Demanding Husband - Bab 77 Pria yang Kejam Tanpa Perasaan

Dia tidak menanti jawaban Kevin Yan, meninggikan nada suara dan melanjutkan perkataannya: “Kevin Yan, kita langsung saja pada pokok permasalahannya.”

“Segera hentikan sanksi ekonomi keluarga Yan terhadap keluarga Gu, ganti kerugian bisnisku beberapa bulan ini!”

Nada bicaranya penuh dengan perhitungan dan ancaman: “Kalau sampai minggu depan harga saham keluarga Gu tidak ada kenaikan yang berturut-turut, jangan salahkan aku kalau aku tidak segan-segan lagi terhadap kekasihmu!”

Selesai berkata-kata dengan suara keras, Robby Gu memegang telapak tangannya yang basah oleh keringat, menahan nafas menanti jawaban dari lawan bicaranya.

Akibat dari ancaman yang dilancarkan oleh dirinya terhadap Kevin Yan, dia bisa bayangkan, tapi dia sudah tidak terlalu peduli banyak!

Rapat besar para pemegang saham minggu depan akan mencopot kedudukannya sebagai General Manager, bapak tua itu demi menenangkan suasana hati para pemegang saham, bahkan kepemilikan saham yang diwariskan pun diundur pembahasannya, ini bukannya memberinya jalan untuk hidup!

Asalkan Kevin Yan berbuat seperti yang dia katakan, dalam rapat besar pemegang saham dia bisa menunjukkan kekuatannya untuk menampar muka pada petinggi itu, dengan elegannya mengambil harta milik keluarga Gu!

Setelah keheningan beberapa saat, pria di ujung telepon sana mulai berbicara dengan tidak cepat maupun lambat, dalam nada suaranya rendah tidak tergambar suasana hatinya——

“Wanita yang kau maksud itu, aku tidak mengenalnya.”

Seiring dengan berhentinya suara itu, senyum dingin kemenangan di wajah Robby Gu membeku, segera tidak dapat menahan dengan suara melengking berkata: “Tidak mungkin! Kevin Yan, jangan kira aku bisa tertipu——”

“Tut..tut..tut……”

Perkataannya belum selesai, lawan bicaranya sudah langsung memutus telepon.

“Sialan!”

Dia menggenggam erat-erat ponselnya, dengan geram kembali menelepon.

“Maaf, telepon yang Anda tuju sedang berada di luar jangkauan….”

Robby Gu tertegun, dengan tidak percaya berturut-turut menelepon hingga lima enam kali, semuanya hanya dijawab oleh mesin penjawab.

Dengan tanpa putus asa dia masih ingin terus menelepon, tiba-tiba terdengar sebuah suara acuh tak acuh yang lemah.

“Jangan telepon lagi, dia sudah memblokir nomormu.”

Anastasia merendahkan nada suaranya, dengan pelan diberitahunya Robby Gu kenyataan ini.

Sekujur tubuhnya tak ada yang tidak terasa sakit, pecahan kaca merobek kulitnya, kedua pipinya bengkak dan terlihat biru kehijauan mengerikan, beberapa luka yang mongering di dahinya kembali perlahan mengeluarkan darah segar, terus mengalir menuju sudut matanya.

Namun di sudut bibirnya tersenyum kecil: “Aku kan sudah memberitahumu, aku dan dia tidak ada hubungan apa-apa.”

Selesai berkata, perlahan dia menaikkan tatapannya, menatap sinar mentari musim dingin yang jatuh ke tanah memberi kehangatannya, dalam tatapan matanya terkandung kesunyian.

Pria bernama Kevin Yan itu sungguh sangat tidak berperasaan.

Bahkan sedikit harapan pun tidak diberikannya pada Robby Gu, bahkan sebuah telepon pun tidak mau diterimanya.

Kejam tidak berperasaan.

Dia dengan tak acuhnya memberikan lawannya sebuah pukulan yang telak, bahkan sesuai dengan yang diharapkan telah menyingkirkan dirinya.

Sekali melakukan dua tujuan tercapai.

Sinar mentari di luar jendela menerobos masuk mengenai matanya, sedikit silau menyakitkan matanya.

……..

IFC Building, lantai empat puluh tujuh, Departemen Teknologi Komunikasi.

“Sebenarnya masih berapa lama lagi!”

Suara yang dingin dan kasar menekan dengan kemarahan yang meledak, mengejutkan seluruh orang dalam departemen itu, seakan nafas pun tak berani dihembuskan.

Supervisor departemen teknologi pagi-pagi sambil membawa kopi memasuki ruangan kantor, belum sempat menyapa rekan-rekan kerjanya, pintu di belakangnya dibuka dengan kasar, baru saja dia mau memarahi, hasilnya begitu menolehkan kepala terlihat wajah muram atasannya langsung, dia terkejut sampai-sampai kopinya tumpah setengahnya.

Dalam sepuluh menit setelah ini, seluruh departemen teknologi menjadi kacau.

“CEO, CEO Yan, Anda jangan panik….” Supervisor menjawab dengan gemetar: “Ponselnya sudah terputus lokasinya, melacak asalnya pesan singkat yang dikirimkan itu masih membutuhkan sedikit waktu lagi….”

Itu adalah beberapa pesan singkat bergambar, mungkin menganalisa latar belakang foto bisa menambah kecepatan analisa, tapi dia baru saja mengemukakan maksudnya untuk melihat gambar itu, lawan bicara menyapukan tatapan dingin dan tajam kepadanya, langsung dia tidak bersuara lagi.

“Tentu saja aku tahu dia mematikan mode lokasi, kalau ada lokasinya masihkah aku perlu kalian!”

Supervisor berulang-ulang merespon, disekanya keringat yang di dahinya, dia merasa jarak dirinya dengan dipecat tidak jauh lagi.

Kevin Yan berjalan mondar mandir, ketika dia sedang berpikir keras, tiba-tiba ponselnya berbunyi.

Seluruh orang yang ada di sekitarnya ikut terkejut, menghentikan semua yang sedang dikerjakan.

Kevin Yan langsung menghentikan langkahnya, ditatapnya ponsel yang terus bergetar tak henti, di layarnya tertera serangkaian nomor yang tidak dikenal.

Begitu matanya melotot, memberi kode penting pada orang penting dalam departemen teknologi.

Lalu dia mengangkat telepon, dengan suara rendah berkata: “Siapa.”

Staf bagian teknik lekat-lekat menatap pita gelombang radio yang tampak di layar, lingkaran bulat merah kecil dengan cepat melacak lokasi.

Bunyi “Biiiip” terdengar, tanda lingkaran berubah menjadi sebuah panah berbentuk +.

Sepasang mata supervisor departemen langsung berbinar, tanpa suara dia membri kode berhasil dengan tangannya.

Di samping itu, kebetulan Kevin Yan pun baru menutup telepon.

Entahlah apakah perasaan ini salah atau tidak, sekelompok orang merasa suhu dalam ruangan itu turun rasanya turun beberapa derajat.

Tangan Kevin Yan yang sedang memegang ponsel mengepal erat, tatapannya dipenuhi kegeraman.

Robby Gu?

Bagus sekali.

Dia benar-benar sudah meremehkan pria tua tak berguna keluarga Gu ini, berhasil melatih seorang anak yang tidak takut mati ini, bisa dibilang ini juga adalah sebuah kemampuan!

Ponsel sekali lagi bergetar, bisa dibayangkan kegusaran pihak lawannya itu.

Kevin Yan menggeser ponsel beberapa kali, tidak lama berhenti.

Robby Gu sekarang sudah nekad, barulah dia terpikir untuk menggunakan cara kotor seperti ini untuk mengancam keluarga Yan, dengan polosnya tanpa memperhitungkan kekuatan diri sendiri melakukan seperti ini!

Tapi dia tidak bisa sedikitpun santai, itu bisa menyulut Robby Gu yang sudah kesetanan, demi memaksa dirinya untuk menurut lantas menyakiti Anastasia Du.

Dalam pikirannya begitu saja muncul bayangan beberapa buah foto yang begitu mengejutkan, ada kegelisahan mendalam di mata Kevin Yan.

Dasar menyebalkan, bukankah Cecilia Yan bilang bahwa dirinya pergi ke Happy Monk? Bagaiman bisa sampai diculik oleh Robby Gu?

Orang-orang bawahan keluarga Du semuanya hanyalah makhluk tak berguna!

Kevin Yan masuk ke lift, menekan tombol lantai parkiran basement, di saat yang bersamaan dengan cepat menelepon William Chi.

“Hei, tuan besar Yan, hari ini tumben kok bisa teringat pada tuan muda yang satu ini?”

Dengan suara berat Kevin Yan berbicara: “Sekarang juga kamu langsung segera gantikan aku pergi ke rumah keluarga Gu.”

Lima menit kemudian, sebuah mobil Bugatti Veyron hitam berubah menjadi sekelebat sinar hitam, pergi ke arah utara.

……………..

Robby Gu terpaku, dengan tampang tidak percaya memandangi ponsel yang ada di tangannya.

Tidak mungkin, bagaimana mungkin!

Bukankah Kevin Yan sangat peduli pada wanita ini? Ternyata tidak mempan terhadap ancamannya? Ternyata tidak peduli?

Apakah itu artinya, hak warisnya akan segera dialihkan pada orang lain? Akankah dia diusir dari keluarganya sendiri?

Seiring dengan Kevin Yan yang memutus telepon dengan tegasnya, Marvella Gu yang awalnya terbengong, selanjutnya di wajah ovalnya perlahan muncul ekspresi senyum, yang pada akhirnya terdengar suara tawa terkekehnya.

“Hahaha, sial sekali, ternyata di mata tuan muda Yan kamu bukanlah siapa-siapa! Kak, kamu dengar kan! Kak?”

Setelah cukup lama tidak mendapat respon, dia melihat pada Robby Gu, didapatinya ekspresi wajahnya tidak bersemangat: “Kamu kenapa?”

Wajah pucat Robby Gu menampakkan suatu ekspresi keputusasaan.

“Tidak ada gunanya,” dia menggeleng perlahan: “Menangkap wanita ini juga tidak ada gunanya….aku apapun sudah tidak punya lagi….”

Selangkah demi selangkah mundur, dengan pikiran kalut terus mundur sampai di samping pintu, dibukanya kunci pintu.

“Kamu mau pergi ke mana?”

Menyadari Robby Gu akan pergi, dia melotot, dengan suara tajam berkata: “Kak! Jangan-jangan kamu mau membebaskannya?”

Novel Terkait

Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
3 tahun yang lalu
Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
3 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
3 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu