Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu - Bab 179 Tidak Masalah, Kau Tidak Perlu Bergerak

Jujur saja, aku sendiri tidak menyangka Timothy bisa berkata seperti itu. Aku tidak bisa menahan tawaku ketika mendengarnya.

Tetapi, kupikir lagi, tidak baik jika aku tertawa saat itu.

Wajah Florence Lee memucat.

“Kalau begitu Presdir Huang memiliki pemikiran yang luas.” jawab Florence Lee tertahan.

“Tidak seluas Nona Lee.”

Timothy menggandengku, “Lebih baik kita pergi dari sini. Tidak perlu memedulikan orang semacam ini.” ujar Timothy lirih. Namun, aku tahu Florence Lee pasti mendengarnya.

Setelah kami berbalik badan, aku menoleh melihat Florence Lee. Dia masih berdiri disana, wajahnya pucat pasi.

Aku menyungging senyum dingin. Memang begitu cara menghadapi orang semacam Florence Lee.

Dia tidak segan bersikap seperti itu. Jadi, kami membalasnya dengan cara yang sama.

Dari awal dia sudah memprovokasiku tiga atau empat kali. Sebenarnya, aku sudah muak. Kalau tidak memikirkan situasi, aku sudah mengamuk.

Tidak kusangka hal itu sudah berlalu setengah tahun, namun dia masih saja mencoba mentargetku.

Lucu sekali.

Aku menenangkan benakku, tidak ingin memikirkan Florence Lee lagi.

Kali pertama Victor mengunjungi bagian baju anak, dia terlihat tidak tertarik. Sekalinya melihat baju yang dia suka, dia tidak memberitahuku dan Timothy. Victor menarik-narik baju Timothy, lalu mendongakkan kepalanya memelas.

Aku baru saja akan berkata tidak perlu membeli baju lagi, namun Timothy terlanjur menyuruh asisten toko untuk menunjukkan beberapa baju padanya.

Melihat tumpukan baju di tangan asisten itu, aku lalu bergegas menghampiri Timothy, “Sudah cukup. Victor tumbuh dengan cepat. Membeli terlalu banyak hanya akan menghabiskan uang.”

Timothy yang sedang berbelanja dengan gembira tidak mendengarkanku sedikitpun, “Tidak masalah. Biarkan Victor mengenakan baju yang berbeda setiap hari untuk sebulan ini.”

“…” aku kehabisan kata-kata.

Karena lelah, aku membiarkan mereka berdua berkeliling toko baju itu tanpaku. Aku duduk di area istirahat, lalu meraih ponselku, mencari-cari kantor dan menyiapkan resumeku.

Setelah setengah jam lebih, Timothy dan Victor pun menghampiriku.

Aku melihat tumpukan baju di kasir. Dahiku mengerut. Aku lalu menyingkirkan sebagian, “Ini tidak perlu.”

Timothy mengambil kembali beberapa baju yang kusingkirkan tadi. Aku menoleh kearahnya, “Timothy Huang, bukan begini caranya.”

Dia menatapku, lalu menarik tangannya kembali.

Di lampu merah, Timothy memanggilku, “Jane.”

Aku yang sedang sibuk melihati tempat kerja di ponselku hanya menjawabnya setengah bergumam, sambil menunduk.

“Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu.”

Mendengar kata-katanya barusan, barulah aku mendongakkan kepala, “kalau kau ingin membicarakan caramu membelikan Victor barang baru, maaf saja tapi aku tidak ingin membicarakannya. Victor masih kecil, aku tahu kau ingin memanjakannya. Tapi, kau tetap harus bijak dalam hal finansial. Jangan mengajarinya selalu mendapat yang dia inginkan. Aku tahu uang sejumlah itu tidak ada apa-apanya bagimu. Tetapi, Victor tumbuh dengan cepat. dua juta lebih untuk sepasang baju yang hanya digunakan sekali. Kau tidak sayang uangnya, tapi aku sayang bajunya.”

Timothy tampak menahan kata-katanya. Namun, tidak kunjung angkat bicara.

Aku menatapnya sambil menghela nafas, “aku tahu kau ingin memanjakan Victor. Tetapi, bisa tidak melulu dengan uang. Akhir-akhir ini kamu banyak menghabiskan waktu dengan Victor. Dia sudah lebih beruntung dari kebanyakan anak. Paling tidak kita berdua memiliki waktu untuk menemaninya, tidak melulu sibuk bekerja.”

Lampu berubah hijau, Timothy lanjut mengemudikan mobil. “Apa yang kau bilang memang benar.” ujarnya.

Aku paham Timothy ingin menebus ketidakhadirannya saat Victor lahir. Ditambah lagi dengan hubungan baik Victor dan Mike Qi, Timothy semakin ingin berjuang.

Aku tidak menyangka dia kekanak-kanakan begini sebelumnya. Sekarang, aku tidak tahan untuk menertawakannya.

Di usia Victor saat ini, dia belum bertemu Mike Qi kurang lebih setengah tahun. Jika mereka bertemu lagi, mungkin Victor sudah lupa dengan Paman Qi.

Setelah lelah berjalan-jalan, malam itu Victor terlelap pukul delapan lebih.

Aku sendiri juga sudah lama tidak jalan selama itu. Jadi, setelah mandi aku hanya ingin tidur.

Namun, sesaat ketika aku merebahkan diri di kasur, Timothy menarikku.

Tepat ketika dia akan menciumku, aku menghalanginya dengan kedua tanganku, “Apa yang kau lakukan?”

Dia menyingkirkan tanganku dengan mudah. Pria benar-benar bertenaga, pikirku. Aku baru mencoba menghindarinya, dia sudah menarikku dalam pelukannya.

Dia menunduk menatapku usil, “Yuk!”

Wajahku memerah mendengarnya, “Aku tidak bertenaga. Aku sangat lelah. Aku mau tidur!”

“Hm, aku juga mau tidur, bersamamu.”

Dia menekan tubuhku, lalu menciumku.

Jika Timothy sudah berniat melakukan sesuatu, tak seorangpun bisa menghentikannya.

Aku melepas ciumannya, dia lalu meraih pinggangku.

Aku benar-benar ingin tidur. “Satu kali.” aku berusaha bernegosiasi.

“Hm.” jawabnya. Namun, melihat posturnya, sepertinya ini akan lebih dari satu kali.

Aku tidak bisa melakukannya dengan cepat, hanya bisa pelan-pelan, “Aku lelah sekali.” ujarku lembut.

“Tidak masalah. Kau tidak perlu bergerak.” ujarnya sambil mendorong pinggangnya memasukiku.

Tubuhku mengejang, sesekali bergetar mengikuti iramanya.

Dia membalik badanku, meraih tanganku, dan menyuruhku untuk tidak bergerak.

Timothy lalu melakukannya dari belakang. Posisi itu membuatku mendesah. Dia menggigit daun telingaku. Perlahan, iramanya semakin cepat. Aku terkejut, “Pelan sedikit!”

Timothy tidak mendengarkanku. Dia semakin mempercepat iramanya.

Tanganku tidak mampu menahan badanku lagi. Timothy melihatnya. Dia lalu melingkarkan lengannya di pinggangku. Kepalanya menunduk menciumi daun telingaku, “Apa Mike Qi kekasihmu?”

Aku tidak mengerti apa yang sedang dia bicarakan saat itu. Beberapa saat setelah aku menyadari maksudnya, Timothy tiba-tiba mendorong pinggangnya kuat-kuat, “Hm?”

“Ah—” aku tidak siap, lalu mendesah keras.

“Jawab aku!” tanyanya geram sambil menekan berat tubuhnya kepadaku.

Florence Lee benar-benar membuatku menderita kali ini. Badanku bergetar dari irama pria di belakangku, “Bu… Bukan. Wanita itu asal bicara!”

“Hm!” gumamnya dingin sambil mempercepat gerakannya.

Tubuhku lepas kendali. Jemariku menarik sprei dibawahku. Aku tidak bisa berpikir lagi.

Timothy berhenti. Tubuhku perlahan tenang kembali.

Aku menarik nafas dalam-dalam. Timothy lalu menggendongku ke kamar mandi.

Kupikir dia akan memandikanku, jadi aku tidak bergerak.

Air dari shower berjatuhan. Timothy mengangkat sebelah kakiku.

“Jangan—” ujarku sambil mendorongnya.

Tanpa memperhatikanku, dia langsung mendorong pinggangnya memasukiku. Tidak lama kemudian, lagi-lagi aku kehilangan kendali tubuhku.

Novel Terkait

Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
4 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
5 tahun yang lalu