Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu - Bab 277 Mungkin Ini Baru Namanya Perempuan

Timothy Huang sepertinya tak terduga aku bisa tiba-tiba berbicara kata-kata ini dengannya, memeluk tangan aku dengan sedikit kaku, berdua melongo sekali, dia baru buka mulut: “Berbicara konyol apa ini, Nyonya Huang.”

Aku bersenyum-senyum, tidak melanjutkan perkataan, “Ayo cepat tidur, sudah tidak pagi, besok masih harus pergi kerja.”

Sebenarnya dihitungkan dengan jelas, Timothy Huang pada tahun ini sudah mengorbankan banyak, setelah aku pulang dari Kota A, pada dasarnya semua dia yang mendesak waktu untuk menuruti hati aku, jelas-jelas dia mengurus satu perusahaan besar, orang yang sibuk itu seharusnya dia baru betul.

Beberapa waktu ini ada waktu luang, aku juga berpikir banyak, aku mungkin harus melihat dengan teliti kembali diri sendiri.

Besok masih harus kerja, aku juga tidak berpikir begitu banyak, menutupi mata lalu tertidur.

Beberapa hari ini semuanya hanya tidur, tiba-tiba bangun pagi, aku malah sedikit tidak biasa, kalau bukan Timothy Huang memanggil aku bangun, aku hampir tertidur lagi.

Bangun melihat jam sebentar, aku baru menyadari sudah mau jam delapan, bengong sebentar, segera bangun gosok gigi.

Kota A bulan tiga selalu turun hujan, kemarin sudah turun hujan, hari ini turun hujan lagi.

Aku melihat sebentar luar jendela, cuaca hari ini sama dengan kemarin, langit mendung, diluar melayang hujan, belum keluar aku sudah merasakan dingin yang diluar.

Pada jam sekarang ini, di rumah makan sarapan sudah tidak sempat, Timothy Huang hanya bisa menyetir sampai di satu jalan yang di luar daerah kami situ beli sarapan.

“Eh tunggu!”

Dia berhenti mobilnya, mendorong mobil pintu lalu lari keluar, aku melihat luar, walaupun hujan itu tidak begitu deras, tapi dia bolak-balik begitu, rambut pasti sudah basah, nantinya mudah masuk angin.

Kira-kira karena aku beberapa hari ini menderita sakit pilek, jadi sekarang sangat takut pilek.

“Kenapa? Masih ingin makan apa?”

Aku membalik kepala dari tempat duduk belakang mengambil payung: “Kamu membuka payung pergi saja!”

“Jalan beberapa langkah saja.”

Aku tau dia akan berkata begitu, lalu dengan langsung menyumbat payungnya ke dalam pelukannya: “Jangan banyak omong-kosong, jalan beberapa langkah juga jalan!”

Dia melihat sekali payung yang disumbat ke dalam pelukannya, akhirnya juga tidak berbicara apa, telah memakai payung keluar.

Timothy Huang baru pergi, aku sudah bersin, pilek aku masih belum sembuh total, walaupun sudah tidak demam, tapi beringusan terus.

Dia sangat cepat sudah kembali, memberi ke aku susu kedelai dengan bakpao yang aku mau: “Kamu makan dulu, kalau tidak sampai di perusahaan sudah dingin.”

Aku mengangguk-angguk kepala, menundukkan kepala mulai bersarapan.

Depan lampu merah, aku melihat dia sekali: “Kamu juga mau makan tidak?”

Dia memiringkan kepalanya melihat aku, sangat kurang ajar: “Tidak ada tangan, mau menyetir, kalau tidak kamu suapin aku?”

Aku memelototkan dia sekali, membantu dia memasukin sedotan susu kedelai dengan baik, bakpao dari dalam kantong membuat setengah keluar: “Nih.”

Dia tidak menerimanya, mengambil kesempatan lampu merah depan, mendekati tangan aku menundukkan kepala sesuap langsung mengigit setengah bakpao, berapa kali saja sudah memakannya, “Susu kacang.”

Aku dengan tidak senang juga memberinya susu kacang, “Apakah kamu sendiri tidak bisa menjulurkan tangan memgambil sebentar?”

“Sedang menyetir!”

Dia berkata, lampu hijau yang didepan sudah menyala.

Mobil menyalakan kembali, aku memegang sampai bakpao sudah tidak panas lagi, segera memberi bakpaonya sampai ke mulut dia.

Lelaki makan sangatlah cepat, tidak seperti kita perempuan, sesuap kecil sesuap kecil.

Malah tak terpikir, waktu yang berapa menit saja, Timothy Huang malah sudah menghabiskan semua sarapannya.

Aku mengambil susu kacang yang sendiri masih belum minum habis dan menghirupnya, melihat-lihat waktu, jam delapan empat puluh lima menit, masih ada lima belas menit, tidak akan telat.

Ketika mobil sampai di bawah gedung perusahaan sudah jam delapan lima puluh menit, pada saat ini orang yang di lift banyak, aku menjulurkan tangan memeluk lehernya Timothy Huang sebentar dengan sangat cepat mencuim sekali lalu menaiki payung turun mobil.

“Malam aku ada pesta makan malam, kamu awalan pulang, tau tidak?”

Aku sambil lari sambil menjawabnya: “Aku sudah tau!”

Orang yang di lift banyak, aku dengan tidak gampang baru menyelip masuk, malah tak terpikir bisa ketemu Tiffany Xiang.

“Kamu tidak apa-apa? Kenapa merasa baru berapa hari saja, kamu sudah kurus begitu banyak?”

Baru keluar dari lift, Tiffany Xiang lalu lari kemari.

Aku merasa sangat tidak enak, tidak terpikir sendiri telah sakit, dua belah perusahaan sudah tau semua.

“Tidak apa-apa, hanya pilek saja kan.”

“Sudah berapa hari, apa kamu masih belum sembuh?”

Aku mengangguk-angguk kepala, memikirkan dia hamil, sendiri pergi jauh sedikit dari dia: “Kamu jangan mendekat kemari, kamu sudah hamil, kalau pilek akan sangat tidak baik.”

Dia mencibir-cibir mulutnya: “Pilek kamu ini juga terlalu parah? Ini sudah banyak hari, kenapa masih seperti sangat parah gitu?”

Aku bersenyum sebentar dengan sedikit tak berdaya: “Mungkin satu kali langsung kambuh semua, ini bukannya sudah mau satu tahun tidak sakit, ini sekali sakit langsung tidak bisa lagi!”

Berkata, kami berdua sudah sampai di dalam kantor.

Dennis Wang melihat aku, bersenyum sekali: “Kamu sudah kembali?”

Aku mengangguk-anggukan kepala: “Sudah kembali, gimana proyeknya?”

“Sudah lagi dibangun! Kamu pilek masih belum sembuh? Kenapa tidak cuti banyakan hari lagi? ”

Aku menggeleng-geleng kepala: “Aku sudah tidur banyak hari, sudah mau bulukan!”

“Justru itulah kamu terlalu mati-matian bekerja!”

Hanya satu pagi hari saja, sudah banyak orang semua bertanya aku sakit sudah sembuh belum, selain hal ini, juga ada banyak orang berolok-olok aku ternyata bisa menari juga.

Muka kulit aku sudah digosok sampai mau habis, waktu makan siang makannya di luar, tidak banyak teman kerja, akhirnya aku mengeluarkan nafas merasa lega.

“Kamu tidak apa kan, Jane Tsu”

Tadi aku tidak hati-hati tersedak, batuknya sedikit parah, kurang lebih dua menit baru berhenti.

Deasy melihat aku, satu muka kekhawatiran.

Aku menggeleng-geleng kepala: “Tidak apa-apa, hanya tidak hati-hati terdesak.”

Tiffany Xiang kembali dari toilet, dari dalam tas mengambil satu undangan kasih aku: “Nih, undangan pernikahan.”

Aku kaget sekali, membuka lihat, adalah tanggal dua puluh empat bulan tiga.

“Selamat ya.”

Tiffany Xiang seorang yang bermuka tebal begitu, dengan sangat jarang bisa malu juga.

Aku melihat dia, sedikit merasa lucu: “Kamu sudah mau menikah, masih ada apa yang harus malu?

Sebelumnya pada saat kamu mengejar Mike Qi bukannya sangat berani?”

Dia melihat aku sekali: “Itu tidak sama!” Berkata, dia berhenti sejenak: “Jane Tsu, ada satu hal, mau berdiskusi dengan kamu sebentar!”

Aku menaiki keningnya sekali: “Kenapa?”

“Kamu juga tau, aku dengan Mike Qi bisa jalan sampai hari ini, juga berkah dari kamu, jadi saksi upacara pernikahan kami, aku ingin mengundang kamu yang menjadi saksinya!”

Aku sedikit kaget, “Kamu malah mengira hal apa! Boleh, bukannya hanya sakti upacara pernikahan saja!”

“Baiklah begitu, sampai waktunya kamu inget ya! Akan tetapi aku dengan Mike Qi sudah mau menikah, kamu dengan Direktur Huang kapan merayakan pernikahan? Jangan-jangan tidak mau merayakannya?”

Hal ini, sampai Tiffany Xiang yang ceroboh pun menyadarinya.

Akan tetapi berhubungan hal ini, aku juga tidak tau bagaimana bilang, berpikir-pikir, hanya bisa berkata seperti apa adanya dengan dia: “Timothy Huang tidak mengungkit dengan aku, kita ini termasuk kembali menikah, sebenarnya tidak merayakannya juga tidak apa-apa.”

“Kalau begitu tidak bisa, gimana—— ”

“Ayo makan!”

Deasy lebih berpikir banyak daripada Tiffany Xiang, kemungkinan tidak ingin membuat aku sedih, tidak membiarkan dia berlanjut bicara.

Aku menundukkan kepala lihat sekali makanan di depan mata sendiri, berbicara serius, dalam hatinya tetap ada sedikit kecewa.

Akan tetapi terpikir beberapa waktu ini Timothy Huang memberi perhatian kepada aku, upacaramya juga bukan benar-benar begitu penting, kalau tidak ada, aku juga tidak harus peduli begitu banyak.

Dalam akal sehatnya berpikir begitu, tapi dalam perasaan, sebenarnya tetap sedikit susah menerimanya.

Hah, mungkin ini baru namanya perempuan.

Novel Terkait

Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
3 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Someday Unexpected Love

Someday Unexpected Love

Alexander
Pernikahan
4 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu
My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu