Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu - Bab 118 Jane, Aku Merasa Tidak Enak Sekali

“Jane, kamu kenapa?”

Pertanyaan Mike membuat aku terkejut, lamunanku langsung buyar, di saat ini baru nyadar sumpit aku malah di luar piring, juga tidak tahu lagi jepitin apa.

Jadi agak canggung.

“Kamu ada masalah apa?” Kenapa sehari ini kamu melamun terus?’

Aku ada masalah apa?

Aku juga tidak ada masalah apa-apa, aku cuma merasa Timothy agak tidak seperti biasanya.

Tapi aku tidak bisa mengatakan ini ke Mike, aku juga tidak boleh memikirkannya, sehingga aku cuma tersenyum simpul : “Tidak apa-apa.”

Mike mengernyitkan alis, tapi tidak lanjut bertanya lagi.

Tidak seperti biasanya , makan kami kali ini sunyi sekali, setelah Mike pergi aku mencuci baju.

Kulihat Victor yang di atas ranjang bayi, membuat aku selalu jadi kepikiran sama Timothy.

Hari ini dia tidak banyak ngomong, dan juga tidak bersikeras mau ikut masuk.

Semakin dipikirin aku semakin kacau rasanya, tiba-tiba bel rumahku berbunyi.

Yang paling pertama muncul di pikiranku adalah Mike, lagian orang yang aku kenal di kota D cuma Mike seorang, bisa datang tengah malam begini ya kemungkinan cuma Mike saja.

Aku mengganti pakaian tidurku dengan pakaian biasa, tanpa mengecek dari lubang kecil di pintu aku langsung buka : “Mike, kamu——“

Pas melihat ternyata yang datang itu Timothy aku tercengang, setelah sadar dari kagetku, air mukaku jadi dingin : “Ngapain ke sini?”

“Jane, aku merasa tidak enak sekali.”

Tiba-tiba dia ambruk ke tubuhku, awalnya mau aku dorong dia, tapi pas kesentuh sama dia, aku pun tidak bisa melepaskannya.

Pantas saja hari ini Timothy agak aneh, sekujur badannya panas seperti air mendidih.

“Kamu kenapa?”

Awalnya begitu banyak yang mau aku katakan, tapi akhirnya dia jadi begini aku pun tidak tega jadinya.

Dia tidak mengatakan apa-apa, hanya bilang merasa tidak enak sekali.

Tidak enak , tidak enak. Aku tatap dia sambil menahan emosi, tapi ya apa boleh buat, akhirnya aku papah dia masuk.

“Kamu tes suhu tubuh dulu.”

Sambil berkata, aku bawakan termometer.

Dia duduk di atas sofa, tanpa semangat yang ada seperti biasanya, dia bagaikan bunga yang sudah layu, dengan agak memejamkan mata dan menyebut-nyebut namaku : “Jane, Jane——“

Sekali demi sekali, sampai membuat aku rasanya ingin sekali membanting handuk di tanganku ke badannya.

Tapi pada akhirnya aku tetap tidak tega melakukannya, aku bawakan termometer ke depan dia : “Angkat tangannya.”

“Ssshhh——“

Tiba-tiba dia mendesis, pas ini aku baru merasa ada yang tidak wajar.

Timothy suka pakai jas warna hitam, kemeja panjang hitam, kalau tidak lihat teliti, aku sama sekali tidak bisa melihat kalau lengannya lagi berdarah.

“Tim, kamu itu kenapa sih? Kenapa berdarah!”

Aku lihat darah di tanganku, sekujur badanku terasa gemetaran.

Dia mengangkat kepala menatapku : “Jane.”

Dia memanggilku, aku merasa mataku sudah memerah semua.

“Kamu itu kenapa?”

“Aku merasa tidak enak sekali.”

Dia mengangkat tangan memelukku, kepalaku ditekan di dadanya, seluruh badannya terasa panas sekali.

Aku tahu ini sudah parah, tanpa peduli begitu banyak aku meronta : “Kamu tunggu sebentar!”

Tapi dia malah menarik tanganku, “Kamu mau ngapain?”

“Suruh Mike datang bantuin”

“Jangan!”

Dia menolakku dengan suara keras.

Aku tidak mengabulkannya, “Kan kamu sudah sampai kayak gini, kamu jangan gerak sembarangan, aku pergi cari Mike dulu!”

Selesai berkata, aku langsung pergi mengetuk pintu Mike tanpa peduliin dia lagi.

“Mike, Mike!”

Aku juga tidak tahu apa yang terjadi sama Timothy, tapi melihat darah di lengannya, sekujur badanku gemetaran.

Mike dengan cepat sudah membuka pintu, ia mengulurkan tangan memegang bahuku : “Ada apa?”

“Kamu, kamu datang sebentar, Timothy, dia, dia——“

Aku tidak tahu bagaimana mengatakannya, sehingga aku langsung tarik dia ke rumahku.

“Direktur Huang, kamu kenapa?”

Timothy melihat sekilas ke Mike : “Buat apa kamu datang ke sini?”

Aku mengulurkan tangan mencengkram dia : “Buat apa masih perhitungan kayak gini, kamu itu sebenarnya ada apa?”

“Tidak apa, aku tidak akan mati.”

Sambil berkata, dia mengulurkan tangan mencengkram aku sejenak.

Aku tercengang, aku lepaskan termometer tadi dan tampak suhu tubuhnya 39 derajat, segera aku meminta Mike untuk membawanya ke rumah sakit : “Lengan dia terluka, ditambah demam lagi, tidak tahu karena infeksi lukanya apa bukan, tolong kamu antar dia ke rumah sakit.”

“Jane, kamu temani aku pergi!”

Aku mengangkat tangan menepuknya : “Jangan bercanda kamu, aku mana bisa angkat kamu, dan harus ada yang jagain Victor di rumah!”

“Kamu temani aku pergi.”

Keras kepala dia membuat aku rasanya ingin sekali mendaratkan dua tamparan ke wajahnya, tapi melihat wajahnya yang pucat itu, aku tidak tega.

Mike melihat aku sekilas, sedangkan aku menganggukkan kepala : “Mike, jangan peduliin dia, aku tak bisa bopong dia.”

Baru saja aku bilang begitu, Timothy mengibaskan tangan Mike yang mau membantunya dan berdiri sendiri, lalu menatapku : “Aku bisa jalan, Jane, kamu temani aku ke rumah sakit, kalau kamu tidak pergi, aku juga tidak.”

Aku rasanya dibuat emosi sekali sama Timothy, tapi melihat dia yang begitu keras kepala, kalau nanti sampai di rumah sakit juga belum tentu mau kerja sama, setelah mikir-mikir, aku akhirnya meminta tolong Mike : “Mike, kamu tolong aku jagain Victor, aku antar dia ke rumah sakit.”

Teringat darahnya tadi , aku pun tidak berani berlama-lamaan lagi. Kali ini Timothy tidak berkomentar apa-apa lagi, dia bersandar ke aku sehingga setengah dari beratnya jadi ke aku.

Aku mengangkat tangan untuk memapahnya, baru setengah jalan aku tiba-tiba kepikiran sesuatu : “Mike, pinjam mobil kamu.”

“Kamu hati-hati Jane, kabari kalau sudah sampai rumah sakit.”

Aku mengangguk, tanpa berlambat-lambat lagi aku segera membawa Timothy ke rumah sakit.

Aku sudah tes mengemudi dari dulu, hanya jarang nyetir saja, ini pertama kali aku nyetir begitu cepat.

Pas lampu merah, aku tidak bisa menahan diri untuk melihat ke Timothy, kemudian tersenyum ke aku : “Jane, kamu itu masih peduli sama aku.”

Aku menggertakkan gigi sambil tersenyum dingin : “Kamu juga yang bilang, kamu itu ayahnya Victor, kalau kamu mati, gimana nanti aku jelasin ke Victor.”

Dia tertawa kecil tanpa menjawab aku lagi, wajahnya sungguh pucat sekali.

Perjalanan yang harusnya setengah jam, tapi sudah sampai dalam waktu kurang dari 20 menit.

“Dokter! Dokter!”

Di tengah malam begini memang tidak banyak dokternya, untungnya belum beberapa langkah aku masuk sudah ada suster yang datang membantu : “Suami anda kenapa?”

“Dia——“

“Demam, 39 derajat, kayaknya luka kena infeksi.”

Timothy langsung memotong omonganku, mendengar perkataan dia aku pun tidak meralat pertanyaan suster tadi lagi, aku mengangkat kepala melihatnya : “Kamu luka apa?”

“Luka apa?”

Aku dan suster menanyakan pertanyaan yang sama bersamaan.

Dia menataku sekilas, lalu menjawab si suster : “Luka pisau.”

Aku terkejut : “Luka pisau, kenapa kamu bisa kena pisau, Tim, kamu sebenarnya——“

Pas tangannya menggenggam tanganku, aku baru sadar aku lagi gemetaran : “Jangan takut, aku tidak apa-apa.”

Aku menggertakkan gigi tanpa melepaskan genggamannya : “Timothy, gimana kamu tahu benaran bakal tidak apa-apa!”

Novel Terkait

Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
5 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
4 tahun yang lalu
Cinta Setelah Menikah

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu