Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu - Bab 256 Sangat Merindukanmu

Sisa lima hari sampai liburan tiba. Lentera merah bergantung rapi di tepi jalan. Banyak diskon di toko-toko.

Kantorku sudah libur. Namun, Timothy masih sibuk. Bahkan dipergantian tahun, dia masih saja meeting di luar kota.

Bibi Zhao sudah mengambil cuti. Aku seorang diri mengajak Victor membeli keperluan tahun baru dan baju.

Dulu aku melakukan semua ini sendiri. Namun, banyak hal terjadi dalam setahun ini. Aku kembali ke kota A, juga menikah dengan Timothy.

Dua hal ini membuatku sangat menanti-nanti tahun baru kali ini.

Timothy akan kembali di akhir Januari. Aku selalu merasa Timothy tidak pernah jauh dariku. Namun, kali ini dia ada urusan bisnis. Jadi, aku liburan sendiri di rumah. Walaupun ada Victor yang menemaniku di rumah. Namun, aku merasa ada yang kurang.

Manusia selalu begini. Mereka tidak peduli jika tidak bisa memiliki sesuatu. Namun, sekali mendapat apa yang mereka inginkan, mereka tidak ingin melepaskannya.

Beberapa hari ini Timothy sangat sibuk. Dia selalu meneleponku jam sembilan malam lebih. Itu saja hanya lima menit, lalu dia tutup lagi.

Aku tahu tidak mudah baginya mengurus perusahaan sebesar itu. Namun, tidak bisa dipungkiri, aku kadang merasa sedih.

28 Januari pun tiba. Aku merapikan rumah seorang diri. Aku juga mengganti hiasan pintu rumah.

Aku juga pergi ke supermarket untuk membeli buah.

Namun, di pergantian tahun begini, supermarket juga akan tutup.

Keluar dari supermarket, hari sudah petang. Aku sangat lelah. Aku tidak ingin menyiapkan masakan sendiri malam ini. Aku lalu mengajak Victor makan diluar.

Setibanya di rumah, tenagaku sudah benar-benar habis. Hari ini Victor terus mengikuti kemanapun aku pergi.

Ketika aku memandikannya, dia sudah setengah tertidur. Usai mandi, aku mengeringkan badannya dengan handuk. Dia sudah terlelap.

Hari ini aku tidak perlu memaksa Victor untuk tidur.

Aku menggendong Victor ke kamar lalu menyempatkan mandi. Kurang dari jam sepuluh, aku sudah terlelap.

Mungkin karena aku lelah beberapa hari ini, badanku rasanya pegal. Aku tidur tidak nyenyak malam itu. Setengah mimpi setengah terbangun. Aku serasa mendengar Timothy memanggilku.

Baru terlelap sebentar, aku mendapati Timothy ada disampingku.

Aku sangat lelah. Aku kira aku sedang bermimpi. Namun, aku mengulurkan tangan untuk memeluknya.

“Sayang, aku pulang.” bisik Timothy di telingaku.

Kemarin malam aku tidur awal, jadi pagi ini aku bangun awal juga.

Kemarin aku menghabiskan seharian untuk membersihkan rumah. Sudah lama aku tidak olahraga jadi aku langsung kelelahan setelah membersihkan satu rumah seorang diri.

Pagi itu ketika aku membuka mata, seluruh badanku masih saja pegal, terutama bagian pinggang.

Aku mengelap jendela dari atas ke bawah kemarin. Mungkin karena itu aku lelah.

Ketika aku meregangkan badan, tanganku tanpa sengaja mengenai sesuatu. Aku menoleh dan melihatnya. Aku mendapati Timothy yang harusnya ada di luar kota sedang berebah di atas kasur.

Aku mengulurkan tangan dan menyentuhnya. Ini benar dia.

Aku lalu teringat mimpiku tadi malam. Pagi ini aku mendapati ternyata semalam bukanlah mimpi.

Timothy sedang tertidur lelap. Sinar matahari di luar jendela juga masih redup. Aku hanya bisa melihatnya dengan cahaya yang remang-remang.

Ada lingkaran hitam di bawah matanya. Walau cahaya kamar saat itu sangat minim, namun, aku masih bisa melihatnya dengan jelas.

Aku pikir dia baru akan kembali besok. Tidak kusangka dia kembali tadi malam.

Dia pasti lembur demi pulang lebih awal.

Hatiku diselimuti rasa hangat ketika memikirkannya. Aku sangat tersentuh.

Saat ini masih pukul tujuh pagi. Lagipula, ini masih musim dingin. Jadi, tidur sebentar lagi tidak masalah.

Aku juga tidak ada kesibukan apa-apa. Victor tidur lama ketika musim dingin. Kurang lebih pukul sembilan pagi baru bangun.

Aku juga tidak ingin membangunkan Timothy. Dia pulang tengah malam kemarin. Dia juga pasti sangat lelah.

Aku menutup mata dan kembali tidur.

Beberapa saat kemudian, ketika aku terbangun lagi, aku mendapati Timothy sedang menatapku.

Aku terkejut, “Kamu sudah bangun?” tanyaku dengan suara serak.

Dia mengulurkan tangannya lalu memeluk dan menciumku, “Sayang, aku pulang.”

Aku tersentuh mendengarnya. Aku mengulurkan tangan untuk memeluknya, “Selamat datang, Direktur Huang.” ucapku. Timothy lalu menekan badannya ke badanku, “Jam berapa ini? Viktor sebentar lagi bangun!”

“Tidak masalah. Belum ada jam delapan. Anak itu jarang bangun awal. Lagipula, kalau dia bangun juga tidak apa-apa. Biarkan dia bermain di kasurnya dulu.”

Aku tertawa mendengarnya. Aku lalu mendorongnya, “Selain kamu tidak ada yang begini dengan anak sendiri!”

Dia lalu menarikku lagi. Kakinya menjepit kakiku. Dia sama sekali tidak membiarkanku kabur. Dia menundukkan kepala, menatapku, “Apa kamu tidak merindukanku?”

Dia mengusapkan dagunya ke wajahku.

Sepertinya, dia bekum bercukur beberapa hari ini. Janggutnya yang mulai tumbuh mengenai wajahku. Aku merasa gatal.

Dia menjepit kakiku dan memelukku lebih erat. Dia lalu menekankan badannya ke badanku, “Aku merindukanmu. Dia juga merindukanmu.” ujar Timothy.

Aku langsung paham apa yang Timothy maksud dengan ‘dia’ karena ‘dia’ yang keras seperti batang tepat berada di atas kakiku.

Wajahku memerah, “Apa kamu tidak bisa—”

“Tidak bisa!” ujarnya cepat. Dia lalu menciumku. Tangannya menyelinap ke dalam bajuku.

Aku tidak bisa melepaskan diri dari ciuman Timothy. Aku lalu luluh. Timothy melepas bajuku. Satu tangannya di sisi atas badanku, satu tangannya yang lain ada di bawah.

Dia terus menciumku sambil memasukiku. Aku mengerang.

Dia lalu berhenti. Sambil menciumku dia bertanya, “Katakan! Kamu juga merindukanku!”

Aku hampir gila dibuatnya. Aku mengulurkan tangan ke arahnya, “Apa yang sedang kamu lakukan?”

Timothy menggingit daun telingaku. Badanku bergetar, “Kalau kamu tidak berbicara, aku akan terus melakukannya.”

Aku yakin jika Timothy bisa mengatakannya, dia juga bisa melakukannya.

Aku ingin mengatakan aku juga merindukannya. Aku hanya tidak menyangka dia sangat ingin mendengarnya.

Aku lalu tertawa sambil memeluknya erat, “Aku juga merindukanmu, Direktur Huang.”

“Jangan panggil aku begitu.”

Dia masih juga menuntutku. Aku terdiam. Dia lalu menarik dirinya. Aku mengikutinya. Diam-diam tidak ingin dia berhenti.

“Kamu! Bagaimana bisa kamu begini?” tanyaku sambil melihatnya dengan bingung.

Timothy menatapku. ‘Dia’ masih keras. Namun, Timothy berhenti melakukannya, “Jangan panggil aku Direktur Huang lagi.”

Bisa-bisanya dia begini!

Namun, melihat lingkaran hitam di bawah matanya, aku melunak. Dengan malu aku berkata, “Aku juga merindukanmu, Sayang.”

Aku lalu menenggelamkan kepalaku di dadanya, “Sangat merindukanmu.”

Novel Terkait

Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
4 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
4 tahun yang lalu
Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
4 tahun yang lalu