Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu - Bab 136 Dengan Begitu Aku Baru Bisa Cium Kamu

Sebelumnya saat aku wawancara masuk kerja aku pernah bilang kalau dalam dua tahun ini aku tidak bisa menerima tugas ke luar kota.

Tapi sangat tidak kebetulan sekali, setelah aku resmi jadi karyawan tetap, projek pertama yang aku terima adalah kegiatan kerja sama dengan kota A. Meskipun untuk hal yang bersangkutan di selanjutnya aku cuma perlu mengurus yang di kota D, tapi sebelum proposal belum selesai, aku harus ke kota A buat komunikasi langsung dengan pihak penyelenggara.

Pas mau terima projek ini manajer aku, Sophie juga pernah tanya pendapat aku, awalnya aku ingin menolak, tapi pihak lawan mengatakan, karena kegiatan ini kerja sama antara dua kota, dan aku lebih mengenal kota A, sehingga mungkin akan lebih bagus kalau aku yang menerima projek ini.

Melihat aku diam menggertakkan gigi, akhirnya dia sepakat untuk usahain tidak perlu ke kota A, diusahain untuk komunikasi online.

Aku ragu-ragu selama dua hari untuk menerima projek ini, namun baru saja memulai, dari pihak perusahaan satunya yang kerja sama dengan kami ada masalah, sehingga Sophie langsung memberitahuku pergi ke sana untuk rapat.

Karena projek sudah diterima, tidak mungkin aku melempar tanggung jawab, akhirnya aku pulang untuk diskusi sebentar dengan bibi Fan dan Mike.

Untungnya Victor itu anteng, dan Mike melihat Victor dari kecil, sekarang Victor sudah mulai bisa mengenal orang, pas malam ditiduri sama Mike, habis makan dan main sebentar saja sudah terlelap.

Aku pesawat jam 3 sore, sampai di kota A sudah jam 6 lewat, dari pihak perusahaan ada mengadakan perjamuan makan bersama, belum sempat aku dan Megan Lee berdua sampai di hotel buat taruh koper mereka sudah datang menjemput.

Di perjamuan makan tidak mengungkit soal pekerjaan, tapi tidak berarti tidak minum bir, sedangkan aku tidak terlalu jago minum, tapi untungnya tidak ada yang memaksa aku minum, selain cuma minum satu gelas pas di awal, aku sama sekali tidak minum lagi.

Mereka juga tidak memaksakan, hanya saja aku padahal cuma minum segelas wine, lalu tidak tahu kenapa akhirnya aku tetap mabuk.

Habis itu aku baru tahu, jus yang tadinya aku merasa enak itu ternyata bir buah, pas itu aku tidak memerhatikan itu, karena merasa enak, dan ditambah lagi banyak ngobrol jadinya haus, sehingga berapa banyak yang aku minum juga aku tidak tahu.

Aku dan Megan lee naik pesawat selama dua jam lebih, setelah perjamuan makan itu pihak perusahan lawan juga tidak menyusulkan apa-apa lagi, belum sampai jam 9 sudah mengatur orang untuk mengantar kami pulang.

Baru saja aku keluar dari ruangan aku sudah merasa mabuk sekali dan wajahku memanas, untung Megan lee papah aku jadi tidak jatuh.

“Nona Su, kamu baik-baik saja kan?”

Aku menggeleng, berusaha untuk tertawa : “Aku tidak jago minum bir, jadi malu-maluin.”

Dia cuma tertawa dan berkata : “Aku tadi lihat kamu minum bir buah, kirain kamu jago minum.”

Sekarang aku sudah agak mabuk, cuma kira-kira mendengar apa yang dia katakan, tapi pikiranku sudah tidak bisa jalan, sehingga aku cuma menjawab dengan tertawa.

Pas di mobil kepalaku semakin pusing, Megan lee menanyakan keadaanku, aku cuma mengangkat tangan memijit pelipisku, “Tidak apa, aku cuma agak mabuk saja.”

“Pantesan, muka kamu merah banget.”

“Ohya?”

Apa yang di jawab Megan Lee aku tidak terlalu mendengar, aku memiringkan kepala bersandar dan melihat ke luar jendela mobil, semoga beberapa hari ini aku tidak bertemu Timothy.

Tapi terkadang justru sesuatu yang ditakuti itu akan menjadi kenyataan, aku dan Megan Lee diantar sampai hotel, hotel ini di atur oleh mereka juga, terus juga baik banget lagi, aturnya yang hotel bintang empat, dan aku sama Megan Lee masing-masing satu kamar.

Baru saja aku keluar dari mobil, jalanku sudah sempoyongan. Untungnya aku masih ada sedikit kesadaran, sambil tanganku menyangga di pintu mobil aku berusaha menstabilkan posisi agar tidak jatuh.

Manajer mereka, Max Lin yang melihat aku seperti ini langsung mengambil koper yang dipegang Megan Lee dan menyuruhnya memapah aku masuk ke hotel.

Pas saat ini aku sudah agak tak sadar, Megan Lee yang seorang cewek jalannya jadi lambat karena sambil papah aku, kemudian karena penglihatanku yang berputar-putar, tanpa sengaja aku menabrak seseorang.

“Jane?”

Seperti ada yang memanggil aku, aku mengangkat kepala melihat sekilas, tapi tidak melihat dengan teliti.

Megan Lee menarik aku agak mendekat ke dia : “Jane, kamu kenal?”

Aku menggeleng : “Tidak kenal.”

Orang yang di belakang itu kayaknya ada mencengkram tanganku sebentar lalu ditepis sama Max Lin.

“Nona Li, kamu antar nona Su ke atas dulu.”

Orang itu sepertinya tidak terima, karena merasa tak enak sekali aku tarik Megan Lee : “Kita naik dulu saja.”

Megan Lee melihat aku sekilas, mungkin karena lihat aku tak enak juga, dia langsung mengangguk dan bawa aku pergi dulu.

Suara yang memanggil “Jane” berkali-kali di belakang itu terdengar mirip suara Timothy, tapi aku merasa lucu, aku baru saja sampai di kota A, bagaimana mungkin segampang itu langsung ketemu sama dia.

Kami berdua masuk ke dalam lift, aku merasa lambungku tak enak sekali, Megan Lee melihat aku dengan cemas : “Kamu gak apa-apa kan?”

Aku membasahi bibir tanpa bersuara.

Baru saja masuk ke kamar aku langsung mendorong Megan Lee ke samping dan lari ke toilet untuk muntah.

“Jane, masih oke gak?”

Habis muntah aku jadi agak sadar, aku mengangkat kepala menatap Megan Lee dan tersenyum simpul : “Aku gak apa-apa.”

Pas saat ini Max Lin mengetuk pintu, karena dia seorang cowok, jadi tak enak juga suruh dia masuk, sehingga aku minta tolong Megan Lin buat ambil koper aku.

Sesampai di hotel tadi sudah hampir jam 10, besok kami masih harus bangun awal untuk rapat kerja sama kami di perusahaan lawan.

Megan Lee agak flu, pas di pesawat dia juga masih minum obat, aku pun tak enak hati buat minta dia temanin aku, jadi kusuruh dia kembali istirahat ke kamarnya saja.

Sebelum pergi dia masih cemas sekali, kali ini aku sudah agak sadar, jadi habis aku bujuk-bujuk akhirnya dia pergi.

Sekali dia pergi aku langsung berjalan ke sofa sambil berpegangan di dinding.

Aku benar-benar capek habis muntah, tidak tahu berapa lama setelah duduk di sofa aku langsung ketiduran.

Bel pintu kayaknya bunyi, aku memaksakan diri untuk membuka mata.

Berapa banyak alkohol di bir buah ini aku tidak tahu, meskipun sudah muntah satu kali, tapi masih tetap merasa agak mabuk.

Pas baru bangkit saja aku masih sempoyongan, karena suara bel itu menyebalkan sekali, jadi aku tetap pergi membuka pintu sambil menggertakkan gigi berusaha bangkit berdiri.

Ketika melihat Timothy secara reflek aku langsung menutup pintu, tapi tenaga kurang kuat sehingga pintu tidak tertutup rapat, malah di dorong masuk sama dia, bahkan aku sampai ditarik ke dalam pelukannya.

“Lepasin aku!”

Kalau sudah mabuk begini, ngomong juga jadi tidak bertenaga.

“Kamu mabuk?”

Dia menutup pintu dan berjalan masuk sambil memelukku.

Aku berusaha meronta, pas sampai di sofa dia malah inisiatif lepasin aku.

Aku termangu, saat mengangkat kepala aku lihat Timothy membawa termos untuk memasak air, sejenak aku tidak sadar apa ayang mau dia lakukan, dan hanya melihatinya saja, sampai dia ke depan aku sambil bawain segelas air, baru aku reflek agak menciut ke belakang.

“Minum obatnya.”

Tanpa berpikir banyak aku langsung berkata : “Gak mau!”

Sepertinya dia mengernyitkan alis sebentar, aku tidak melihat jelas karena mabuk.

Di detik berikutnya, aku sudah ada di pelukannya, “Buka mulut.”

Aku merapatkan mulut, berusaha untuk tidak membuka.

Tidak tahu kenapa dia tertawa melihat aku , “Jane, aku bilang sekali lagi, kalau tidak buka mulut nanti jangan menyesal.”

Kedua matanya menatapku lurus, tidak tahu kenapa aku ada feeling kalau aku tidak membuka mulut, mungkin malah benar-benar bakal ‘buka mulut’.

Aku diam membeku selama dua detik, akhirnya kubuka mulutku.

Dia menghela napas, “Tiba-tiba aku malah ingin kamu keras kepala saja terus.” Ia berkata sambil mendekatkan gelas ke mulutku : “Dengan begitu aku baru bisa cium kamu.”

Novel Terkait

The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu
My Japanese Girlfriend

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu