Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu - Bab 108 Akan Kubunuh Kamu

Aku sungguh tidak kepikiran akan bertemu Timothy.

Dia keluar dari mobil dan selangkah demi selangkah datang ke aku.

Karena aku lagi gendong Victor, ingin langsung lari pun tidak bisa.

Melihat dia semakin mendekat, aku berusaha menenangkan diri : “Tuan Timothy.”

“Jane, tolong jelasin anak yang ada di gendongan kamu itu.”

Timothy menundukkan kepala melihatku, dari sorot matanya seolah-olah mau menelan aku.

Aku memaksakan diri untuk menatapnya, dengan tenang memberitahunya : “Jelasin apa? Ini anak kakaknya Mike, kakaknya tidak sempat jadi aku bantu bawa, emang masalah?”

Siapa sangka Timothy hanya tertawa dingin lalu merampas kantong yang ada di tanganku.

Aku menyadari apa yang mau dia lakukan, hatiku panik, tapi sayangnya sudah terlambat, dia mengeluarkan buku imunisasi Victor dari kantong.

“Victor Tsu? Aku malah tidak tahu kakak ipar Mike bermarga Tsu!”

Timothy berkata kepadaku sambil menunjukkan buku itu, aku ingin merebutnya kembali, tapi karena lagi menggendong Victor, aku hanya bisa melihat buku itu ada di tangannya tanpa bisa melakukan apa-apa.

Aku tahu aku tidak boleh panik, tidak boleh kacau, hanya bisa bertanya kepadanya sambil menggertakkan gigi : “Terus? Apa urusannya sama kamu?”

“Tidak ada urusan? Jane, kamu bilang tidak berurusan, ini anak aku!”

Mendengar perkataan dia, aku mendadak tertawa : “Timothy, kamu, kepercayaan diri dari mana kamu bisa yakin ini anak kamu?”

Kelihatan sekali Timothy tidak menduga aku akan balik bertanya seperti ini, wajahnya tercengang sejenak, aku pun langsung menambahkan : “Bukannya kamu selalu merasa aku ada sesuatu sama Cedric? Bagaimana kamu tahu ini anak kamu dan bukan anak Cedric?!”

Baru saja ngomong begitu, wajah Timothy langsung menghitam.

Aku menatapnya lurus, tanpa ciut sedikit pun.

Setelah membeku sejenak, Timothy baru memperingati aku sambil menggertak gigi : “Jane, kalau ini bukan anak aku, akan kubunuh kamu!”

Selesai berkata, ia menjejalkan buku itu ke dalam kantong dan di bantingnya ke arah, lalu membalikkan badan langsung pergi.

Aku terdiam di situ, sekujur badanku terasa dingin membeku.

Dengan Victor di dalam gendonganku, aku tidak berani sembarangan, sehingga aku cuma bisa pulang terlebih dahulu.

Sesampainya dirumah, aku merasa sekujur badanku masih dingin membeku.

Bagaimana ini, harus bagaimana ini?

Timothy sudah tahu, dia sudah tahu!

Aku sama sekali tidak tahu harus bagaimana, Victor masih begitu kecil, kalaupun aku membawa dia pergi, aku juga tidak bisa pergi jauh!”

Tapi dulu waktu aku dan Timothy bercerai, dia sama sekali tidak tahu aku hamil. Di sisi ini aku memang salah, dan berdasarkan kemampuan Timothy, aku pasti akan kalah berebut sama dia!”

Kepikiran ini membuat aku merasa jalan pikiranku jadi kosong.

Aku sama sekali tidak tahu harus bagaimana, duduk nunggu diambil tidak bisa, mau pergi juga tidak bisa.

Tiba-tiba aku dikejutkan oleh handphone yang berbunyi di tasku, wajahku pun memucat.

Setelah melihat ternyata telepon dari Mike, aku baru agak bernapas lega.

Tadi Timothy pergi begitu saja, aku sama sekali tidak tahu apa yang akan dia lakukan.

“Jane?”

Mendengar suara Mike , aku jadi agak lebih tenang : “Iya , ini aku.”

“Sudah pulang?”

Mike ingat hari ini tanggal Victor imunisasi, awalnya dia bilang mau temani aku pergi,karena tidak enak untuk merepotkan dia, jadi aku menolak.

“Aku sudah dirumah.”

Teringat soal tadi ketemu Timothy membuat aku panik sampai tidak punya ide apa pun lagi. Tapi aku sudah banyak merepotkan Mike, aku tidak boleh sesuka hatiku sama dia karena dia suka sama aku.

Setelah berpikir jernih, aku menahan diri dan tetap tidak mengatakannya : “Aku tidak apa-apa, sudah dulu ya, aku mau masak dulu.”

Tapi Mike tidak menutup telepon : “Jangan-jangan kamu ketemu masalah ya?”

Aku sungguh tidak mengerti bagaimana dia bisa tahu aku ada sesuatu, manusia saat lagi kebingungan selalu berharap ada seseorang yang bisa membantu diri sendiri.

Secara logika aku merasa tidak seharusnya menarik Mike ke dalam masalah ini, tapi perasaanku mengatakan aku benar-benar tidak bisa menolak kesempatan untuk mendapat bantuan dan curhat.

Serta selama dua tahun ini, banyak hal tuh aku dibantu sama Mike.

“Jane, kita adalah teman.”

Satu perkataannya ini benar-benar membuat aku meleleh, “Mike, Timothy sudah tahu keberadaan Victor, aku harus bagaimana? Aku takut sekali, aku tidak boleh kehilangan Victor.......”

“Kamu jangan panik, dia tak akan bisa rebut, kamu masih belum tahu dia bakal ngapain, jadi kamu jangan mengacaukan diri sendiri dulu.“

Perkataan Mike menyadarkan aku.

Memang benar, kami sudah cerai selama dua tahun, Timothy ada calon istrinya sendiri, aku juga sudah ada kehidupanku sendiri. Kalau pun dia benar-benar tahu Victor itu anak dia, emang dia bisa bagaimana?

Dia sudah akan menikah lagi, tidak segampang itu dia mau Victor lalu bisa langsung kasih dia.

Aku memang sungguh sudah mengacaukan diriku sendiri!

Setelah memikirkan ini dengan jernih, mendadak aku menjadi lumayan lega : “Aku sudah mengerti, tadi aku terlalu panik, kamu gak usah khawatirin aku, aku tidak akan membiarkan Timothy merebut Victor.”

“Aku juga tidak akakn membiarkan dia merebut Victor.”

Perkataan Mike membuat aku terharu, juga membuat aku merasa bersalah.

Dia begitu baik sama aku, aku malah tidak tahu harus bagaimana membalas dia.

Setelah menutup telepon, aku pergi melihat Victor yang tidur nyenyak.

Waktu berlalu begitu cepat, Victor pun sudah 9 bulan lebih, tidak lama lagi, dia akan bisa jalan, akan bisa memanggil mama......

Melihat pertumbuhan Victor, aku merasa penderitaan selama dua tahun dulu seolah jadi tidak berarti apa-apa.

Dua tahun yang begitu menderita saja sudah aku lalui, aku percaya, selanjutnya aku juga bisa menjalaninya!

Setelah lebih tenang, aku juga tidak memikirkan soal Timothy lagi.

Pepatah mengatakan apa yang datang ya apa yang dihadapi, kalau Timothy tidak beraksi apa-apa, aku juga akan diam saja.

Pas hari kamis Mike pulang dari luar kota dan mengajak aku makan siang di rumah.

Dia sampai di rumah kemarin subuh, ia mengirimi aku pesan sehingga tidak membangunkan aku, pas pagi aku baru tahu kalau dia semalam sudah pulang.

Keesokan paginya aku menyiapkan sarapan setelah mengganti popok Victor, belum sampai jam 8 Mike sudah datang mengetuk pintu rumahku.

Aku baru saja habis siapin sarapan, aku tertawa melihat dia : “Pas sekali datangnya, sarapannya baru saja selesai.”

“Terima kasih.”

Di kulkas sudah tidak ada apa-apa, selesai sarapan aku berencana untuk pergi ke supermarket sebentar, Mike bilang dia ikut dan bawa Victor juga.

Cuaca hari ini bagus, cerah dan hangat, aku melihat Victor sekilas dan berpikir sejenak, juga merasa memang sudah waktunya bawa dia jalan-jalan keluar.

Belanja begitu banyak, Mike tidak membiarkan aku bawa, cuma nyuruh aku dorong kereta bayi Victor, agak tidak enak, tapi dia berkeras mau begitu, jadi aku juga tidak bisa berkata apa-apa.

“Acara kali ini lancar gak?”

Mike mengangguk-angguk kepala : “Lancar, proyeknya juga sudah dimulai.”

“Jadi bukannya habis ini kamu bakal sibuk, kalau begitu kamu lebih baik jangan——“

“Pintunya sudah dibuka, kamu hati-hati.”

Belum selesai omonganku dia sudah menyelanya, tapi mendorong kereta Victor sambil keluar lift, aku juga tidak berani terlalu ceroboh, jadi aku lebih baik diam.

Baru saja keluar dari lift, aku melihat Timothy yang sedang bersandar di depan pintu rumahku.

Aku membeku, Mike yang di belakang menundukkan kepala dan melihatku sekilas : “Jangan takut.”

Novel Terkait

You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
5 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
4 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
4 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
5 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu