Chasing Your Heart - Bab 228 Tidak Punya Jalan Lain

Regina Mo terkurung di kamar hotel beberapa hari terakhir. Kehidupan seperti itu membuat waktu terasa lebih lama, dan setiap menit dan setiap detik adalah penderitaan. Dia sangat ingin mengetahui situasi di luar, tetapi dia hanya melihat wajah datar pengawal itu setiap hari.

Rencana yang dikatakan Evelly Mo bagaikan duri yang menancap hatinya. Namun menunggu berhari-hari tanpa mendengar kemenangan mereka, dia diam-diam berdoa di dalam hatinya agar semuanya akan baik-baik saja.

Ibu Mo ditangkap dan dibawa ke kamar sebelah. Regina Mo melihatnya dengan mata kepala sendiri. Namun kamar mereka kedap ruangan, setiap kali dia berteriak, ia hanya dijawab oleh pengawal, "Diam! Berteriak satu kali lagi, kita akan memberimu pelajaran."

Dia tidak tahu kondisi ibunya, dan hatinya menderita.

"Bisakah kamu mengizinkan aku bertemu ibu?" Regina Mo akhirnya mendapat kesempatan untuk berbicara dengan Ayah Mo, jadi dia segera memohon, setidaknya dia adalah putrinya.

Mata Ayah Mo melirik singkat, dan ironi di matanya terlihat sekilas. "Kamu bahkan masih memikirkan si murahan itu, kalian benar-benar ibu dan anak yang optimis. Sudah kubilang, sebaiknya kamu tidak berpikir untuk bertemu dengannya. Aku akan menyiksanya dan membuatnya menderita."

Setiap kata terdengar seperti pahatan di tubuh Regina Mo. Rasa sakit yang begitu nyata menyerang, dan air mata di matanya mulai mengalir.

Dia tidak tahu berapa banyak air mata yang dia tumpahkan akhir-akhir ini. Dia berpikir bahwa air matanya sudah terkuras habis, tetapi dia tidak menyangka akan mendengar kata-kata yang begitu tidak berperasaan, yang mampu menyakiti hatinya yang hampir mati rasa.

"Aku putrimu sendiri!" Regina Mo berteriak putus asa.

Penghinaan di mata Ayah Mo semakin menjadi-jadi, “Terus kenapa? Lagipula kamu bukan putriku. Kamu hanya anjing yang dibesarkan oleh wanita murahan itu. Putriku hanya Evelly Mo."

Kemarahan di mata Regina Mo akan segera berkumpul, entah apa yang telah dilalui pasangan suami istri itu hingga menjadi seperti sekarang.

"Dia adalah istrimu!"

Belakangan ini, dia mendengar suara melengking ibunya berkali-kali. Meskipun tidak terlalu jelas, dia masih bisa membayangkan situasi di dalamnya. Selama pria itu muncul, ibunya akan gila. Terlebih lagi, dia secara khusus akan mengganggunya.

Hanya saja dia tidak punya pilihan atau alat untuk berkomunikasi dengan dunia luar. Dia pernah mencoba secara diam-diam menelepon resepsionis untuk meminta bantuan, tetapi tertangkap oleh seorang pengawal yang langsung menarik saluran telepon; dia juga berpikir untuk loncat dan melarikin diri, tetapi lokasi kamar hotel terlalu tinggi dna ada penghalang di luar jendela. Dia putus asa.

Tiba-tiba, ada aura menyengat memancar dari Ayah Mo, dan seluruh tubuhnya tenggelam dalam kebencian hitam, "Istriku? Istriku sudah lama meninggal. Dia musuhku. Jangan coba-coba membuatku melepaskannya. Itu hanya akan membuatku lebih bersemangat"

Regina Mo hanya duduk lemah di tempat tidur, melihat sosoknya di kejauhan, dan dipenuhi dengan kesedihan.

Ini ayahnya sendiri. Ia dulu sering berpikir seperti apa ayahnya. Kuat dan penuh pendirian, dia akan membuat dirinya bahagia dan mencintai ibunya. Tapi sekarang semuanya telah berubah. Dia benar-benar menghancurkan harapannya akan seorang ayah.

Ibu adalah satu-satunya pendampingnya sejak kecil hingga dewasa. Dia tidak bisa membiarkan dia menderita. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Tidak hanya pengamanan ketat, ruangan mereka juga kedap suara. Bagaimana mereka bisa bertukar kabar?

Di malam hari, setelah semua orang tidur, Regina Mo diam-diam bangun dan pergi ke kamar mandi.

Dia melihat ke pancuran di dinding, keberhasilannya bergantung pada ini.

Keesokan paginya, Regina Mo tidak bangun. Ketika pengawal masuk untuk mengantarkan makanan, dia berpikir bahwa dia ingin melakukan mogok makan seperti beberapa hari sebelumnya. Pengawal tidak terlalu peduli tentang itu, hanya meletakkan makanan lalu keluar.

Namun, ketika mereka masuk pada malam hari, Regina Mo tidak juga bergerak dari posisi semula. Pengawal menarik selimut dan menemukan tubuh yang terbaring lemah dengan wajah merah.

"Bos, nyonya sepertinya sedang demam. Apakah Anda ingin masuk dan melihat-lihat?" Setelah berpikir lama, pengawalnya memutuskan mereka harus memberi tahu majikan bahwa dia telah melihat semua hal dalam beberapa hari terakhir. Jelas, wanita itu tidak bisa mati.

Ayah Mo mendongak dan melihatnya dengan heran. Memang benar cuaca sedang dingin di luar, tapi ada penghangat di kamar. Bagaimana ini bisa terjadi?

Setelah memikirkannya, dia akhirnya masuk untuk memeriksa.

Regina Mo sudah mulai linglung. Melihat dia datang, dia menjalankan rencananya, "Sebaiknya kamu membiarkanku melihat ibuku, atau aku tidak akan menyembuhkan diri!"

Hanya dengan cara ini pria itu bisa mengendurkan kewaspadaannya. Karena jika tidak, cepat atau lama rencananya terungkap. Dan jika itu terjadi, ia tidak punya jalan lain.

Benar saja, Ayah Mo langsung memelototinya, "Kamu bermimpi terlalu tinggi. Andi, panggil dokter datang dan periksa dia, ikat tangan dan kakinya, dan jangan biarkan dokter tahu apa-apa. Jika dia tidak mau meminum obatnya, masukkan paksa ke dalam mulutnya. Kamu pasti bisa melakukannya."

Pengawal selalu menuruti permintaan tuannya. Andi mengangguk dan berbalik.

Regina masih menutup mata seperti orang pingsan, berusaha menyembunyikan tujuannya. Ayah Mo kesal melihat tingkahnya.

Tak lama kemudian seorang dokter datang. Demi kenyamanan, mereka memanggil dokter wanita.

Dokter wanita itu sepertinya berumur 40-an, seumuran dengan Ibu Mo. Regina Mo mengerutkan kening, tapi hatinya sangat bahagia. Orang seperti itu paling cocok untuk dibujuk. Sebagai seorang ibu, ia pasti memiliki hati yang penuh kasih sayang,.

"Periksa dia, turunkan panasnya secepat mungkin." Ayah Mo mengarahkan, dengan nada perintah dalam suaranya.

Dokter wanita itu mengerutkan kening dan dengan cermat memeriksa suhu Regina Mo. Dia mencoba mengangkat selimut namun dihentikan oleh Ayah Mo.

"Apakah salah jika aku ingin memeriksa tubuh pasien sebelum meresepkan obat? Demamnya hampir empat puluh derajat. Jika tidak ditangani, bahkan sebelum satu hari ia bisa terkena pneumonia. Bagaimana menurutmu? Apakah ini caramu memperlakukan anak sendiri?"

Ayah Mo mengerutkan kening, wajahnya muram dalam diam. Dia tidak ingin menimbulkan masalah yang tidak perlu. Jika menjadi besar, ia tak tahu bagaimana harus menyembunyikannya.

"Periksalah!"

Dokter menoleh dan menghela nafas kesal. Dia mengeluarkan termometer di ketiaknya dan melihatnya. 39,7 derajat. Lebih baik memasang infus.

Mata Regina Mo menyipit, dan melihat semua gerakan di depannya. Apakah dokter bisa membantu dirinya?

Hanya saja orang-orang yang menonton sepertinya tidak berniat pergi sama sekali. Apa yang harus ia lakukan?

Regina Mo khawatir. Ini satu-satunya kesempatannya. Ia tidak tahu berapa lama lagi ia harus menunggu jika ia melewatkannya.

"Dokter, jarumnya tusuk di tangan kiri saja, ya?" Regina Mo berpura-pura bangun dan berkata dengan lemah.

Dokter menatap Regina Mo dan mendengar apa yang dia katakan. Pasti ada sesuatu.

Novel Terkait

Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
3 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
3 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
3 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
3 tahun yang lalu