Chasing Your Heart - Bab 98 Memperebutkan Wanita Biasa

Pukulan Arthur Sheng sangat kuat, dalam sekejap, sudut bibir Philip Song pun mengeluarkan darah.

Regina Mo memeriksanya, dia menemukan bahwa tidak ada luka yang begitu parah, dengan pelan dia membantunya bangun.

“Arthur, apa tujuanmu ke sini? Apakah kamu sudah gila? Kenapa begitu datang langsung memukul orang?” Tanya Regina Mo dengan gusar.

Arthur Sheng terdiam untuk sesaat.

Apakah dia harus mengatakan kalau dia membalaskan dendam saudaranya, ataukah dia harus mengatakan kalau dia ingin menyingkirkan saingannya dalam hal percintaan?

Di saat dirinya merasa bimbang, Billy Gu langsung mengedipkan mata kepada Arthur Sheng untuk mengingatkannya apa tujuannya datang ke sini hari ini.

Dahi Arthur Sheng juga terkesan sangat kuat, dia mengatakan sesuatu di telinga Rizky, dan Rizky merosot turun dari tubuhnya dengan penuh semangat, kemudian dia mendekati Regina Mo dan menariknya.

Untuk sejenak, Regina Mo tidak bisa mengerti apa yang terjadi, lalu dia pun dipanggul secara paksa oleh Arthur Sheng di bahunya.

“Kamu, apa yang ingin kamu lakukan? Lepaskan aku.”

Perutnya berada di atas bahu Arthur Sheng, tangannya juga tertahan di bahunya, Regina Mo berusaha untuk melepaskan dirinya, namun sangat jelas kalau dia tidak memiliki harapan.

Arthur Sheng tidak mengeluarkan sepatah kata pun, dia meninggalkan sisa kekacauan itu kepada dua saudaranya, sambil membopong Regina Mo, dia langsung masuk ke dalam mobil.

Melihat ini, bagaimana Philip Song akan mengalah?

“Bajingan, orang seperti apa kalian? Huh, cepat lepaskan dia, kalau tidak, aku akan segera melaporkan kalian.”

Dia menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya, dia ingin menerobos dan mengejar mereka berdua.

Namun ada Tisno Wen dan Billy Gu yang menghalanginya, dan juga ada Rizky yang sedang menyemangati mereka di belakang.

Tisno Wen terus-terusan memainkan perannya sebagai seorang preman, “Apakah kamu tuli? Apakah kamu tidak mendengar Rizky memanggilnya ayah? Kamu pikir dia siapa? Lebih baik kamu tidak ikut campur dengan permasalahan ini.”

Philip Song tercengang, dia teringat dengan poin pentingnya, kemudian dia membalikkan kepalanya dan menoleh ke arah Rizky.

“Ayah adalah orang yang aku panggil, itu adalah ayahku, yaitu ayah yang sedang aku tunggu untuk makan bersama.”

Rizky tersenyum dengan bangga, kemudian dia menggoyang-goyangkan pinggulnya dengan riang.

Dalam sekejap, Billy Gu langsung merasa terhibur olehnya, dia mengulurkan tangannya dan menggendongnya lalu mencubit-cubit wajah kecilnya, sehingga Rizky langsung bersembunyi saking terkejutnya.

Philip Song song tercengang.

“Dia adalah suami sah dari Regina, dengan begitu, kamu adalah orang ketiga dari hubungan mereka.”

Ucapan gamblang Tisno Wen wen terdengar dari sebelahnya, tidak henti-hentinya menyakiti hatinya.

Suami? Tidak heran!

......

Regina Mo sudah berhenti meronta setelah dirinya dilempar oleh Arthur Sheng ke dalam mobil, mungkin dengan berbicara secara jelas dengannya, dia baru bisa memutuskan hubungan dengannya sepenuhnya.

Mobil itu melaju dengan cepat, melintasi pepohonan di pinggir jalan.

“Sebenarnya ada masalah apa kamu datang hari ini?”

Mata Regina Mo menatap ke arah luar jendela, namun pikirannya tertuju kepada tangan orang yang sedang memegang setir, dia bahkan bisa melihat urat di tangannya dengan jelas.

Pada akhirnya, Arthur Sheng menginjak rem, mobil itu mengeluarkan suara deritan, tubuh Regina Mo pun terdorong ke depan, untungnya ada sabuk pengaman yang menahannya.

“Kamu bertanya apa tujuanku ke sini? Regina, kamu sangat kejam, kamu pergi dariku begitu saja.”

Suara Arthur Sheng terdengar muram dan dia menggertakkan giginya, dia merasa sangat kesal.

Dia tidak bisa melupakan wanita yang begitu kejam ini.

Regina Mo mengulum bibirnya yang kering, “Apakah kamu perlu melakukan ini?”

Mobil tersebut mulai berjalan lagi, bergerak jauh lebih cepat dari sebelumnya.

“Kamu tahu dengan jelas kalau hubungan di antara kita itu tidak akan terjadi, kamu benar-benar tidak perlu bersikap seperti ini.”

Arthur Sheng tertawa sinis, “Akhirnya kamu tidak bisa berpura-pura lagi, aku sangka kalau kamu akan berpikir bahwa aku sedang membalaskan dendam Tisno.”

Detakan jantung Regina Mo seakan-akan terhenti, sebenarnya dia berniat untuk terus berpura-pura.

“Hubungan di antara kita benar-benar tidak akan terjadi, kamu lepaskan saja aku.”

Regina Mo menyangka bahwa air matanya sudah kering sejak awal, namun, sekarang dia baru menyadari kalau selalu ada kesedihan yang akan membuat orang meneteskan air mata.

Dengan satu tangan, Arthur Sheng memegang setir, dia membalikkan badannya dan meraih dagu Regina Mo dengan satu tangannya lagi, dia tidak takut dengan kebahayaan, dengan dingin dia mendengus, “Jangan berharap.”

Regina Mo terdiam, dia menyadari apa yang dikatakannya sekarang tidak akan didengarkan oleh Arthur Sheng, dia hanya memandang ke luar jendela dan terdiam.

Sedetik demi sedetik waktu terlewati, Regina Mo menatap ke arah jalanan yang semakin sepi, keberaniannya pun menciut, “Kemana kamu akan membawaku?”

Arthur Sheng terdiam, setelah lewat beberapa menit, dia berhenti di bawah sebuah pohon besar yang terkesan menutupi bumi, jika tidak ada orang yang berjalan mendekat, maka tidak akan ada orang yang bisa melihat mereka.

“Menurutmu, apa yang akan aku lakukan?”

Arthur Sheng tersenyum sinis, dia mengencangkan dasi di lehernya, badannya terasa panas.

“Aku, aku tidak tahu, cepat kamu biarkan aku pulang, Rizky sedang menungguku pulang.”

Regina Mo merasa sedikit panik, perasaannya terasa tidak enak.

Bagaikan bunga yang dihujani air, penampilannya yang demikian paling mudah membuat Arthur Sheng merasa ingin memberikannya perlindungan.

Dia melepaskan sabuk pengamannya, dari sisi lain, dia menggendongnya ke kursi belakang, kemudian dia juga menjejalkan dirinya ke dalam, “Sebenarnya Rizky selalu memiliki sebuah harapan, apakah kamu tahu?”

Regina Mo sedikit pun tidak tahu, selanjutnya, Arthur Sheng perlahan-lahan menurunkan kepalanya, pikiran di otak Regina Mo menjadi kacau, udara juga menjadi sesak, dia pun kesulitan bernapas.

Arthur Sheng juga tidak berharap kalau dia akan menjawabnya, dia hanya berfokus untuk memberikannya penjelasan, “Dia sudah sering berkata kepadaku kalau dia berharap bisa memiliki seorang adik perempuan, sebagai orang tua, kita juga harus memanjakan anak kecil, oleh sebab itu, kita harus menuruti kemauannya.”

“Tidak, aku tidak mau.”

Dengan sepasang tangannya, Regina Mo mendorong Arthur Sheng dengan sekuat tenaga, udara di penuhi dengan hawa hormon pria itu yang tidak henti-hentinya mengikis otak Regina Mo dan mengendalikan pikirannya.

Ibaratnya, gunung berapi Arthur Sheng sudah di ambang letusan sejak awal, dalam sekejap dia juga tidak ragu-ragu lagi, dia langsung mengecup bibirnya dengan menggebu-gebu.

Ciuman ini mengandung rasa rindu terhadap dirinya, tanpa disadari, muncul sebuah atmosfer yang mendominasi, Regina Mo sedikit kebingungan, kemungkinan karena dia tidak ingin menyia-nyiakan kelembutan Arthur Sheng, dia pun mengikuti kehendaknya untuk terakhir kalinya, dengan ragu-ragu, dia menempatkan tangannya di atas leher Arthur Sheng.

Keduanya bagaikan kayu bakar dan api, dalam sekejap, dapat terlihat mobil tersebut bergoyang pelan dan terdengar suara erangan kecil dari celah jendela mobil.

Setelah kejadian itu terjadi, keduanya terbaring di kursi belakang sambil terengah-engah, Arthur Sheng masih memeluknya dengan erat dan tidak berniat untuk bangun.

Regina Mo tidak tega untuk mengganggunya di saat seperti ini, namun dia tetap harus mengatakan apa yang harus dikatakannya, “Arthur, kali ini kita anggap saja tidak terjadi apapun, aku ingin melewati kehidupan yang tenang, kedepannya kamu tidak perlu datang lagi.”

Dalam sekejap, wajah Arthur Sheng langsung menghitam, ini ibaratnya habis manis sepah dibuang, apakah dia akan membuangnya begitu saja setelah menggunakannya?

“Apa yang sedang kamu katakan?”

Terdapat kesan ancaman di dalam intonasi ucapannya, secara tidak sadar, dia juga mengeratkan tangannya kepadanya dan mendekapnya dengan kuat ke dalam pelukannya.

“Maksudku...” Tidak menunggunya untuk menyelesaikan perkataannya, Arthur Sheng langsung membungkam mulutnya, karena dia juga tidak berniat untuk mendengarkannya, maka dia tidak akan membiarkannya berbicara.

Waktu selama semalam cukup bagi seseorang untuk memikirkan hal yang banyak, seperti Arthur Sheng, juga seperti Regina Mo dan Philip Song.

Novel Terkait

Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
4 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
4 tahun yang lalu