Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu - Bab 257 Kamu Berpikir Terlalu Jauh

Aku tidak menyangka Timothy kembali sehari lebih cepat. Kami lalu pergi mengunjungi kota J. Kami bertiga sangat jarang bisa pergi bersama begini.

Sebelum liburan Timothy menanyaiku apakah aku ingin menghabiskan liburan musim semi di luar negeri. Aku menolaknya.

Ini adalah liburan musim semi ketiga setelah kami menikah. Aku menghabiskan dua liburan sebelumnya sendiri, tidak bersama dengannya. Namun, tahun ini setelah kami menikah lagi, aku ingin menghabiskan liburan ini dengannya di dalam negeri.

Dia tidak mengetahui hal ini sebelumnya. Kini, setelah dia tahu, dia tidak tahu bagaimana harus mengisi liburan kali ini.

Malam akhir bulan itu, suara kembang api terdengar dari segala arah. Tampak warna-warni kembang api dari jendela ruang tamu.

Menit-menit itu adalah momen tahun baru. Waktu berlalu dengan sangat cepat.

Timothy menarik pinggangku ke pelukannya.

Aku bersandar padanya, “Timothy.”

“Hm?” jawabnya.

Aku tertawa lalu melihat layar ponselku. Saat itu pukul 23:59. Diam-diam, aku menghitung di hatiku.

Tiba-tiba, tepat pukul 00:00, ada suara keras dari luar jendela.

“Selamat tahun baru, Timothy.”

“Selamat tahun baru, Jane.”

Setelah itu banyak pesan masuk ke ponselku. Aku ingin membukanya satu per satu. Namun, aku sedang memegang gelas. Karena tidak nyaman, aku memutar badan ke Timothy, “Bantu aku membawa gelasku.”

Dia mengulurkan tangan, menerima gelas itu lalu melepaskan pelukannya.

Aku yang sedang sibuk membalas pesan itu tidak memperhatikannya.

Tidak lama, Timothy kembali lagi. Dia lalu mencium leherku. Aku mengerang lalu mengulurkan tangan untuk mendorongnya, “Apa yang kamu lakukan? Aku sedang membalas pesan!”

“Kamu balas apa pesan-pesan itu? Bukannya lebih baik main kembang api?”

Aku lalu dipeluknya lagi. Aku tidak bisa kabur, “Apa yang kamu lakukan?”

“Main kembang api!”

Aku tidak meresponnya. Dia langsung melemparku ke ranjang. Aku langsung tahu apa maksudnya.

Aku menahannya dengan kakiku. Namun, dia malah menggenggam kakiku erat-erat, “Apa kamu berniat membunuhku?” tanyanya.

Dia menanggalkan pakaiannya lalu menekan tubuhnya padaku.

Aku mencoba menghindari ciumannya. Ciumannya lalu jatuh ke wajahku.

Dia tidak puas. Tangannya lalu menahan daguku, “Kamu tidak ingin ciumanku?”

Aku melihatnya terkejut lalu menggodanya, “Aku tidak akan membiarkanmu menciumku. Apa yang akan kamu lakukan?”

Dia menyeringai, “Aku tidak akan melakukan apapun. Aku bisa membuatmu meminta ciumanku.”

Dia lalu menahan tanganku. Sebelum aku bisa bereaksi, tangannya yang lain mencopot rok yang kukenakan.

Aku terkejut. Dia melihat ke arah bawah badanku, aku sangat malu, “Timothy, apa yang sedang kamu lakukan? Kamu! Mmh—” dia menciumku tiba-tiba.

Aku menatapnya, “Jangan, Timothy! Kamu ini! Mmh—”

Dia memanfaatkan waktu ketika aku berbicara lalu menciumku tiba-tiba. Aku hampir gila. Tanpa sadar, kedua kakiku bergerak tidak karuan.

Kini kepalanya ada di antara kakiku. Bagian itu sangat sensitif. Aku lalu merasa bagian bawah tubuhku gatal.

“Timothy—”

Aku merasa Timothy sudah gila. Aku sendiri sebentar lagi gila.

Dia lalu menciumku. Ketika aku mencoba bernafas, dia menundukkan kepalanya dan menciumku lagi dan lagi.

Tidak kusangka aku melakukannya dengan semangat semalam. Hari berikutnya, aku hampir tidak bertenaga untuk turun dari ranjang.

Saat ini, suasana libur musim semi sudah tidak begitu ramai. Kebanyakan orang di kompleks ini pergi berlibur. Hari itu sangatlah tenang juga dingin. Cocok untuk tidur sehari penuh. Kalau bukan karena Timothy yang membangunkanku, aku tidak tahu berapa lama lagi aku akan tidur.

Ketika aku membuka mata, aku mendapatinya sedang menatapku. Aku belum sempat bereaksi, dia tiba-tiba menciumku, “Selamat tahun baru, Sayang.”

“Selamat tahun baru, Sayang.”

Aku terkejut suaraku terdengar tidak jelas.

“Bangunlah untuk sarapan!”

Dia menciumku sampai aku turun dari kasur.

Aku mendapati kakiku lemas dan pegal. Aku lalu teringat kejadian tadi malam. Wajahku langsung memerah.

Untuk merayakan tahun baru, kami bertiga menonton kartun di rumah. Hari berikutnya kami mengunjung rumah Cedric Xu.

Mamaku pergi pagi-pagi sekali hari itu. Rumah Cedric Xu adalah rumah orang tuaku. Sebelumnya, paman dan bibiku sudah mengunjungiku di kota D. Tahun ini, giliranku membawa Victor dan Timothy kesana.

Victor sudah semakin lancar berbicara. Dia sangat pintar. Sekali melihat bibinya mengambil angpao, dia langsung berlari menghampiri sambil memanggil-manggil bibi.

Musim liburan itu berlalu dengan sangat cepat. Kantor kami libur selama dua puluh hari. Sebelum libur musim semi, libur lima hari. Lalu, setelah libur musim semi, libur tujuh hari. Delapan hari setelah tahun baru barulah memasuki waktu bekerja.

Selama liburan, kami terbiasa bangun pukul delapan lebih atau bahkan pukul sembilan. Ketika awal memasuki waktu bekerja lagi, seakan harus mengatur waktu bangun lagi.

Hari pertama kerja, aku sedikit tidak bersemangat. Tiffany juga tampak murung. Aku terlalu memikirkannya karena aku tahu Tiffany sama denganku, sama-sama menyukai liburan.

Namun, dia begitu terus selama tiga hari berturut-turut. Aku lalu merasa ada yang salah.

Deasy juga merasa ada yang salah dengan Tiffany. Dia lalu menarikku, “Apa kamu sadar Tiffany jadi pendiam setelah libur kemarin?”

Aku menganggukkan kepala, “Benar. Biasanya sekali melihatku dia langsung bertanya bagaimana liburanku. Lalu, dia bercerita tentang liburannya juga. Dia sangat aneh beberapa hari ini. Dia sama sekali tidak bersuara.”

“Apa terjadi sesuatu dengan keluarganya?”

“Tidak mungkin. Kalau terjadi sesuatu dengan keluarganya, dia sudah ambil cuti.”

Aku dan Deasy bercakap dengan lirih. Namun, kami juga tidak menemukan jawaban apapun.

Saat itu, Tiffany kebetulan pergi ke ruang isi ulang air minum. Aku menoleh ke Deasy lalu mengambil botolku dan menyusulnya, “Tiffany, tunggu aku!”

“Jane, bukannya kamu ada urusan bisnis di kota J?”

“Tidak. Aku akan pergi bulan Maret.”

Dengan dingin dia menjawab, “Hm.”

Aku menatapnya sambil mengerutkann dahi, “Tiffany, apa kamu sedang ada masalah? Aku melihatmu tidak semangat beberapa hari ini.”

Mendengar ucapanku, dia tertawa, “Ada masalah? Astaga, kamu berpikir terlalu jauh. Apa yang bisa terjadi padaku?”

Senyum di wajahnya terlalu dipaksakan. Dia bilang tidak ada masalah tapi aku tidak buta. Mana bisa aku mempercayainya!

Melihatnya begini, aku hanya bisa menunggu Tiffany untuk berinisiatif bicara. Lagipula, Tiffany beda dengan kebanyakan orang. Dia tidak bisa menyimpan masalahnya sendirian.

Novel Terkait

Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Cinta Di Balik Awan

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu