Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu - Bab 275 Aku Hanya Ingin Pulang Melihat Victor

Timothy Huang keluar tidak lama dan sudah kembali, dia telah membeli bubur sayur kering, tidak sama dengan kemarin Jeremy Zheng beli.

Hari ini napsu makannya lebih bagus daripada kemarin, tidak lama aku sudah menghabiskan buburnya.

Pada saat ini, suster juga telah masuk, dan mengambil infus.

Aku tau demam aku ini tidak menurun, tidak infus tidak bisa, hanya bisa menerima takdir menjulur tangannya keluar kasih dia tusuk.

“Tuan Huang, inget menyuruh istri kamu banyak minum air.”

Sebelum suster pergi masih menunjukkan perhatian yang mesra agar Timothy Huang mengingat aku banyak minum air, pintu baru saja tertutup, Timothy Huang langsung menuangkan segelas air kasih aku:

“Apakah sudah mendengar perkataan suster? ”

Aku mengetahui sendiri ada salah, juga tidak berani berkata apapun, menerima air gelas yang dia berikan, menundukkan kepala minum dengan pelan-pelan.

Baru selesai minum bubur, sebenarnya aku sedikit kekenyangan, satu gelas air ini masuk, perut aku sedikit kembung.

Disaat makan obat minum satu gelas air lagi, kebanyakan minum air akibatnya aku selalu ingin pergi ke toilet.

Disaat efek obatnya menaik, aku tidak lama sudah tertidur, dan akhirnya tertidur dengan baik, tiba-tiba terbangun oleh rasa ingin pipis, membuka mata ingin ke toilet, akhirnya Timothy Huang dengan tenaga menekankan aku: “Kamu jangan asal gerak, aku mengambil turun infusnya dulu.”

Aku mengangkat kepala lihat sekali infus itu, hanya bisa duduk disitu menunggu dia menurunkan infusnya.

Kondisi begini sudah berlanjut sampai satu jam, aku terus-menerus pergi ke toilet tiga kali, kemudian pada akhirnya berhenti juga.

Obat demam ada efek tidur, aku sangat cepat langsung tertidur mati.

Disaat bangun baru sadar sudah jam dua belas lebih, sekali buka mata langsung menyadari Timothy Huang tidak di dalam ruang sakit.

Keningnya aku mengerut, buka mulut memanggil dia sekali: “Timothy Huang?”

Tidak ada orang menjawab aku, ruang sakit begitu besar, orangnya pergi kemana, aku sekali melihat langsung dapat melihatnya.

Garis penglihatannya jatuh di koper yang disamping dia, aku baru mengeluarkan nafas merasa lega.

Mengambil Hp melihat sebentar jamnya, tak terpikir sudah jam dua belas lebih.

Jeremy Huang di dalam Weibo tanya aku, aku sudah bangun belum.

Di saat pagi hari aku tidak melihat Hp, waktu dia mengirim pesan ini sudah jam sepuluh lebih, aku sudah tertidur.

Berpikir-pikir, aku tetap membalas dia: Baru bangun.

Dia balasnya sangat cepat: Kita datang menjenguk kamu sebentar, apa sudah makan siang? Ingin makan apa?

Aku baru selesai melihat pesan dia ini, lalu Timothy Huang telah masuk, melihat tangan dia menenteng kotak makan, aku baru tau dia keluar beli makan.

Takut Jeremy Zheng membawa nasi kemari lagi dan membuang makanan, aku segera membalasnya: Tidak usah, Timothy Huang sudah pergi beli.

Pada mulanya aku ingin menyuruh dia juga jangan membuang waktu di hari minggu yang indah untuk datang ke rumah sakit menjengek aku, tapi dipikir-pikir, juga semacam rasa hormat, lalu tidak menolaknya juga.

“Ayo makan, jangan melihat Hp.”

Timothy Huang membukakan kotak makannya, menjulurkan tangan mengambil pergi Hp aku.

Kepala jarum yang di tangan aku sudah dicabut, aku melihat sekali dua kotak makan di atas meja, semuanya tak berlemak, aku dengan asal memilih satu kotak.

“Ada kuah.”

Aku melihat dia, menggeleng-geleng kepala: “Tidak ada napsu makan.”

“Sangat tidak berlemak, minum sesuap.”

Dia berkata, membukakan kuah dan memberi ke aku.

Aku melihat sekali, adalah kuah obat-obatan, tapi aku juga tidak ada napsu, akan tetapi makan nasi saja juga susah menelannya, lalu dengan begini satu suap nasi satu suap kuah makan sampai habis.

Pada saat Jeremy Zheng mereka datang pas aku baru selesai mengukur suhu badan, ketika melihat Louis Zuo aku melongo sekali: “Wakil Direktur Zuo, kamu kenapa datang juga?”

Mukanya ini benar-benar membuang sedikit besar!

“Kamu pingsan di depan aku, aku tidak datang menjenguk, terlalu tidak kemanusiawi juga.”

Dia jarang sekali bisa bercanda, aku juga lega banyak.

Jeremy Zheng menaruh keranjang buah disamping: “Apakah kamu masih merasa tidak enak?”

Aku baru ingin buka mulut, Timothy Huang sudah buka mulut duluan: “Tadi sudah mengukur suhunya, tiga puluh tujuh derajat, masih sedikit demam rendah, terima kasih atas kedatangan kalian.”

“Direktur Huang terlalu sungkan, bagaimana juga, Jane Tsu juga karena masalah perusahaan kami baru sibuk sampai seperti ini.”

Louis Zuo melanjutkan perkataan Timothy Huang, Jeremy Zheng jalan kesamping ranjang: “Kamu hari minggu seharusnya tidak pulang ke Kota A kan?”

Aku melihat sekali Timothy Huang, kemudian tetap mengangguk-angguk kepala: “Sementara mungkin masih tidak boleh keluar dari rumah sakit.”

Dia mengangguk-anggukkan kepala: “Tetaplah kesehatan paling penting.”

Aku bersenyum sekali: “Biasanya badan aku sangat bagus.”

“Justru itulah kamu biasanya bersandarkan kesehatan badan bagus menyiksanya, sekarang kali ini sudah memberi ganjaran untukmu?”

Dia berkata, telah membuka keranjang buah, “Kamu mau makan apa?”

Aku melihat dia sekali, merasa mulutnya terlalu tawar, melihat ada jeruk, tak tahan ingin makan: “Jeruk.”

Dia mengopek satu jeruk kasih aku, aku menjulurkan tangan menerimanya: “Terima kasih.”

“Tanggapan proyek kali ini malah lebih bagus, berakhir sampai hari ini, pemakaian belakang panggung kita sudah naik sampai dua ratus ribu, bagaimanapun juga kita masih ada satu kegiatan yang meneruskan pengiriman nanti.”

Jeremy Zheng tau aku bosan, lalu memilih beberapa kata ini berbicara dengan aku.

Mendengar data bilangan ini, aku juga kaget, satu hari begini saja sudah ada pemesanan dua juta lebih, kegiatan kali ini total masuknya tiga juta lebih, bisa dibayangkan, keuntungan selanjutnya ada berapa besar.

“Sekarang bukan musim melimpah bertamasya, bisa ada begitu banyak pemesanan, sudah lumayan.”

Aku mengangguk-angguk kepala: “Memang.”

“Kali ini berkat kamu.”

Aku bersenyum sekali, tidak berani menganggap dirinya berjasa: “Kalian bersusah payah begitu lama, aku gimana berani merebut jasa kalian!”

Walaupun utama merencanakan adalah tanggung jawab aku, tapi pelaksanaan barulah kunci utamanya, kalau bukan atas kerja sama mereka, pada akhirnya hasilnya juga tidak bisa melampaui dampaknya.

Jeremy Zheng dan Louis Zuo tidak berapa lama tinggal di rumah sakit, tidak sampai jam dua mereka sudah pergi.

Timothy Huang membantu aku mengukur sekali lagi suhu badan, kali ini akhirnya suhu badan telah menurun sampai dibawah tiga puluh tujuh derajat.

Aku telah mengeluarkan angin merasa lega, menjulurkan tangan menarik-narik lengan bajunya: “Suami.”

Panggilan ini sedikit jarang panggil, begitu buka mulut, aku hanya merasa sedikit malu.

Dia melihat aku sekali: “Ada apa?”

“Demam aku sudah menurun.”

Dia mengambil satu apel, sambil mengupas sambil menjawab aku: “Ehmm, hal bagus.”

Aku melihat dia bersikap kasual, selalu merasa dia tau aku ingin mengatakan apa, sekarang sengaja mempersulitkan aku.

Terpikir beberapa hari sudah tidak melihat Victor, aku juga tidak ikut dia berkeliling dan berkata langsung: “Sekaranf demam aku sudah menurun, besok pulang Kota A, baik tidak? ”

“Tidak baik.”

Dia berpikir juga tidak, menolak aku langsung saja.

Aku melihat dia, sedikit kaget: “Kenapa?! Aku kan sudah menurun demamnya, dan juga mana ada orang pilek begitu lama tinggal tiga hari rumah sakit!”

“Dokter sudah bilang, demam kamu sekarang sudah menurun, tapi sangat cepat akan menaik lagi.”

Mendengar dia mengambil perkataan dokter untuk menutupi aku, aku tetap sedikit merasa tidak puas: “Aku sudah mau satu minggu tidak melihat Victor!”

“Kamu tidak merawat dengan baik sakitnya, pulang masah ingin menularkan ke Victor?”

Aku memelototkan dia sekali: “Kamu mikir apa! Aku hanya ingin pulang melihat Victor!”

Dia mengambil turun dan membuang kulit apel yang tidak putus dari atas pisau, kemudian melihat aku: “Kamu hanya ingin melihat Victor?”

Aku segera mengangguk kepala: “Beneran, apakah kamu sama sekali tidak kangen anak? Sudah begitu banyak hari tidak melihat dia!”

Timothy Huang tidak berekpresi apapun: “Tidak kangen. Tapi kamu ingin melihat Victor, juga tidak perlu keluar dari ruamh sakit.”

Novel Terkait

The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Dan Rahasia

Cinta Dan Rahasia

Jesslyn
Kesayangan
5 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
3 tahun yang lalu
Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Jasmine
Percintaan
4 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
3 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
4 tahun yang lalu