Chasing Your Heart - Bab 355 Jika Hidup Ingin Orangnya, Jika Mati Ingin Mayatnya

"Boss, apa yang harus kita lakukan sekarang?" Beberapa bawahannya yang berada di sekitarnya bertanya.

Kris memukulnya dengan keras, "Tentu saja kita bawa dia pulang dan kita bicarakan lagi!"

Orang itu mengusap kepalanya, dan dengan sedikit mendongkol berkata, "Tentu saja aku tahu dia harus dibawa pulang, aku hanya ingin mengingatkan, kita saat ini harus menambah kecepatan kerja kita, karena baru saja aku melihat Cherry dan orang-orangnya sedang menuju ke arah kita ini."

"Apa?"

Kris tersentak, dan seketika itu juga membawa orangnya pergi.

Situasi mereka saat ini sedang tidak menguntungkan, dan tidak memungkinkan bagi mereka untuk berperang.

Ditambah lagi, mereka juga belum mengetahui dengan pasti kemampuan Cherry, jika mereka tiba-tiba bergerak, itu sama saja dengan sebuah aksi bunuh diri mereka.

Lagipula saat ini mereka sudah mendapatkan Arthur Sheng kembali, rasanya tidak ada gunanya untuk melawan mereka antara hidup dan mati.

Berpikir sampai di sini, sekelompok orang itu pun kembali ke sebuah lorong kecil dari mana mereka datang, lalu diam-diam melarikan diri.

Saat mereka diam-diam mulai menghilang, Cherry dan Cross beserta dengan timnya tiba di lokasi itu.

"Dimana mereka? Apa yang sebenarnya terjadi? Kemana orang ku pergi?" Cherry menatap ke puing-puing bangunan yang hancur di hadapannya, dan dengan kesal berseru, "Mengapa tidak ada satupun orang kita yang keluar? Sebenarnya apa yang terjadi di sini?"

"Maaf, saat kamu mengetahui kondisinya, tempat ini sudah seperti ini." Setelah itu, muncullah seseorang dengan wajah penuh kebencian di belakang Cherry, "Aku sudah secepatnya melaporkannya kepadamu, Nona Cherry. Tentang apa yang terjadi di sini, aku khawatir hanya orang-orang di gedung anggur saja yang mengetahuinya."

"Apakah mungkin Arthur Sheng datang?" Tepat di saat ini, Cross mengutarakan pertanyaannya, "Jika tidak, mengapa menyentuh mekanisme bahan peledak?"

Setelah Cross menyatakan kemungkinan ini, semua orang yang ada di situ pun terdiam.

Sebenarnya yang dikatakannya bukanlah tidak masuk akal, lagipula semua bahan peledak yang ada di sini adalah buatan mereka sendiri, secara logika, semua orang di sini juga tahu bagaimana mencegahnya meledak, lalu bagaimana bisa bahan peledak itu dinyalakan?

"Gali sampai ketemu!" Cherry berteriak dengan kejam, "Gali sampai 3 meter dalamnya pun aku tidak peduli asal kau temukan dia!"

Cross yang ada disampingnya juga menyambung, "Cari Arthur Sheng, jika hidup aku ingin lihat orangnya, jika mati aku ingin lihat mayatnya!"

........

Rumah sakit dipenuhi dengan bau alkohol yang menyengat hidung, dokter mendiagnosis Regina Mo mengalami gegar otak ringan.

Kali ini dia tertidur dalam waktu yang sangat sangat panjang, saat dia terbangun, mentari telah tenggelam di ufuk Timur.

Regina Mo membuka matanya dengan perlahan, seketika kesadarannya secara bertahap dibanjiri dengan organ dalamnya yang mati rasa, dan rasa kesemutan yang datang dari otaknya yang agak kacau.

Dia menarik nafas dalam-dalam, dan berusaha melihat ke sekelilingnya.

Tapi di sekelilingnya hanyalah ada warna putih yang tak berujung.

Regina Mo menyentuh dahinya yang masih berdenyut, dan perlahan duduk, di tangannya masih menancap sebuah jarum infus, dan karena gerakannya, selang infus itu pun bergoyang tak beraturan.

Ingatannya berangsur-angsur kembali dari segala arah, Regina Mo mengingat banyak sekali hal.

Termasuk dengan kegilaan Denny di jalan raya, terkuaknya wajah mengerikan di balik topengnya, juga pengalaman mengerikan yang terjadi di jembatan.

Tentu saja, pemikiran utama yang terus berada di hatinya adalah Arthur Sheng.

Kali ini kepergiannya ke luar negeri sebenarnya sungguh sangat berbahaya, dia sendiri tidak tahu berapa lama dia sudah tertidur, juga tidak tahu apakah Arthur Sheng sudah dalam perjalanan pulang dengan selamat.

Saat memikirkan semua ini, kepala Regina Mo pun kembali terasa sakit berdenyut-denyut.

Di waktu yang sama, dia juga merasa kesedihan yang sangat di hatinya.

Pada saat itu juga, pintu berderit terbuka, dan segera setelahnya, seorang gadis berseragam perawat merah muda muncul di balik pintu.

Melihat Regina Mo yang sudah duduk, perawat itu segera mendekat dan bertanya, "Nona Mo, anda sudah sadar? Apakah anda merasa ada yang tidak nyaman?"

Sambil mengatakannya, dia mengeluarkan sebuah buku catatan kecil, bersiap untuk mencatat.

"Cedera anda tidaklah parah, tapi akan lebih baik jika anda menanganinya dengan masa pengobatan, dengan begitu proses penyembuhannya akan lebih cepat, jika anda merasa ada sesuatu yang kurang nyaman, saya akan membicarakannya dengan dokter."

"Iya, terima kasih." Menghadapi keramahannya, Regina Mo berusaha untuk tersenyum, kemudian menjelaskan garis besar apa yang dirasakannya.

Dan perawat itu, juga dengan cermat dan teliti mencatatnya di buku catatan kecilnya.

Regina Mo mengusap matanya, tak terasa hari sudah mulai larut.

Melihat perawat yang berniat untuk pergi itu, dia bertanya, "Oh iya, tanggal berapakah ini?"

Perawat itu menatapnya dengan sedikit ragu, lalu setelah terdiam sejenak, dia berpikir mungkin Regina Mo tidak sadar dalam waktu yang terlalu lama, atau memang sungguh tidak mengerti, maka dengan cepat ia pun mengatakan tanggal hari ini.

Setelah mengetahui tanggal hari ni, Regina Mo merasa sesak, dan menggumam, "Terima kasih."

Perawat itu menyahutnya dengan ringan, "Sama-sama, jika membutuhkan sesuatu silahkan tekan tombolnya."

Kemudian dia tersenyum lebar kepadanya, dan keluar dari ruangannya.

Ruangan itu kembali senyap, Regina Mo memejamkan matanya, dan menghitung waktu.

Jika dia tidak salah ingat, saat Denny membawanya hari itu tanggal 14, baru saja perawat berkata hari ini tanggal 17, jangan-jangan, dia sudah tertidur selama tiga hari berturut-turut......

Jadi selama tiga hari ini, apakah Arthur Sheng mencarinya?

Bagaimana jika dia mengetahui kondisinya dan mengkhawatirkannya?

Memikirkannya, Regina Mo segera membuka matanya, dan bergegas mencari ponselnya di kantong bajunya.

Pada saat dia melihat bahwa dia mengenakan gaun rumah sakit, dia tiba-tiba menghentikan tangannya, dan berbalik untuk menarik laci di meja samping tempat tidur dengan sedikit kecewa.

Hanya saja kekecewaan kembali melandanya, laci itu kosong.

Regina Mo kembali ke posisi semulanya dengan frustasi, tetapi satu-satunya sosok yang masih tersisa di benaknya hanyalah bayangan Arthur Sheng.

Dia sangat ingin segera melihatnya dan ingin berada dalam pelukan hangatnya.

"Regina, kamu sudah sadar." Tepat di saat ini, pintu kembali berderit terbuka.

Mungkin diberitahu oleh perawat yang baru saja keluar, orang yang baru saja masuk tak lain adalah Tisno Wen.

Dia tersenyum dengan hangat kepada Regina Mo, kemudian meletakkan sebuah kotak makan hangat di sisinya, dan segera berkata, "Sebenarnya, beberapa hari ini aku mempersiapkan sup hangat untukmu, tapi sayang sekali kamu kemarin belum sadar, kami masih mengkhawatirkanmu, untung saja, hari ini kamu bisa meminumnya."

Saat mengatakan hal ini, dia juga tampak menghembuskan nafas dengan lega.

Bagaimanapun juga, karena Regina Mo tidak apa-apa, dia akhirnya juga bisa memberikan penjelasan yang tepat kepada Arthur Sheng.

Tetapi saat dia mengatakan hal ini, Regina Mo hanya terus menundukkan kepalanya, semenjak dia masuk, ia tidak menunjukan ekspresi apapun dan tidak mengatakan apapun juga.

Novel Terkait

Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
4 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
4 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
3 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
3 tahun yang lalu