Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu - Bab 117 Tidak Seperti Yang Kamu Pikirkan

Sudah 8 hari Timothy tidak muncul, aku juga pelan-pelan mulai tenang kembali.

Melihat matahari ini cerah, aku pun membawa Victor jalan santai di bawah.

Pas akhir pekan begini jadi agak ramai, juga lumayan banyak anak-anak yang main di sini.

Aku rasa nanti kalau Victor sudah besar, dia tidak bakal kesepian.

Di bawah matahari yang cerah, aku berjalan pelan sambil mendorong Victor.

Victor sangat penasaran sama hal-hal baru, suka melihat sana sini.

Aku berhenti di depan sekumpulan bunga biar Victor bisa melihat, tidak disangka ada seorang anak kecil berlari lurus ke arah kami.

Dia lari begitu cepat dan sudah hampir akan menabrak kereta bayi, aku pun refleks langsung mengulurkan tangan untuk menghalang, akhirnya anak itu tidak berdiri stabil dan jatuh ke tanah.

Baru saja aku mau mengulurkan tangan untuk mendirikannya, mendadak aku didorong sama seseorang : “Kamu apain anakku!”

Karena takut kena Victor aku tidak berani berpegangan ke kereta bayi, sekali didorong aku langsung agak terhuyung-huyung dan jatuh ke tanah.

Sekali menengadahkan kepala langsung tampak seorang ibu-ibu 50 tahunan dengan kedua matanya yang bengis, anak kecil tadi meledak nangis seperti habis disiksa.

Aku mengernyitkan alis, baru saja aku mau membuka mulut, ibu itu mendorong aku lagi : “Anakku jatuh sampai sakit, kamu harus ganti rugi!”

Aku pernah dengar soal sengaja minta rugi di jalan kayak begini, tapi belum pernah ketemu yang pakai cara kayak ini.

Aku yang awalnya mau minta maaf secara baik-baik jadi emosi gara-gara dibilangin begitu sama ibu ini, aku berdiri dan menarik kereta bayi ke belakangku : “Bu, masuk akan sedikit bisa gak? Anak ibu tadi hampir menabrak anak saya, dan saya cuma ngulurin tangan mau menghalang, kenapa malah nyalahin saya yang dorong dia? Kalau tidak percaya tanya saja sama anak ibu!”

“Jangan mengelak kamu, tadi aku lihat dengan mata kepalaku sendiri, kamu yang dorong anakku!”

Benar-benar wanita garang!

Ketemu sudah hari ini, akhir pekan ini lumayan ramai, anak-anak yang main pada yang kecil-kecil.

Malas perhitungan sama dia, aku mendorong Victor dan berniat pergi, tak disangka ibu itu langsung menarik aku : “Kamu mau pergi begitu saja?”

Aku menoleh dan menatapnya dengan dingin : “Kalau tidak? Aku tidak mendorong siapa pun, kenapa tidak boleh pergi? Malah ibu yang tadi dorong saya, saya saja belum cari perhitungan sama ibu!”

“Hiksss, kamu, kamu yang dorong aku!”

Awalnya ibu itu sudah aku lawan sampai tak bisa berkata-kata, tapi tak disangka anak itu malah memutarbalikkan fakta. Dalam sekejap aku emosiku meledak sampai gemetaran, aku tatap anak itu : “Dek, kalau bohong, itu hidung bakal semakin panjang semakin panjang dan semakin panjang! Kalau kamu tidak bicara jujur, hidung kamu besok bakal jadi panjang banget, kalau sudah begitu kamu pasti bakal diketawain sama teman-teman lain.”

Kelihatan sekali anak itu ketakutan sama omonganku, tangisnya berhenti lalu melihatku dengan was-was : “Benaran? Hidung bakal jadi panjang?”

“Ya pastilah——“

“Jangan takut-takuti anak aku! Kamu sudah dorong anakku! Harus ganti rugi!”

Kurasa aku mengerti, hari ini kalau aku tidak “ganti rugi” sedikit, ibu ini tidak bakal berhenti.

Tapi aku tetap tidak mau ganti rugi, tidak percaya aku dia bisa apa-apain aku!”

Aku melihat sekilas ke anak itu : “Hati-hati besok hidung kamu jadi panjang panjang dan panjang!”

Baru aku selesai ngomong, anak itu langsung memegang hidungnya sendiri.

Jelas-jelas sudah bohong, yang dewasanya tidak tahu malu, yang kecilnya juga tak bisa diajar.

Aku tidak mau mempedulikan mereka lagi, aku berbalik badan dan pergi, tak disangka ibu itu mengulurkan tangan menarik aku lagi.

“Ngapain kamu, lepasin aku!”

“Kamu sudah dorong anakku sampai jatuh, dan kamu mau pergi begitu saja?”

“Aku tidak mendorong anakmu, aku ngomong sekali lagi, lepasin aku!”

“Jangan harap bisa pergi kalau tidak ganti rugi!”

Tenaga ibu itu memang kuat sekali, membuat aku tidak bisa melepaskan diri,

Pas di saat aku tidak tahu harus bagaimana, Timothy tidak tahu muncul dari mana : “Lepasin dia!”

Dia jalan sampai di samping aku, sorot mata dia ke ibu itu dingin sekali bagaikan es.

Ibu itu kayaknya dikagetin sama Timothy, dia agak gemetaran tapi tetap tidak lepasin aku : “Enak saja! Jangan kira kalian banyak orang jadi aku bakal takut sama kalian! Kamu sudah dorong anakku, kamu lihat, kamu lihat, tangannya sampai terkelupas kulitnya!”

Selesai ibu itu berkata, anak itu membalikkan tangan, dan memang benar, kulitnya terkelupas.

Tapi aku tahu, ini pasti bukan karena tadi jatuh.

Aku menggertakkan gigi : “Bukan aku yang dorong! Sudah kubilang aku tidak dorong!”

Timothy menundukkan kepala melihat aku sekilas, dia mendekat dan menarik tangan ibu itu supaya lepasin aku.

“Ka, kalian keterlaluan sekali!”

Timothy langsung lempar sebuah kartu nama : “Ada masalah apa cari pengacaraku saja!”

Selesai ngomong demikian, satu tangan dia mendorong kereta Victor dan satu lagi menarik aku pergi.

Dia menghilang selama 8 hari dan tiba-tiba muncul, aku teringat kejadian hari itu, langsung aku lepasin genggamannya.

Untung dia tidak genggam terlalu kuat, jadi bisa langsung aku lepasin.

Timothy menoleh melihat aku sekilas, tanpa berkata apa-apa dia lanjut mendorong kereta Victor.

Aku menganga, akhirnya dengan muka dingin aku ikuti di belakang.

Pas mendekat baru aku dengar dia menanyai Victor, “Victor, ada kangen sama ayah gak?”

Mendengar perkataan dia, akhirnya aku tidak bisa menahan diri, aku maju dan merebut kereta Victor, lalu dengan cepat aku melangkah ke depan.

“Jane, jalan begitu cepat, kalau kesandung gimana?”

Walaupun tidak ingin mengindahkan dia, tapi omongan dia ada benarnya, apalagi aku lagi dorong Victor.

Akhirnya aku memperlambat langkahku, dalam beberapa langkah dia sudah menyusul : “Beberapa hari lagi sibuk di kantor.”

Tanpa perasaan aku berkata : “Gak ada hubungannya sama aku.”

Aku kira dia bakal menjawab lagi, tapi ternyata tidak.

Sampai di lantai bawah apartemen aku, aku membuka pintu utama dan memasuki lorong.

Juga tidak menutup pintu, lagian Timothy ada kunci sidik jari di sini, tutup tidak tutup dia tetap bisa masuk.

Sepanjang lorong sampai masuk ke lift, dia tetap tidak bersuara, aku juga diam.

Sampai di depan pintu rumahku, baru Timothy yang di samping membuka mulut : “Jane, telepon yang hari itu, tidak seperti yang kamu pikirkan.”

Aku mengangkat kepala melihatnya, aku merasa lucu : “Emang aku pikir kayak gimana?”

Dia mengangkat tangan menekan batang hidungnya, seolah-olah sangat kelelahan : “Jane, aku sudah bilang hubungan aku sama Nicole tidak seperti yang kamu pikirkan, pokoknya tidak seperti yang kamu pikirkan. Telepon yang hari itu, cuma karena ada sedikit masalah, bukan karena yang lain.”

Aku mencemooh : “Ya iya, masalah yang menyangkut Nicole.”

Dia tidak membantah aku : “Memang benar itu masalah yang menyangkut dia.”

Air mukaku jadi dingin, “Rumahku sudah sampai, tidak menyambut kamu, jangan masuk.”

Selesai berkata, aku dorong Victor masuk dan langsung mengunci pintu.

Awalnya aku kira Timothy bakal langsung mendobrak masuk kayak sebelumnya, tapi kali ini, dia cuma berdiri di depan pintu tanpa berkutik.

Aku merasa heran, tapi teringat perkataanku sendiri sebelumnya, aku memaksakan diri untuk tidak peduliin dia.

Novel Terkait

Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
3 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
3 tahun yang lalu