Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu - Bab 182 Tunggu aku, tidak lama kok

Padahal itu adalah pertanyaan, tapi aku sama sekali tidak punya pilihan, dia langsung menarik aku keluar.

Aku teringat perkataannya tadi, meskipun tidak terbiasa dia begitu, tapi dia juga sudah ngomong begitu ya aku terima saja.

Shirley inisiatif baik sama dia, kalau pun aku tidak suka juga aku tidak bisa langsung menolak saja.

Akhirnya aku tetap ikut dia pergi minum teh, dia tidak mengungkit hal yang tidak mengenakkan, sepertinya dalam beberapa tahun saja Shirley berubah banyak.

Aku selalu merasa janggal, tapi juga tidak tahu bagaimana mendeskripsikannya, sehingga aku hanya sebisanya merespon dia.

“Jane, kamu tahu Peter sekarang di mana?”

Aku termangu, sudah beberapa tahun tidak mendengar nama orang ini, dan sekarang tiba-tiba Shirley mengungkit dia, membuat aku sedikit samar-samar, merasa waktu berlalu dengan cepat sekali.

Aku menggeleng : “Tidak tahu, aku tidak terlalu tahu soal hal-hal di kota A sini.”

Dia mencibirkan mulut, kalau ini ada sedikit mirip dengan Shirley yang aku kenal dulu, tapi dengan cepat dia kembali seperti biasa lagi, lalu melihat aku dengan tertawa manis : “Oh iya aku lupa, beberapa tahun ini kamu kan di kota D.”

Aku menganggukkan kepala lalu menjawab datar : “Iya.”

“Pantas saja kamu tidak tahu, Peter sekarang kerja di ACE International Group sana.”

Aku sedikit kebingungan, Shirley menyadarinya lalu menjelaskan : “ACE International Group itu perusahaan yang baru muncul di dua tahun ini, tak heran juga kamu tidak tahu. Perusahaan yang sejenis dengan IEC International Group, dua perusahaan itu sekarang lagi bersaing.”

Mendengar itu aku mengernyitkan alis.

Aku juga tidak mengerti kenapa Shirley mengungkit hal ini sama aku, setelah dipikir-pikir aku tidak menjawab omongan dia, lagian juga sudah jam lima lewat, aku tidak ingin mengobrol panjang lebar lagi sama dia.

Pas aku lagi mikirin bagaimana aku mau pergi, handphoneku berbunyi.

Sekali aku lihat ternyata Timothy yang telepon, segera aku mengangkat : “Halo?”

“Sudah selesai wawancaranya?”

“Sudah, kenapa?”

“Aku baru habis rapat, lagi siap-siap mau pulang, aku jemput kamu ya?”

Oh mau banget, aku sama sekali tidak tahu harus bagaimana pergi dari Shirley : “Boleh.”

“Kamu di mana?”

Aku kasih tahu alamat ke Timothy, dan dia bilang dia akan sampai dalam 15 menit.

Setelah menutup telepon, Shirley menatap aku : “Telepon dari paman ya?”

Aku mengangguk : “Iya, dia mau datang jemput aku.”

Baru saja aku selesai ngomong, air muka Shirley langsung berubah, aku melihat dia mengambil tasnya, tampaknya dia sudah mau pergi.

Dan ternyata benar, di detik berikutnya dia berkata : “Aku beru ingat aku ada janji sama orang, sudah dulu ya, lain hari kita baru ngobrol lagi!”

Aku mengangguk, melihat dia yang pergi tergesa-gesa aku pun tertawa kecil.

Tak peduli apa yang direncanakan di benak Shirley, aku tidak akan membuat dia berhasil.

Setelah habisin jus, aku pergi membayar dan menunggu Timothy di depan toko.

Timothy bilang dia akan sampai dalam 15 menit, tapi tidak sampai 15 menit aku sudah melihat batang hidungnya.

“Kok kamu di sini?”

Aku juga tidak ingin merahasiakan dari dia : “Tadi pas wawancara ketemu sama Shirley, dia bantu aku ngomong di depan bos, lalu maksa aku buat ikut dia minum teh, aku juga tak enak, jadinya datang deh. Tapi tadi pas dengar kamu mau jemput aku, dia langsung pergi duluan.”

Baru selesai aku ngomong begitu, Timothy mendengus dingin : “Lain kali tak usah hiraukan dia.”

Aku mengangguk : “Kali ini dia yang inisiatif bantu aku, aku juga tidak begitu ingin peduliin dia.

Teringat Shirley tadi langsung pergi, aku bertanya dengan heran : “Apa yang kamu lakukan ke dia, kok dia takut amat sama kamu?”

“Tidak ada apa-apa kok.”

Dia menjawab aku dengan datar, kelihatannya dia tidak ingin beri tahu.

Melihat dia tidak ingin ngomong, aku pun tidak memaksa lagi, jadi aku mengalihkan pembicaraan : “Aku sudah dapat pekerjaan.”

“Perusahaan mana?”

“Rainbow International Group.”

Dia mengangguk, “Di rumah masih ada sayur tidak? Kita mau ke supermarket dulu?”

Mendengar dia tanya begitu aku baru ingat : “Mau, sayur di rumah kemarin sudah habis.”

Kami pergi ke supermarket dulu, pas pulang ke rumah sudah jam setengah tujuh, kami menyuruh bibi Zhao untuk makan di rumah saja, tapi dia tetap mau pulang, akhirnya kami pun tidak enak untuk tetap memaksa.

Meskipun setelah dua hari mengamati bibi Zhao tidak bermasalah, tapi masih tetap agak cemas, aku gendong Victor buat periksa lalu tanya-tanya, setelah memastikan semuanya normal aku baru tenang.

Tepat setelah selesai makan, Cedric tiba-tiba menelepon.

Cedric bilang paman dan bibi sudah tahu aku pulang ke kota A, tanyain aku kapan main ke tempatnya.

Beberapa tahun ini, beberapa kali bolak-balik kota A aku tidak pernah mengunjungi paman dan bibi, jadi agak berasalah rasanya, sehingga aku pun bilang akhir pekan ini bakal pergi.

Setelah menutup telepon, aku tatap Timothy yang lagi asyik main dengan Victor, mendadak aku teringat satu permasalahan, aku masih belum tanya Cedric apakah hubungan aku sama dia mau disebarluaskan.

Nanti kalau Timothy mau ikut aku ke rumah paman dan bibi, bagaimana aku harus menjelaskan?

Pusing sekali.

Aku sampai tidak tahu sejak kapan Timothy sudah ada di belakang aku.

Sampai dia memeluk aku lalu menundukkan kepala menggigit telingaku, aku baru sadar dari lamunanku.

Telingaku langsung sedikit sakit, kudorong dia pelan : “Ngapain kamu, Victor lagi lihatin!”

“Tidak apa, dia masih kecil, tidak akan mengerti.”

Sambil berkata, dia menggigit cuping telingaku : “Tadi itu telepon siapa, sampai seru begitu ngobrolnya?”

Refleks aku ingin bilang Cedric tapi yang terucap dari mulutku malah jadi lain, “Teman.”

“Teman yang mana? Nona Li yang di kota D itu?”

Kalau dia menganggap begitu , aku pun tidak menjelaskan lagi, dan hanya menjawab seadanya : “Iya.”

“Jane.”

Dia menatap aku, tangannya masuk ke dalam pakaianku.

Menyadari dia semakin keterlaluan, aku segera mencegahnya : “Jangan sembarangan ya, Victor masih belum mandi dan tidur!”

Akhirnya dia berkata ssambil menggoda : “Jadi kalau Victor sudah mandi tidur boleh?”

Tanpa menunggu aku menjawab, dia sudah berkata lagi : “Oke, sekarang juga aku bawa Victor mandi dan tidur.”

Aku berteriak dengan kesal : “Timothy!”

Dia sama sekali tidak mengindahkan aku, langsung dia gendong Victor sambil teriak : “Ayo victor, ayah bawa kamu mandi!”

Sambil berkata, dia masih melihat aku dengan penuh maksud.

Kalau bukan Victor ada di gendongan dia, aku pasti sudah lempar bantal ke dia!

Timothy mandiin Victor selama setengah jam lebih, karena takut dia demam, aku mengingatkan Timothy.

Satu kali mandi habisin waktu 40 menit, pas keluar sudah jam 9 lewat.

Sepertinya karena mandinya lama tadi, dengan cepat Victor sudah tertidur pulas.

Setelah aku selesai mandi dan masuk ke kamar melihat Victor, dia sudah tertidur.

Timothy bangkit berdiri, mendekat lalu merangkul dan mencium aku tanpa aku sadar.

Dia mencium aku dengan heboh, “Tungguin aku, tidak lama kok.”

Selesai ngomong begitu, dia langsung keluar meninggalkan aku yang berdiri di situ dengan murah memerah.

Apaan sih, kok kesannya kayak aku yang tak sabaran!

Novel Terkait

Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
5 tahun yang lalu

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
5 tahun yang lalu

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu