Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu - Bab 189 Hal Yang Sangat Penting

Aku tidak berpikir bahwa Timothy akan memulainya seperti ini, aku berusaha menjauhkan tangannya, akhirnya dia malah berkata tanpa malu di telingaku: “Aku akan membantumu mandi, istriku.”

Suaranya yang dalam dan lembut, serta nafas hangatnya menghantam telingaku. Yang tadinya aku merasa berembun karena disiram oleh air hangat, sekarang tak perlu dikatakan lagi, seluruh kakiku terasa lemas, ia segera menghimpit badanku dan menarik tanganku ke dinding samping: "Tahan."

“Aku tidak—ahh!”

Dia sama sekali tidak memberiku kesempatan dan langsung melakukannya begitu saja.

Posisi ini membuatku basah dengan cepat. Setelah beberapa saat, dia menjadi semakin kejam. Aku hanya merasa bahwa otakku kosong dan seluruh tubuhku bergetar.

“Cepat sekali?”

Tawa rendahnya terdengar di samping telingaku, dan aku baru menyadari apa yang terjadi padaku.

Aku sangat malu dan marah. Aku mengangkat tangan untuk menangkapnya, tetapi kekuatan lemahku jatuh pada tubuh Timothy, dan malah seperti sedang membelainya.

Timothy menarik tanganku dan bergerak semakin cepat, aku merasa tubuhku telah menempel seluruhnya pada dinding.

Dia meletakkan tangannya di depanku. Setelah beberapa saat, dia memelukku dan akhirnya berhenti.

Setelah beristirahat sebentar, dia mengaitkan jubah mandi dan membawaku keluar.

Aku tidak percaya bahwa Timothy akan melepaskanku begitu cepat. Ketika dia menggendongku, aku terkejut dan buru-buru mendorongnya: " Turunkan aku!"

“Tunggu sebentar.”

Setelah jalan beberapa langkah, dia berhenti menatapku sambil tersenyum: "Jane , aku akan menurunkanmu sekarang."

Seluruh tubuhku merinding merasakan tatapannya. Aku tidak memperhatikan apa yang ada dibelakangku sampai aku duduk di kursi kulit yang dingin, aku baru sadar aku duduk di subuah kursi special di pangkuan Timothy.

Aku hanya melihat sekilas dan seluruh wajahku sudah terbakar.

Aku buru-buru ingin turun, namun baru menurunkan satu kaki, Timothy sudah menekan kembali, “Kau mau kemana?”

“Kau, segera turunkan aku.”

“Jane, ini kursi yang bagus.”

Dia tersenyum dan menciumku, aku merasa seperti sedang direbus di air panas sekarang, dan tidak tahu mengapa tenagaku semakin lama semakin lemah.

“Buka.”

Kesadaranku mulai kacau, aku akan menuruti apapun yang dikatakan Timothy.

Ketika aku melihat kursi yang ku duduki, aku tahu malam ini tidak akan menjadi malam yang panjang. Tak disangka, aku hampir tidak bisa bangun dari tempat tidur pada hari berikutnya.

Untungnya hari ini akhir pekan, jadi tidak perlu bangun pagi untuk pergi bekerja, jika tidak aku sudah sangat ingin mendaratkan sebuah tamparan pada Timothy.

Semalam aku benar-benar capek, saat terbangun keesokan harinya, aku hanya membuka mata untuk melihat jam dan kembali tertidur.

Saat aku bangun lagi, Timothy sudah tidak ada diranjang lagi, aku bangkit duduk dan langsung melihat kursi yang kami siksa sampai hampir hancur tadi malam, dan wajahku panas seperti terbakar.

“Sudah bangun?”

Pada saat ini, Timothy masuk membawakan sarapan, senyum di wajahnya membuat aku tidak tahan untuk melemparkan bantal di sebelahku ke arahnya.

Tadi malam aku memohon berkali-kali padanya, selalu bilang yang terakhir tapi mengulanginya lagi dan lagi.

Dia meminta dengan total lima kali semalam, enam kali menurutnya, tetapi lebih dari enam kali untuk menurutku.

Mengingat kejadian semalam, aku sama sekali tidak bisa tinggal di ruangan ini lebih lama lagi: “Kapan kita pulang?”

Dia membawa sarapan mendekat dan meletakkannya di samping ranjang: “Jangan terburu-buru, hari ini akhir pekan.”

Tentu saja aku tahu ini akhir pekan, tapi aku sama sekali tidak tahan tinggal disini lebih lama lagi.

Timothy seperti tahu apa yang kupikirkan, ia membawa sarapan kehadapanku: “Jangan khawatir, kita akan pulang setelah sarapan.”

Aku menatapnya tajam, lalu melihat isi sarapan kami.

Semua adalah makanan kesukaanku, jadi aku mau tidak mau memaafkannya.

Selesai sarapan, aku tidak bisa menahan diri lagi untuk tinggal, akhirnya dia tetap saja berkata dengan santai: "Apakah pegal?"

Dia meraih dan menepuk-nepuk kakiku. Aku menyingkir seperti burung yang ketakutan. Dia menatapku lucu: "Apa yang kau pikirkan? Apakah aku begitu tidak memikirkanmu? Aku hanya ingin memijitnya untukmu, sehingga kau tidak begitu pegal lagi."

Bagaimana aku bisa percaya pada ucapannya: "Kau tadi malam selalu bilang yang terakhir, dan akhirnya berapa kali kau bilang terakhir? "

Dia menatapku, tetapi dia sama sekali tidak merasa bersalah: "Kau-lah yang menarikku dan memintaku untuk tidak berhenti istriku."

Mendengar kata-katanya, wajahku memerah karena marah: "Aku ingin pulang!"

Timothy tiba-tiba mengulurkan tangannya dan menarikku: "Oke, diam dulu, aku akan memijitmu."

Saat dia mengatakan ini, dia mengulurkan tangan meraihku dan memelukku.

Hatiku masih berdebar, dan berjuang: “Aku tidak perlu pijitanmu, cepat lepaskan aku.”

Dia tidak melepaskanku sama sekali, dia menekankan dagunya ke pundakku: "Jika kamu bergerak lagi, maka jangan salahkan aku jika aku kembali berbuat macam-macam."

Timothy berbicara di telingaku dan menekankan ucapannya, mendengar ucapannya, seluruh tubuhku gemetar dan tidak berani bergerak lagi.

Bagaimana aku berani bergerak lagi. Jika dia benar-benar membuat masalah, aku benar-benar sudah akan kehilangan nyawaku.

Dia langsung meraih kakiku dari belakang tubuhku dan segera memijitnya, aku sangat takut padanya sehingga aku merasa gugup. Akibatnya, dia mengangkat tangannya dan menepuk kakiku: "Rileks. Kenapa kau begitu gugup? Aku tidak akan memakanmu lagi?"

Mendengar ucapannya, aku semakin gugup.

Tapi perlahan, setelah aku perhatikan, dia seperti tidak ada niat kearah sana lagi, dan aku baru bisa bernafas lega.

Mau tidak mau diakui, aku merasa lebih baik setelah dipijat oleh Timothy.

Setelah memijatnya selama hampir setengah jam, ketika aku bangun dari tempat tidur, aku mendapati kakiku tidak begitu sakit lagi.

Saat ini, akhirnya Timothy berkata akan pulang, aku benar-benar menghela nafas lega mendengarnya.

Semalaman tidak pulang kerumah, aku sudah sangat merindukan Victor pagi ini.

Saat aku pulang bersama Timothy, aku mendengar suara tawa Victor, dan baru tahu bahwa Bibi Zhao-lah yang menemani Victor bermain.

Victor terburu-buru melepaskan mainan ditangannya dan memelukku saat melihatku.

Setelah sehari tidak bertemu Victor, tanpa pikir panjang aku langsung menggendongnya: “Victor rindu mama, tidak?”

“Rindu.”

Tidak sampai tiga bulan lagi, Victor akan berulang tahun yang ke-2, waktu berjalan dengan sangat cepat, tidak terasa tiga tahun sudah berlalu.

Aku tahu, pasti Bibi Zhao yang menjaga Victor semalam, akupun mengucapkan terima kasih padanya.

Aku dan Timothy sudah pulang, aku tidak akan menahan Bibi Zhao tinggal lebih lama lagi.

“Mama, semalam mama dan papa tidak pulang.”

Tiba-tiba Victor bertanya saat aku sedang minum, Timothy yang ada di samping hanya menatap ponselnya lucu.

Aku menatapnya tajam, “Maaf Victor, ada urusan yang harus papa dan mama urus semalam.”

“Oh, apakah mama dan papa malam ini ada urusan lagi?”

Aku langsung tersedak mendengar jawaban Victor, aku baru ingin membuka mulut, tapi Timothy yang tidak tahu malu itu sudah menjawab duluan: “Ada, kalau begitu Victor malam ini tidur sendiri lagi, ya?”

“Timothy, apa yang kau katakan!”

“Aku bicara yang sesungguhnya.”

Dia menatapku dan mengangkat bahu dengan wajah polos.

Aku masih memikirkan bagaimana cara memberi tahu Victor tentang apa yang baru saja dikatakan Timothy, tapi Victor menatapku dengan serius: "Apakah ini hal yang sangat penting?"

Novel Terkait

Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
4 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Someday Unexpected Love

Someday Unexpected Love

Alexander
Pernikahan
4 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
3 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu