Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu - Bab 258 Jangan Harap

Ketika aku sedang menunggu Tiffany untuk angkat bicara, tiba-tiba Mike Qi menelepon.

Sambil terkejut, aku mengangkat telepon, “Mike Qi?”

“Ini aku. Aku sampai di kota A.”

“Apa kamu ke kesini untuk urusan bisnis?”

Aku merasa ini sangat aneh. Kantor Mike Qi sangat jarang bekerjasama dengan kota A. Lagipula, dia sedang bertugas di kota S. Misal kantornya ada kerjasama dengan kota A, bukan dia yang seharusnya ditugaskan.

Tiba-tiba aku teringat Tiffany, “Apa kamu datang untuk mencari Tiffany?”

“Mm.” ujarnya singkat tanpa berkata-kata.

Aku berpikir sejenak, berniat ingin mencari Tiffany. Namun, aku tidak tahu dia ada dimana.

Lalu aku sadar ini sudah jam pulang kantor.

Namun, masalah ini adalah masalah mereka. Tidak baik jika aku ikut campur. Aku berpikir lagi, “Apa aku perlu ke bandara untuk menjemputmu?”

“Tidak perlu. Apa kamu tahu alamat Tiffany?”

Aku tahu dimana Tiffany tinggal. Aku pernah mengatarnya pulang. Namun, ini privasi, Walaupun Mike Qi adalah temanku, sama halnya dengan Tiffany, dia juga temanku.

Setelah beberapa saat, aku memutuskan untuk tidak memberitahunya, “Mike Qi, maaf sekali, untuk hal ini, aku tidak bisa membantumu.”

Dia hening, lalu berkata, “Aku paham. Misal kamu nanti menghubungi Tiffany, tolong beritahu dia aku sampai di kota A.”

“Baiklah. Aku berharap masalah kalian bisa selesai baik-baik.”

“Tentu.”

Setelah menutup telepon, dengan sedikit ragu, aku menelepon Tiffany.

Sepertinya dia belum tahu Mike Qi datang ke kota A. Tidak lama, dia mengangkat teleponku, “Jane?”

Aku tidak ingin basa-basi dengannya, “Tiffany, Mike Qi baru saja sampai di kota A. Dia tadi menanyakan alamatmu, namun aku tidak memberitahunya. Kamu selesaikan masalah dengannya baik-baik. Kalian berdua adalah temanku. Aku tidak bisa membantu salah satu. Aku tidak bisa ikut campur. Aku harap kamu bisa menyelesaikan masalah ini secara rasional, bukannya malah menghidarinya.”

Aku paham dengan sifat Tiffany. Memang dia adalah orang yang ceria namun ketika dia memiliki masalah besar, dia cenderung ketakutan. Kalau tidak didorong untuk menghadapinya, dia akan terus sembunyi.

Aku tidak tahu apa yang terjadi antara Mike Qi dan Tiffany. Entah apa karena ide yang kuberikan padanya dulu lalu terjadi masalah ini atau bagaimana. Hal ini tidak bisa semudah itu ditanyakan, hanya bisa membiarkan mereka berdua menyelesaikannya.

Tiffany hening sesaat, “Aku sudah tahu.”

Ketika dia menjawab begitu, aku tidak tahu apakah dia benar-benar tahu atau tidak. Yang pasti adalah aku benar-benar tidak bisa ikut campur dalam masalahnya.

Setelah menutup telepon, hatiku berkecamuk.

Pintu lift terbuka beberapa detik, lalu akan tertutup lagi. Saat itu aku baru sadar.

“Apa yang sedang kamu pikirkan?”

Aku berjalan sambil bengong tanpa memperhatikan tangga. Kalau Timothy tidak menangkapku, aku mungkin sudah terjatuh.

Mendengar suaranya, aku lalu menoleh kerahnya, “Akan kuceritakan di mobil.”

Setelah mengenakan sabuk pengaman, aku menoleh kearah Timothy lagi, “Mike Qi datang ke kota A mencari Tiffany.”

“Bukannya itu berarti hubungan mereka sukses?”

Mataku terbelalak menatapnya, “Sukses apanya? Setelah liburan musim semi kemarin, Tiffany jadi aneh.”

Malam itu, Timothy berniat meniduriku. Aku mengulurkan tangan untuk menahannya, “Jangan malam ini. Kalau tidak, kamu tidur di ruang tamu saja!”

Dia menatapku sambil terkejut, “Kenapa?”

Aku menyeringai, “Aku benar-benar meragukan ide gilamu sekarang. Mike Qi dan Tiffany jadi bertengkar.”

Timothy menarikku lalu berkata, “Bagaimana kalau kita taruhan?”

“Taruhan apa? Aku sedang tidak mood sekarang!”

“Mari bertaruh apakah Mike Qi dan kolegamu akan bersama nantinya. Aku bilang iya!”

Aku bahkan belum menyetujuinya, “Apa itu taruhan?”

Dia menatapku sejenak, lalu melihat layar ponselnya dengan mawas, “Kalau iya, kamu harus mengenakan ini dan menunjukkannya padaku!”

Aku melihat sepasang baju itu di layar ponselnya. Pipiku langsung memerah. Aku lalu merebut ponselnya dan melemparnya ke sofa, “Jangan harap!”

“Sayang?”

Aku lalu merebahkan diri di kasur dan menutupi badanku dengan selimut, “Aku mau tidur.”

“Sayang?”

“Besok aku harus kerja. Mmh—”

Dia tiba-tiba menciumku.

Aku mendorongnya sekuat tenaga, “Timothy!”

“Apa kamu mau taruhan?”

Tenaganya sangat besar. Walaupun aku sudah berusaha mendorongnya, namun, dia malah semakin menekan tubuhku ke kasur. Dia meletakkan tangannya di wajahku supaya dia bisa menciumku kapanpun.

Aku sama sekali tidak mood hari ini, “Tunggu kamu menang taruhan baru bicara!”

Aku sangat mengenal Tiffany. Kalau Mike Qi menunjukkan rasa tertariknya pada Tiffany, Tiffany tidak mungkin bersembunyi.

Dia tidak mengatakan apapun padaku. Dia memilih memendam semuanya seorang diri seakan siap menyerah.

Entah mengapa. Aku iba padanya.

Aku menghembuskan nafas kesal. Timothy menggegam tanganku dengan erat, “Mengapa kamu terlihat kesal begitu? Aku jamin hubungan mereka akan berhasil.”

Aku baru saja ingin mengatakan ‘baguslah kalau berhasil’. Namun, itu berarti aku menyetujuinya. Aku lalu menahan kata-kataku. Aku tidak tahu harus berharap apa untuk hubungan mereka.

Timothy seakan bisa membaca pikiranku, “Jangan lupa untuk menyetujui hasil taruhanku!”

Aku menoleh kearahnya, “Kamu mau tidur atau tidak?”

“Aku tidak bisa tidur!” ujarnya. Lalu, tanpa malu, tangannya mulai beraksi.

Aku lalu meraih tangannya, tidak ingin ikut terangsang. Dengan lirih aku berkata, “Baiklah. Cepat tidur kalau begitu.”

“Tega sekali.”

Aku lalu menutup mata pura-pura tidak dengar.

Teringat masalah Mike Qi dan Tiffany, pagi itu aku bangun lebih awal.

Timothy keluar untuk lari pagi. Saat itu masih pukul tujuh lebih. Hari masih lumayan gelap.

Aku duduk selama dua menit. Lalu tidur lagi tiga puluh menit.

Saat aku bangun, Timothy sudah pulang.

Setelah mandi, aku membuat sarapan. Timothy saat itu juga sudah mandi. Dia mengenakan baju rumahan dan membaca koran di sofa.

Ketika mobil tiba di kantor, dengan canggung aku berniat menanyakan masalah Tiffany. Aku lalu mencium Timothy kilat dan lari ke kantor.

Tidak kusangka hari ini Tiffany tidak berangkat kerja. Sudah pukul sembilan lebih dan Tiffany belum juga datang. Aku tidak tenang. Aku bertanya pada Deasy. Dia juga tidak tahu apa-apa.

Teringat kejadian kemarin, aku langsung khawatir mungkin terjadi apa-apa. Aku langsung meneleponnya, namun dia tidak mengangkatnya.

Walaupun Tiffany suka asal, namun tidak mungkin terjadi hal buruk padanya.

Aku baru saja berencana ambil cuti hari ini untuk mencarinya. Tiba-tiba, John Ding masuk dan mengabarkan kalau Tiffany ambil cuti.

Dengan wajah datar, hatiku rasanya berhenti berdenyut.

Novel Terkait

You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
4 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
5 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
4 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
My Tough Bodyguard

My Tough Bodyguard

Crystal Song
Perkotaan
5 tahun yang lalu