Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu - Bab 149 Sudah, jangan ngomong lagi Jane

Selesai ngomong begitu, aku tidak ingin berlama-lama lagi, lagian aku juga sudah tahu dia baik-baik saja, ini sudah cukup.

Tapi baru saja aku membalikkan badan, aku ditahan sama dia : “Jane, kamu anggap sini tempat apa? Mau datang langsung datang, mau pergi langsung pergi, begitu?”

Perkataan dia membuat aku agak emosi, “Timothy, perlu kah kamu menghina aku seperti ini? Aku Cuma datang buat perhatiin kamu saja, meskipun kita sudah bercerai, tapi kamu tetap ayah kandung Victor, ini adalah sesuatu yang tak bisa kita elak!”

Dia menatap aku dan mendadak tertawa dingin : “Aku menghina kamu? Jane, kamu lupa bagaimana kamu menghadapi aku waktu itu? Kamu ingat perkataan yang pernah kamu bilang? Atau mau aku ulangi lagi?”

Ku tatap dia dengan hati yang sakit sekali.

Iya, perkataan yang pernah aku katakan, bagaimana mungkin aku bisa lupa, tentu saja aku ingat. Benar kata Timothy, aku benar-benar lucu!

Aku menghela napas dalam-dalam, lalu menundukkan kepala melihatnya : “Maaf, hari ini aku terlalu gegabah, tidak seharusnya aku——“

“Tidak seharusnya kamu apa? Jane, kamu selalu merasa kamu itu benar, dan juga selalu lain di mulut lain di hati, sesusah itukah buat kamu mengakui kalau kamu peduli sama aku? Sesusah itu kah kamu mengakui kalau kamu masih mencintai aku?”

Dia langsung menyela omongan aku, sepatah demi patah katanya masuk ke telinga aku.

Aku menatap dia dengan sekujur badanku yang sudah membeku dingin.

Dia sudah memahami aku dengan jelas sekali, dia tahu aku masih peduli dengannya,tahu aku masih mencintai dia.

“Lepasin aku saja, aku tahu aku yang keterlaluan.”

“Jane, hari kamu sendiri yang mau datang, aku sudah tidak bisa melepaskan kamu lagi.”

Belum sempat aku mengerti apa maksud omongan dia, Timothy sudah menarik aku ke dalam pelukannya.

Aku tidak sempat menghindar dan sebentar saja sudah terduduk di atas pahanya, teringat luka di kakinya aku refleks mau bangun, tapi malah ditahan sama dia, “Kaki aku tidak terluka.”

“Kamu——Uuumm——“

Baru saja aku membuka mulut, dia sudah menundukkan kepala mencium aku.

Ciuman Timothy begitu terburu-buru, setelah meronta-ronta beberapa detik, akhirnya aku menyerah, aku ditaklukan oleh dia.

Pas dia lepasin aku, aku merasa sedikit linglung, sama sekali tidak tahu bagaimana bisa jadi seperti ini.

Bibirnya berhenti di tepi bibirku, tanganya yang memeluk aku semakin erat, “Jane, kali ini aku tidak akan membiarkan kamu pergi lagi.”

Aku tersadar kembali dan mau lepas dari dia, tapi mendengar dia tiba-tiba mendesis, “Jangan gerak sembarangan! Luka di kaki aku itu bukan benaran, tapi luka di tangan aku asli.

Mendengar dia ngomong begitu, aku langsung diam tak berkutik, tapi juga tidak ingin dipeluk begini terus sama dia, “Boleh lepasin aku gak.”

“Tidak boleh.”

Tanpa berpikir dua kali dia langsung menolak, aku merasa perkembangan ini tidak seperti yang aku bayangkan.

“Jane.”

Dia membuka mulut memanggil aku, pikiran aku perlahan-lahan kembali : “Kamu ini sebenarnya ada apa?”

“Kamu masih mencintai aku, iya gak?”

Dia tidak menjawab pertanyaan aku, malah balik bertanya.

Aku tidak ingin menjawabnya, tiga tahun ini aku selalu memikirkan pertanyaan ini, bahkan kadang sampai aku sendiri tidak tahu apakah aku masih mencintai dia.

Dia tidak menjawab, aku juga tidak menjawab, seperti sedang perang dingin.

Agak lama kemudian, Timohty membuka mulut duluan : “Kamu jawab pertanyaan aku dulu, aku bakal kasih tahu kamu semuanya.”

Aku menoleh melihat dia dan mengangkat alis : “Timohy, kamu tahu apa yang lagi kamu perbuat?”

“Aku tahu, awalnya aku juga berencana ikutin apa yang bilang, tidak akan berhubungan lagi seterusnya, tapi Jane, hari ini kamu sendiri yang datang ke sini, kamu sendiri yang datang ke aku.”

Apa yang dia katakan memang kenyataan, aku tahu kali ini aku benar-benar gegabah, tapi waktu itu aku sama sekali tidak berpikir banyak, aku Cuma mikirnya aku tahu dia kecelakaan, dan sama sekali tidak tahu kabar dia apakah masih hidup atau tidak.

“Jane, akui saja, kamu masih mencintai aku.”

Dia memaksa terus, mau tak mau aku berkata, “Timothy, aku akui aku masih peduli sama kamu, tapi aku tidak tahu apakah aku masih mencintai kamu.”

Sambil aku berkata aku tak bisa menahan diri untuk tertawa sedih :”Aku takut sama kamu, Timothy, aku benar-benar takut sama kamu.”

Begitu banyak perasaan yang terpendam, akhirnya dilampiaskan hari ini, membuat aku sama sekali tidak bisa mengontrol diriku sendiri.

Beberapa tahun ini aku sudah jarang menangis, tapi hari ini aku sudah menangis dua kali.

Dan dua kali ini, aku menangis buat cowok ini.

Pertama kali ketika aku masuk dan melihat dia seperti ini, aku merasa aku langsung kebingungan, bahkan kapan air mata aku mulai jatuh juga aku tidak tahu ; Kedua kalinya adalah sekarang, dia memaksa aku, memaksa aku buat menghadapi perasaan aku sendiri.

Tapi aku benar-benar tidak tahu apakah aku masih mencintai dia, aku sungguh takut sama dia. Diam-diam dia memanfaatkan aku, bilang pisah langsung pisah, bagi dia aku bagaikan sebuah anak catur saja.

Anak catur tidak berhak ngomong soal perasaan, aku tahu dengan jelas, aku tidak berhak ngomong soal perasaan, tapi aku sudah jatuh cinta sama dia!

Baru saja aku selesai ngomong begitu, air muka Timothy langsung berubah : “Kenapa kamu takut sama aku? Apa yang kamu takut dari aku, aku kan tidak bakal makan kamu?”

Aku tidak tahu dia sungguh tidak mengerti, atau pura-pura tidak mengerti.

“Timothy, masih perlu aku katakan lagi apa yang pernah kamu perbuat ke aku? Kenapa waktu itu kita bercerai, waktu aku tidak ada yang membantu di perusahaan, satu perkataan dari kamu yang menyalibkan aku di kayu salib, bahkan sampai kamu juga——“

Dia menundukkan kepala mencium aku, hanya dengan begitu kata-kata aku langsung dihentikan sama dia.

Hanya satu kecupan dan dilepas sama dia, tapi bibirnya masih tidak jauh dari aku.

Sepasang bola mata yang hitam hanya berjarak 5 sentimeter dari aku itu menatap aku dengan tajam : “Sudah, jangan ngomong lagi Jane, aku tahu.”

Suaranya begitu rendah dan serak, seolah sedang menahan sesuatu.

Dia tidak membiarkan aku ngomong, tapi aku juga tak bisa mengendalikan diriku sendiri : “Berdasarkan apa kamu tak bolehin aku ngomong, semua perbuatan kamu kalau sudah diperbuat, kenapa tak biarin aku ngomong? Aku begitu mencintai kamu, begitu percaya sama kamu, tapi apa yang kamu perbuat waktu itu? Kamu cerai sama aku, padahal kamu jelas-jelas tahu bukan aku yang membeberkan data perusahaan, dan kamu bersikeras menuduh aku!”

Waktu itu aku sama sekali tidak membantah, tapi hal ini jadi duri yang selalu menusuk hati aku, sampai sekarang setiap kali melihat dia, aku akan langsung teringat dengan kejadian dulu.

“Maaf, Jane.”

Kata maaf setelah berselang tiga tahun, aku sama sekali tidak tahu harus bagaimana mendeskripsikan perasaan aku sekarang, rasanya masam dan sakit.

Semakin ngomong aku semakin tidak bisa mengontrol perasaan aku, air mata jatuh tak berhenti, berkali kali aku mengusap menghapus air mata tapi tetap tidak habis.

Timothy menatap aku lalu tertawa : “:Jangan nangis lagi kamu.”

“Aku tidak nangis, Cuma netesin air mata saja.”

Air mata sialan ini, kenapa masih tidak berhenti juga, di saat ini Timothy menundukkan kepala lalu mengecup wajahku untuk menghilangkan air mata itu.

Aku menatapnya dengan tercengang : “Timothy——“

Novel Terkait

Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
5 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
4 tahun yang lalu