Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu - Bab 133 Bolehkah kamu memberikan aku satu kesempatan lagi?

Perkataan dia membuat aku merasa agak bersalah : “Maaf.”

Timothy tidak mengatakan apa-apa, melainkan pandangannya tetap di aku.

Agak lama kemudian, dia memanggilku : “Jane.”

Aku jadi agak tidak nyaman diliihat sama dia begitu, aku ingin mundur tapi kursiku sudah mengenai lemari di belakang, akhirnya aku cuma menjawab : “Ya?”

Jarak kami dekat sekali, tambah lagi dia yang melihat aku tak lepas seperti ini, membuat aku agak tidak bisa mengontrol detak jantungku.

Wajahku mulai memanas, tapi dia tetap menatapku.

Aku benar-benar sudah tidak tahan, akhirnya aku berkata : “Timothy, jangan lihat aku seperti ini.”

Dia seolah-olah tidak mendengar perkataanku, “Semalam Nicole bunuh diri.”

Mendengar nama Nicole air mukaku jadi dingin : “Aku ada lihat di internet, dia gak apa-apa kan.”

“Dia gak apa-apa, kamu tahu kenapa dia bunuh diri?”

Dia menatapku dengan mata yang bercahaya, membuat jantungku berdetak semakin cepat, merasa omongan dia selanjutnya akan mengacaukan pikiranku.

Aku menolak dengan tegas : “Aku gak tahu, tapi juga gak ingin tahu, jangan kasih tahu aku!”

Sambil berkata, aku berdiri dengan tergesa-gesa, ingin keluar dan mengindar.

Tapi gerakan Timothy lebih cepat dari aku, dia mengulurkan tangan menarikku, aku pun mengernyitkan alis : “Lepasin aku!”

“Jane, aku——“

“Jangan ngomong di sini! Kita ngomong di luar!”

Kalau memang aku tidak bisa menghindar, aku juga tidak ingin membicarakannya di sini, kalau tidak nanti bakal gangguin tidur Victor.

Timothy membasahi bibirnya dan menjawab : “Oke.”

Karena tidak ada yang menjaga Victor di kamar, aku agak cemas, jadi aku tidak berjalan terlalu jauh, melainkan berhenti di pojok kamar pasien, pas mengahalangi pandangan orang lain, tapi aku dan Timothy tetap bisa melihat Victor dengan jelas dari sini.

Sekuat tenaga aku ingin melepas tangan Timothy tapi dia cengkram dengan erat sekali, dengan terpaksa aku berkata : “Kamu lepasin aku dulu.”

Dia menatapku sekilas lalu langsung mendorong aku hingga aku ada di tengah-tengah antara dia dan dinding.

“Ngapain kamu!”

“Tidak ngapa-ngapain, cuma biar kamu tidak menghindar lagi pas belum selesai ngomong.”

Jelas sekali maksud dia soal tadi aku mau pergi, dikatai secara langsung begini membuat wajahku semakin memanas.

“Kamu jangan terlalu dekat begini.”

Dia melihatku sekilas lalu agak memberi jarak, aku pun menarik napas dalam-dalam : ”Apa yang mau kamu omongin?”

Sebenarnya aku merasa tidak ada yang bisa diomongin lagi antara kami, tapi aku mengerti sifat Timothy, kalau hari ini dia tidak mengatakan apa yang mau ia katakan, aku pasti akan tetap berlanjut tidak jelas begini terus sama dia.

“Nicole bunuh diri, itu tidak seperti yang kamu bayangkan.”

Aku merasa lucu dan mengangkat alis : “Emang apa yang aku bayangkan?”

Dari awal sampai akhir, aku sama sekali tidak berkomentar soal kejadian ini, bukankah lucu omongan Timothy ini?”

Dia tidak menjawab pertanyaan aku, “Dia mau aku nikah sama dia, aku tidak setuju, jadi dia bunuh diri.”

Mendengar perkataan dia, aku teringat diriku sendiri yang dulu dan merasa tersindir : “Timothy, apa kamu merasa senang bisa mempermainkan perasaan cewek?”

Mendengar perkataan aku dia tidak marah, melainkan ketawa : “Jane, bukannya kamu bilang tidak peduli?”

Ketawanya agak menusuk mata, tanpa bisa menahan diri aku mendorongnya sedikit, tapi dia bagaikan dinding mati, sama sekali tak bisa aku dorong.

Timothy menarikku, “ Aku tidak mempermainkan perasaan Nicole.” Sambil berkata mendadak mukanya jadi dingin : “Dari awal sampai akhir, aku tidak pernah bilang mau menikah sama dia, kami berdua tidak seperti yang kamu pikirkan.”

“Apa maksud kamu?”

Akhirnya aku menngerti ada sesuatu yang salah, tidak tahu kenapa, dari lubuk hatiku muncul sedikit rasa senang, ini membuatku merasa aku agak murahan.

Dia menundukkan kepala menatapku dengan ekspresi datar, kelihatan sekali dia tidak ingin banyak berkata : “Cuma buat dapatin keinginan kami masing-masing, dia sendiri juga tahu soal ini, hanya saja dia sudah dapatin apa yang dia mau dan sekarang jadi serakah, ingin mendapat lebih banyak lagi.”

Aku kebingungan dan mengernyitkan alis : “Apa sih maksud kamu? Buat dapatin keinginan kalian masing-masing? Sebenarnya ada apa antara kamu Nicole?”

Rasa penasaranku berhasil dipancing oleh Timothy, sehingga aku tidak berhentinya melontarkan pertanyaan.

Dia menatapku dan mendadak tertawa, tangannya mengusap wajahku : “Jane, segitu susahnyakah buat ngakuin kalau kamu masih peduli sama aku?”

Aku membeku dan mendadak sadar kembali, aku sadar apa yang tadi aku lakukan, rasanya ingin aku menusuk diriku sendiri.

Aku tepis tangan Timothy, air mukaku kembali dingin : “Sudahlah, kamu sudah selesai ngomong, aku juga sudah tahu kenapa Nicole bunuh diir, sekarang lepasin aku.”

Aku mendorongnya, tapi masih tetap tidak bisa, aku pun agak emosi dibuatnya : “Timothy apa maksud kamu?”

Memaksa aku seperti ini, serukah?

“Jane, ada beberapa hal yang semakin banyak kamu tahu maka akan semakin baik, tunggu masalah ini sudah selesai, aku akan jelasin ke kamu.”

Dia mengangkat tangan ingin menyentuh aku lagi, tapi kali ditepis sama aku : “Tidak usah, aku tidak ingin dengar.”

Timothy mengangkat alisnya : “Jane, sebenarnya kamu tidak ingin dengar atau tidak berani dengar?”

Dia menatap aku, seolah-olah mau melihat aku sampai sejelas-jelasnya.

Yang dia katakan lebih membuat hatiku bergetar lagi, aku merasa aku sama sekali tidak bisa menyembunyikan diriku sendiri di depannya.

Dikatai tepat begitu aku pun aku dari malu jadi emosi : “Lepasin aku, aku mau pergi lihat Victor!”

“Aku kelihatan, Victor masih tidur.”

Selesai ngomong, dia langsung mencengkam tanganku dan menekan aku di dinding, dia menundukkan kepala menatapku : “Jane, kamu dulu tidak seperti ini, sekarang kamu selalu menghindari masalah!”

Melihat aku tidak bisa ngomong dengan baik, Timothy pun agak kesal.

Mendengar perkataan dia, aku tertawa cuek : “Kamu dulu juga tidak seperti ini Timothy, yang selalu memaksa!”

Dulu?

Dulu dia bagaimana saja aku sudah tidak ingat, aku cuma tahu, justru karena dulu aku terlalu berani mencintai, baru hari ini jadi begini, sampai hari ini, aku masih tetap dengan gampangnya dikontrol tak berdaya sama dia.

Aku menatapnya lurus tanpa ekspresi sama sekali, dia juga tidak mengatakan apa-apa, kami berdua hanya diam dan saling pandang.

Tiba-tiba dia menghela napas, “Kalau dengan memaksa bisa membuat kamu kembali ke sisiku, aku bisa memaksa terus, sampai kamu kembali.

Perkataan dia membuat aku tidak tahu harus bagaimana, kedua mata itu kelihatan agak tidak berdaya, penuh harapan, dilihat begitu sama dia, aku merasa aku bakal dimodus lagi.

Aku mengalihkan pandangan, tiba-tiba dia lebih mendekat lagi : “Jane, soal dulu memang aku yang salah,bolehkah kamu memberikan aku kesempatan satu kali lagi?"

Novel Terkait

Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu
My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
5 tahun yang lalu
Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Jasmine
Percintaan
4 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
4 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu