Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu - Bab 184 Teman waktu dulu

Baru saja aku mau bangkit dari ranjang, sekali gerak kedua kakiku langsung pegal dan lemas, tanpa bisa di tahan aku mendesis.

Di detik berikutnya, dalang yang menyebabkan ini semua masuk : "Aku masih lagi mikir kalau pas masuk ternyata kamu masih belum bangun, apa aku bangunin kamu langsung."

Aku lempar bantal ke dia : "Gara-gara kamu, ini hari pertama aku kerja!"

"Takut apa, aku antarin nanti, dari sini ke sana juga cuma belasan menit, kamu cepat mandi sarapan, pasti sempat kok."

Sudah tidak banyak waktu, aku malas berdebat lagi sama dia, segera aku ke toilet cuci muka dan gosok gigi.

Hanya saja semalam Timothy terlalu gila, kedua kaki aku masih agak pegal dan itu tidak enak banget rasanya.

Tapi hari ini hari pertama kerja, bagaimana pun juga aku harus menahannya.

Karena takut terlambat, aku Cuma dandan tipis dan gambar alis, lalu langsung keluar buat sarapan.

Selesai sarapan sudah jam 8.30, dengan gerak cepat aku pergi ganti baju.

Dibandingkan aku yang tergesa-gesa, Timothy malah santai sekali, dia Cuma duduk di samping lihatin aku lari sana-sini.

Terlalu buru-buru juga tidak bisa menyelesaikan sesuatu dengan baik, pas keluar setelah ganti baju aku baru sadar kelupaan tas, jadi mau tak mau aku balik lagi ambil tas.

“Aaaa!”

Pas keluar , karena jalan terlalu cepat aku sampai kepeleset ke depan.

Untungnya Timothy mengulurkan tangan menangkap aku, jadi aku tidak sampai menabrak pintu di depan sana.

“Ngapain buru-buru begini, tidak bakal terlambat juga lagian.”

Air mukanya jadi sedikit serius, aku melihatnya sekilas, “Semalam aku suruh kamu jangan sampai kemalaman, kamu masih bersikeras bilang tidak apa, pasti bisa bangun!”

Selesai berkata begitu dia tampak agak tersipu, tanpa menjawab omongan aku lagi dia menggandeng tanganku : “Ayo, kalau masih tidak jalan juga nanti benar-benar terlambat.”

Aku melihat jam, sudah menit ke 40.

Benar-benar bakal terlambat!

Untungnya apartemen kami tidak jauh dari kantor, dan Timothy ada mobil, jadi Cuma perlu perjalanan belasan menit.

Tapi karena keluarnya agak siangan, jadi pas kena macet, sampai di kantor sudah 8.55.

Aku membuka pintu mobil dan langsung lari ke dalam.

Terlambat di hari pertama kerja itu sungguh bukan hal yang baik.

Tidak terlambat, tapi juga sampai di waktu yang pas sekali.

Sekali masuk semua orang langsung melihat aku.

Aku termangu sejenak, lalu memperkenalkan diri : “Halo semua, saya Jane, yang baru bergabung di bagian perancangan proyek.”

Dengan cepat sudah ada seseorang yang datang menyapa aku : “Oh ternyata kamu, kami masih lagi ngobrolin karyawan baru! Halo, namaku Jessy.”

Jessy kelihatan seperti anak kuliahan yang baru lulus, kalau dia tidak bilang dia sudah dua tahun di perusahaan sini, aku mungkin tetap bakal mengira dia masih semuda itu.

Total ada 8 orang di tim kami, manajernya bernama John, seorang pria berusia tiga puluhan, tampak berbudi halus dengan kaca mata tipisnya itu.

Hari pertama kerja aku tidak banyak yang bisa aku lakukan, paling hanya memahami usaha dan prosesn yang dilakukan perusahaan ini, sebagai bekal untuk nanti kalau buat rancangan proyek.

Pas siang itu jam makan bersamaya satu departemen, ini sudah hampir menjadi sesuatu yang rutin, meskipun apartemenku dekat, tapi aku juga tidak berencana pulang untuk makan, jadi aku ikut mereka pergi makan bersama.

Hanya saja aku tidak menyangka, Cuma makan satu kali ini saja ternyata bakal ketemu sama seseorang yang dulu pernah kenal.

Dan orang ini aku masih kesan mendalam.

Makan bersama itu biasanya proses saling mengenal satu sama lain, jadi tempat yang dipilih pasti tempat yang lebih sepi dan tenang.

John yang membuat keputusan, dia memilih satu restoran yang baru buka, aku yang masih karyawan baru tentunya tidak bisa berkomentar apa-apa.

Pas melihat Diana aku masih mengira salah lihat.

Tapi pas dia datang mengantarkan makanan untuk kedua kalinya, aku baru yakin aku tidak salah lihat.

Dan jelas sekali dia juga ada melihat aku, tapi aku tidak berencana untuk menyapanya.

Dia jadi pelayan restoran sini, keilhatannya dia juga tidak ingin aku menyapa dia, demi menghindari kecanggungan, aku pura-pura tidak tahu apa-apa.

Aku mengalihkan pandangan dan fokus menjawab pertanyaan teman kerja lainnya : “Oh, aku sudah menikah, punya satu anak, sudah mau 2 tahun.”

Tiffany yang di samping terkejut sekali : “Seriusan? Tidak kelihatan loh, padahal aku pikir cewek cantik kayak kamu jangan nikah terlalu cepat!”

Aku hanya tertawa tanpa mengatakan apa-apa.

Bagaimana pun juga ini kota A, yang tahu soal aku dan Timothy itu tidak sedikit, kalau aku masih rahasiain, dan ketahuan sama salah satu teman kerja, bisa jadi aku dikira aku orang yang macam-macam.

Makanannya kenyangin dan teman kerja yang baru juga lumayan asyik juga.

Sebelum pergi Jessy tarik aku ke toilet, karena ingin memperbaiki lipstik, jadi aku juga tidak menolak.

“Jane.”

Aku lagi memakai lipstik dan Diana tiba-tiba memanggil aku dari samping.

Aku simpan lipstikku dan menatapnya dengan muka datar, “Lama tidak bertemu, Diana.”

Dia menatap aku tanpa antusias yang pernah ada sebelumnya, seolah-olah aku bakal melakuka sesuatu ke dia, “Lama tidak bertemu, sepertinya kamu sepertinya hidup kamu lumayan bahagia sekarang.”

Mendengar perkataan dia aku tertawa dingin : “Emangnya aku harus hidup dengan tidak bahagia?”

Baru saja aku ngomong begitu wajahnya jadi agak memucat, “Bukan begitu maksud aku, Jane, soal waktu itu, aku juga terpaksa, aku tahu kamu dendam sama aku. Beberapa tahun ini aku cari kamu terus, tapi aku tidak berpergian lama dan juga kemampuan yang terbatas, tidak tahu kalau kamu ke kota D, jadi selalu tidak ketemuin kamu. Aku kira kamu——“

“Sudahlah, kalau kamu Cuma mau ngomongin ini, maka tidak ada yang perlu kita bahas.”

Pertemanan aku dan dia sudah pecah sejak dia bilang perbuatan itu aku yang lakukan padahal dia jelas-jelas tahu yang sebenarnya.

Dia membasahi bibir, dan diam di situ, tanpa bersuara tapi juga tidak pergi.

Aku memang lebih tinggi dari dia, di tambah hari ini aku pakai heels, jadinya semakin lebih tinggi belasan sentimeter dari dia, sehingga aku harus menundukkan kepala baru bisa menatap wajahnya.

Diana lebih muda dua tahun dari aku, tapi dia yang sekarang ini, kalau mau bilang dia lebih tua dua tahun dari pun aku bakal ada yang percaya.

Aku tidak tahu apa yang sudah dia alami, juga tidak tertarik untuk tahu. Semuanya sudah dewasa, setiap melakukan sesuatu harusnya sudah dipikirkan dengan baik, bukan setiap kata maaf selalu bisa di balas dengan kata tidak apa-apa.

Kejadian waktu itu meskipun aku tidak begitu dendam lagi, tapi kalau mau aku memaafkan Diana, sungguh aku tidak bisa.

Seperti tiga tahun lalu, biarkan kami saling melupakan.

Pikir sampai di sini, aku pun memalingkan muka tidak melihatnya lagi.

Dan di saat ini Jessy juga sudah keluar.

Tunggu sampai Jessy mencuci tangan, kami membalikkan badan keluar dari toilet.

Diana masih berdiri di situ, belum beberapa langkah kami keluar, mendadak dia memanggil aku : “Jane.”

Aku menoleh menatapnya dengan datar, tanpa bersuara.

“Maaf.”

Dia mendekat dan membungkukkan badannya ke aku.

Aku membasahi bibir, akhirnya aku tidak tega juga : “Kamu tak usah merasa bersalah, karena kelak aku dan kamu sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi.”

Ini toleransi terbesar yang bisa aku berikan ke dia.

“Siapa dia?”

Jessy bertanya sambil sesekali menoleh ke belakang.

Aku tidak menoleh, aku tahu, waktu tidak bisa diputar kembali : “Teman waktu dulu.”

Waktu dulu.

Novel Terkait

Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
4 tahun yang lalu
Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
5 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
5 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
4 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu