Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu - Bab 109 Aku Tidak Akan Menyerah

Tidak takut.

Aku memberitahu diriku untuk tidak takut, tapi melihat Timothy berdiri tegak sambil menghisap rokok dan menatapku, membuat aku merasa sekujur badanku membeku.

Aku mendekat sambil mendorong kereta Victor, aku bahkan berasa ingin langsung kabur.

Hatiku sungguh bingung dan gelisah, Mike tiba-tiba berjalan di depan aku dan menghalangi pandangan aku, juga menghalangi pandangan Timothy.

“Jane.”

Timothy memanggil aku, aku membasahi bibir dan menyadari tanganku jadi agak dingin.

Aku tidak menjawab, melainkan mengikuti Mike mendekat ke dia.

Victor yang di dalam kereta bayi sedang menatap Mike dengan bola mata hitamnya, Mike berhenti, aku pun ikut berhenti juga.

“Direktur Lu, saya ingin ngomong dengan anda.”

Dengan suara sombong Timothy berkata : “Aku tidak ingin ngomong sama kamu, aku cuma mau ngomong sama Jane.”

Situasi menjadi sangat tegang, seolah-olah mata pisau akan saling berlawan.

Aku tahu Timothy kali ini datang dengan penuh persiapan, aku juga tahu aku sudah tidak bisa menghindar lagi, aku mengulurkan tangan menarik Mike.

Mike menoleh melihat aku dan mengernyitkan alis, aku memberikan isyarat dengan menggeleng kepala, akhirnya dia mundur dan memberi jalan.

Aku mengangkat kepala menatap Timothy : “Aku meniduri Victor dulu.”

Timothy melihatku sekilas, lalu menundukkan kepala melihat Victor yang di dalam kereta bayi, lama tanpa berkata apa-apa.

Bagi aku kediaman beberapa detik ini bagaikan setahun, aku juga tidak tahu bagaimana aku melaluinya, sampai dia mengatakan : “Iya.”

Hatiku yang ketak-ketuk akhirnya lega, tidak peduli aku sama Timothy bagaimana, aku tidak ingin itu terlalu mempengaruhi Victor.

Setelah pintu dibuka, aku membawa Victor masuk, melihat Timothy yang ikut masuk aku agak tercengang, tapi pada akhirnya aku tetap tidak ngomong apa-apa.

Sekarang sudah jam 11 lebih, aku buatin susu untuk Victor, terus habis minum digendong sebentar saja dia sudah terlelap.

Sebenarnya Victor itu gampang diasuh, makan minum sudah beres langsung tertidur, asalkan tidak membiarkannya kelaparan, dia hampir tidak menangis.

Baru saja aku meletakkan Victor di ranjang, sekali bangkit berdiri aku sudah melihat Timothy yang berdiri di depan pintu.

Aku tahu dari tadi dia melihat aku dan Victor, tidak jelas perasaan apa yang ada di hatiku ini, seperti sedikt perasaan bersalah, tapi kalau teringat dulu dia memanfaatkan dan membohongi aku, aku jadi merasa perasaan bersalah yang muncul tiba-tiba itu tak ada lagi.

Aku melangkah keluar dan menutup pintu, lalu melihat ke Timothy : “Kamu mau ngomong apa?”

“Heh.” Timothy mendengus dan mengeluarkan selembar kertas dari kantong dokumen.

“Jane, aku sudah tes DNA, Victor itu anak aku!”

Saat ini aku baru nyadar dia lagi bawa sebuah kantong di tangannya, hasil tes DNA itu ditunjukkan di depan aku, wajahku memucat, aku menggertakkan gigi berusaha menatapnya dengan dingin, “Terus?”

Dia tercengang, sepertinya dia tidak menyangka aku akan balik bertanya ke dia.

Mumpung dia lagi terkejut, aku langsung lanjut berkata : “Timothy, kita sudah bercerai, Victor itu cuma akan jadi anak aku!”

Baru saja aku selesai ngomong begitu, air muka Timothy langsung berubah : “Dia juga anak aku!”

Masalah ini berkembang menjadi seperti sekarang, aku pun jadi tidak peduli terlalu banyak lagi.

Aku mendengus dengan dingin : “Direktur Huang, perlu aku ingatin? Kamu hanya mantan suami aku!”

Aku sengaja menekan dua kata “mantan suami” ini.

“Jane, waktu itu kamu lahirin Victor tanpa sepengetahuan aku, soal ini aku masih belum ——“

Mendengar perkataan dia, aku emosi sampai gemetaran, aku langsung menyela : “Terus kamu? Timothy, kamu waktu itu memanfaatkan aku buat dapatin saham IEC International Group, habis manfaatin aku langsung dicampak sama kamu, sekarang apa hak kamu untuk mengungkit masalah ini sama aku!”

Dia menatapku dengan muka merah padam, aku melototi dia sampai tak bisa berkata apa-apa.

Satu-satunya kesalahan aku adalah lahirin Victor tanpa sepengetahuan dia, tapi kesalahan dia, terlalu banyak sekali.

Aku menarik napas, aku rampas hasil DNA itu dan aku robek, dan kubuang serpihan kertas itu ke dia : “Timothy, aku peringati kamu, Victor itu anak aku, dia hanya anakku sendiri!”

“Jane!” Dia mendadak menangkap tangan aku dan menundukkan kepala melihat aku, kedua matanya yang memerah membuat ngeri : “Kamu jangan paksa aku!”

Aku merasa seperti mendengar lelucon terlucu sedunia, “Paksa kamu? Aku paksa aku ngapain? Dua tahun tidak panjang dan tidak pendek, kalau memang kamu sudah ada kehidupanmu sendiri, aku juga ada kehidupanku sendiri, aku cuma berharap kita berdua cukup jadi orang asing yang tenang tenteram saja.”

“Tidak mungkin! Aku ayah Victor!”

“Apa kamu pernah melakukan tanggung jawabmu sebagai ayah?”

“Itu karena kamu sembunyiin hal ini dari aku!”

Aku mau histeris rasanya : “Karena kita sudah cerai, maka ini perbuatan aku sendiri!”

Victor yang di kamar tiba-tiba menangis, suara tangisannya membuat aku menenangkan diri dan termangu sejenak, aku lepaskan cengkraman Timothy : “Aku gak mau berdebat sama kamu, juga gak mau ngomong sama kamu, tidak ada yang bisa diomongin antara kita berdua.”

Selesai berkata aku segera melangkah masuk ke kamar.

Aku mengira Victor ngompol, pas aku periksa ternyata popoknya masih kering, tidak ada masalah apa-apa.

Sekali aku gendong si Victor, tangisnya langsung berhenti.

Melihat dia begini, membuat aku merasa hatiku jadi masam, bahkan Victor pun tidak ingin aku dan Timothy lanjut berdebat.

“Jane, aku tidak akan menyerah.”

Timothy yang di luar mengatakan ini lalu pergi, aku yang lagi mengendong Victor di kamar pada akhirnya tetap tidak bisa membendung tangisku.

Pas perasaanku sudah agak tenang, Victor yang di gendonganku juga sudah terlelap.

Aku kembali membaringkan Victor di ranjang bayi, kemudian keluar dan membereskan serpihan kertas hasil DNA tadi.

“Dia tidak apa-apain kamu kan?”

Pas di saat ini, Mike datang.

Aku tertawa dingin : “Emang dia bisa apain aku?”

Mike mengernyitkan alis, kelihatan sekali dia tidak percaya omongan aku, “Dia pergi begitu saja?”

“Kalau nggak? Emang dia bakal ngapain? Ninju aku?”

Aku sengaja berusaha tampak santai, tapi Mike mendadak menarik tanganku : “Jane.”

Dia menundukkan kepala menatapku, kedua matanya membuat aku tidak bisa menebak apa yang dia pikirkan.

Aku agak meronta untuk melepaskan genggamannya, “Aku tidak tahu dia mau ngapain, tadi dia bilang dia tidak akan menyerah soal Victor.”

Aku tahu Timothy orangnya akan melakukan apa yang ia pernah katakan, tapi dia sekarang belum melakukan apa-apa, aku juga tidak bisa membalas.

Aku tuang segelas air hangat dan keluar dari dapur, aku lihat Mike masih berdiri di situ, aku mengernyitkan alis kebingungan : “Mike, kamu kenapa?”

Dia menoleh melihat aku, pandangan matanya membuat aku refleks mengeratkan genggaman tanganku dan ingin menghindar.

“Jane.”

Mike datang mendekat, tidak tahu kenapa aku merasa aku tidak pernah ketemu Mike yang seperti ini.

“Ya?”

Aku berusaha menenangkan diri.

Dengan cepat dia sudah di depanku, dia menundukkan kepala menatapku, dengan eskpresi sangat serius dia berkata : “Aku ada satu cara.”

Novel Terkait

Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
5 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
4 tahun yang lalu
Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
4 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu