Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu - Bab 166 Aku Cinta Kamu

Terakhir kali ketika aku dengan Timothy dan agak mabuk, jadi aku setengah sadar dan setengah tertidur, tidak bisa mengingat dengan jelas detail-detailnya.

Namun kali ini, jelas-jelas aku sadar, ia menutupiku berulang kali, atas bawah, kanan kiri, membuatku gila seluruhnya.

Sampai pada akhirnya, aku tidak henti-hentinya meminta padanya, ia memelukku dan setiap kali berkata bahwa tidak akan lama lagi akan segera berakhir, alhasil benar-benar cepat!

Timothy sungguh sangat menahan diri, tadi malam ia menarikku dan melakukannya selama lima kali.

Terakhir ia menggendongku menuju kamar mandi untuk membersihkan diri lalu langsung tertidur setelahnya, hari kedua ketika aku terbangun dan memandangi langit-langit kamar, baru teringat yang terjadi tadi malam.

Aku tersadar dan melihat ponselku, aku meledak ketika melihat waktu yang tertera!

Timothy mematikan alarmku, sekarang sudah jam delapan, aku akan terlambat bekerja!

Aku sibuk beranjak dari kasur, alhasil baru saja turun, kedua kakiku tidak bertenaga, hampir saja aku terjatuh di lantai.

“Kau sudah bangun?”

Aku keluar dari kamar, menyadari Timothy sedang membawa sarapan masuk.

Teringat tadi malam bagaimana pun aku merayunya ia tidak melepaskanku, aku tidak kuasa memelototinya: “Kalau saja aku tidak terbangun, aku akan terlambat bekerja!”

Ia menatapku dan tiba-tiba tertawa: “Aku sudah membantumu untuk ijin dari kantor.”

“Ijin?” Aku mengerutkan alis, merasa ada sesuatu yang tidak beres, “Bagaimana kau membuatkanku ijin?”

“Menelepon, kalau tidak bagaimana bisa? Jika kau sudah bangun, kalau begitu cucilah wajahmu dan sikat gigi, lalu sarapan baru kembali tidur.”

Ia berbicara sambil menarikku ke kamar mandi, akhirnya aku terpikirkan apa yang tidak beres: “Kau sendiri yang menelepon ke kantorku untuk membuatkanku ijin?”

“Iya.”

Aku mengertakan gigiku, hanya tersisa harapan terakhir: “Apa yang kau katakan?”

“Aku bilang semalam terlalu melelahkan.”

Ia masih tertawa, melihat tawanya, aku sangat marah dan ingin merobek mulutnya: “Timothy bagaimana bisa kau melakukan itu!”

Salahkan tubuhku yang pendek, dan tenagaku yang lemah, ia dengan mudahnya memegangi tanganku, dan menggunakan tubuh jenjangnya, menunduk dan menciumku: “Bohong, aku hanya bilang kau sedikit tidak enak badan.”

Mendengar penjelasannya, barulah aku menghembuskan napas lega.

Kemarin sungguh ricuh, sekarang aku benar-benar tidak nyaman, tubuhku terasa ringan, tidak ada sedikit pun tenaga.

Dipikir-pikir, akhir-akhir ini aku hanya berkomunikasi, tidak ada pekerjaan apa-apa, aku tidak berencana pergi ke kantor juga.

Tadi malam memang sungguh hebat, setelah sarapan pun aku mengantuk, tidak tahan untuk kembali ke kamar dan melanjutkan tidurku.

Ketika terbangun lagi hari sudah siang, Timothy sedang bermain dengan Victor, sembari memijit keningku aku bertanya: “Dimana Bibi Fan?”

Ia menengadah menatapku, “Aku memberinya istirahat satu hari.”

Aku membuka mulutku, ingin berkata sesuatu, tapi tidak jadi.

“Apakah kau lapar?”

Baru saja aku mau bertanya, ia sudah bertanya terlebih dahulu.

“Lapar, aku akan memasak makanan.”

“Tidak usah, kusuruh orang untuk mengantar ke sini.”

Selesai berbicara, bel pintu pun terdengar.

Aku menatapnya sejenak, berbalik dan membuka pintu, sudah tertebak ternyata adalah pengantar makanan.

Tidak mudah untuk bisa ada di rumah, seharian aku dan Timothy menemani Victor bermain.

Tidurku cukup banyak di pagi hari, ketika tiba waktunya tidur di malam hari, aku tidak merasa mengantuk.

Sedangkan Timothy, “Kau masih belum tidur?”

Mengingat perbuatan menjijikan yang dilakukannya kemarin, aku agak takut: “Aku tidak mengantuk, jika ingin tidur kau tidurlah dahulu.”

Ia menatapku pasrah: “Jane, kau benar-benar menganggapku sebagai monster?”

Aku memiringkan bibirku, tidak menjawab, tapi hatiku merasa ia adalah orang seperti itu.

Pikiranku terbaca olehnya, langsung datang memelukku,

Aku terkejut: “Apa yang kau lakukan?”

“Tidur!”

Aku sibuk melawan: “Aku masih belum mengantuk, kau jangan – au!”

Aku belum selesai berbicara, ia mengangkat tangan dan menjatuhkanku ke ranjang.

Ia menatapku sejenak, berbalik dan menutup pintu, lalu datang dan naik ke kasur, mengulurkan tangannya menyentuhku: “Kemarilah.”

Aku sadar dan bersembunyi: “Kau jangan menyentuhku, aku benar-benar masih lelah!”

Ia sedikit canggung, tapi tetap saja memegangiku: “Aku bantu memijatmu.”

“Aku tidak butuh –”

“Tidurlah!”

Ia berbicara sambil menekanku di ranjang.

Aku masih ingin melawan, ia memperingatiku: “Jika kau bergerak tak karuan, aku akan menghabisimu!”

Aku tahu Timothy bisa melakukan apa yang dikatakannya, aku tidak berani bergerak.

“Rilekslah sedikit, untuk apa begitu tegang?”

Tidak disangka ia benar-benar memijatku, awalnya aku cukup takut, takut ia melakukan yang tidak-tidak, tapi kemampuannya cukup lumayan, aku merasa cukup nyaman, perlahan rileks.

“Jane?”

Setengah sadar, sepertinya ia memanggilku.

Aku sedikit mengantuk, menyipitkan mata dan menggumam: “Hm?”

Ia menunduk dan menggendongku ke ranjang, lalu menciumku: “Aku mencintaimu.”

Mataku panas, menenggelamkannya di dalam pelukannya: “Hm.”

Tadi malam aku tidur dengan baik, esok harinya aku terbangun pagi.

Aku baru membuka mata dan melihat Timothy masih tertidur, teringat kata-katanya kemarin sebelum tertidur, aku merasa hatiku seperti dipenuhi madu, lembut dan manis.

Pagi ini, kelambu kamar tertutup rapat, hanya ada sedikit sinar matahari yang menerobos masuk, namun cukup untuk membuatku memandangnya dengan jelas.

Timothy yang tertidur terlihat seperti seorang anak laki-laki, teringat hubunganku dengannya dahulu, sedikit tidak bisa dipercaya.

Menatapnya sejenak, aku pun berdiri dan membuat sarapan siap-siap bekerja.

Aku masih membuat sarapan, tiba-tiba ia memelukku dari belakang, dagunya diletakkan di bahuku, tidak berbicara, sepertinya seluruh tubuhnya bersandar padaku.

Ia memelukku hingga hatiku melunak, tapi karena sedang membuat sarapan, aku hanya bisa mendorongnya: “Kau jangan menghalangiku.”

“Aku tidak asal bergerak.”

Aku sedikit tertawa: “Kau yang sebesar ini memelukku, kalau pun tidak bergerak, bisakah aku meluruskan tangan kakiku?”

Ia sama sekali tidak berbicara, juga tidak melepaskanku.

Aku tahu aku tidak bisa mengalahkannya, maka aku pun diam.

Sarapan kali ini agak sulit dibuat, aku tidak bisa merayu kekasihku, membuat tanganku bergetar dan hampir saja menggosongkan telur yang kubuat.

Aku keluar ketika pukul setengah delapan pagi, ia berkata ingin mengantarku bekerja, aku tidak menolak, juga malas berdesakan di bis umum.

Ketika mobil berhenti, aku memiringkan wajahku menatap Timothy: “Aku pergi bekerja.”

Sambi berbicara sambil membuka pintu mobil, alhasil ia menarikku kembali: “Tunggu.”

Aku terkejut, “Ada apa lagi?”

Ia menatapku sambil menaikkan alisnya: “Kau akan turun begitu saja?”

“Lalu?”

Aku sedikit curiga, jangan-jangan aku harus memberinya uang?

Ia mengangkat tangan dan menunjuk wajahku: “Jane, tidak bisakah kau merayuku? Mengantarmu bekerja, bisakah berikan aku sebuah kecupan?”

Aku memelototinya, mengulurkan tangan dan membuka pintu mobil: “Kau bermimpi.”

Alhasil pintu mobil terkunci rapat, aku berbalik menatapnya: “Cepat bukakan aku pintu!”

Novel Terkait

After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu