Nona Muda, aku tadi..........tidak mengenalimu."

Tiffanny Wen mengangkat sudut bibirnya dengan senyuman mengejek dan tidak menghiraukannya. Dia hanya menaruh pandangan pada ayahnya.

Setelah satu tahun tidak bertemu, wajah Hanson Wen masih terawat dengan baik, tidak banyak perubahan, tidak ada penambahan kerutan, dan masih terlihat begitu semangat dan penuh energi.

"Fanny, akhirnya kamu pulang. Selama satu tahun ini bagaimana keadaamu di luar negeri? Kamu ini belajar di luar tetapi tidak sering berkomunikasi dengan orang rumah. Kamu tahu tidak ayah sangat cemas denganmu?"

Hanson Wen menyuruh pembantu untuk pergi, lalu memegang tangan Tiffanny Wen dengan emosional, dan berbicara dengan mata yang memerah.

Tiffanny Wen menarik tangannya kembali dan mencibir berkata, "ayah juga bisa cemas kepadaku? Aku pikir kamu hidup dengan enak, ada istri yang melayanimu hingga sudah lupa dengan keberadaan putrimu yang ini."

"Fanny, kenapa.......kenapa kamu berbicara begitu kepada ayah?"

Hanson Wen membeku.

Tania Qin dengan nada menyalahkan sambil melihat ke arah Tiffanny Wen berkata, "Fanny, selama satu tahun ini, ayahmu terus merindukan kamu, cemas terhadap kamu. Meskipun Jessica Qin menemaninya setiap hari dan berbakti padanya. Tetapi tidak bisa dibandingkan dengan kamu putri kandungnya."

"Benar, kakak. Kamu tidak tahu betapa rindunya ayah kepadamu. Setiap hari menyebutkan namamu. Aku sangat iri."

Jessica Qin berpura-pura baik ikut menambahkan. Tetapi alisnya terlihat dengan jelas bahwa dia sangat puas. Ekspresinya yang itu seolah-olah berkata "selama satu tahun ini, yang terus menemani di sisi ayah itu aku."

Tiffanny Wen merasa jijik melihatnya.

Ibu dan anak ini, sikapnya di depan dan di belakang sangat berbeda. Masih saja membuat orang merasa jijik.

"Jika benar seperti itu, maaf telah merepotkan ayah terus mengkhawatirkan aku. Aku sangat baik, tidak akan mati."

Tiffanny Wen berbicara dengan dingin. Lalu melewati mereka dan berjalan ke dalam.

Yoel Qin yang terus berdiam diri sejak tadi pun membuka suaranya dan mencibir berkata, "apa yang aku katakan, untuk apa kalian perhatian kepada dia. Jauh lebih baik aku dan Jessica, setidaknya pada saat ayah sedang sakit, aku dan Jessica menjaganya dengan sepenuh hati. Sedangkan putri kandungnya tidak berbakti dan bermain-main di sini."

Novel Terkait

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
4 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
4 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu