Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu - Bab 106 Takut Apa Kamu Jane?

Aku tidak menatapnya, karena takut aku bakal jadi bertengkar sama dia.

Hanya saja tidak menyangka Timothy tidak bertengkar sama aku, malah ditarik sama aku ke tempat pendaftaran.

Hari ini juga tidak tahu kenapa di rumah sakit bisa begitu ramai, hati aku jadi cemas pas kepikiran pergelangan tangan Timothy yang terasa panas waktu aku tarik tadi.

Aku menoleh dan melihat dia sekilas, lalu mencari tempat duduk : “Kamu duduk dulu, aku daftarin kamu dulu.”

Dia memandang aku sekilas, aku kira dia mau ngomong sesuatu, ternyata setelah aku tunggu sejenak, dia tetap tidak bersuara, jadi aku pun tidak mengindahkannya lagi dan pergi mengantri pendaftaran.

Antriannya sangat panjang, aku yang tengah berdiri di keramaian tidak tahan untuk melihat ke Timothy yang lagi duduk di kursi, tak disangka dia juga lagi melihat aku.

Sepasang matanya yang tak bisa ditebak itu menyiratkan sebuah perasaan yang aku tak mengerti.

Aku termangu sejenak lalu berpaling, dalam kepalaku dipenuhi dengan wajahnya yang kulihat tadi.

Sungguh, ini ketidakwajaran yang belum pernah ada sebelumnya.

Selama hampir 20 menit, baru sampai giliran aku mendaftar.

Karena demam Timothy sudah sangat tinggi, sehingga aku langsung daftarin pemeriksaan darurat.

Tapi nasib Timothy hari ini kurang baik, yang pemeriksaan darurat juga sudah beberapa orang yang lagi ngantri.

Aku menundukkan kepala melihat Timothy sekilas, dia masih memakai kemeja hitam seperti dulu, dengan luaran jas warna navy, membuat penampilan dia jadi gagah, hanya saja wajahnya terlalu pucat sekarang.

Kelihatannya demam Timothy benar-benar panas, sampai matanya yang selalu terlihat tajam itu juga jadi agak tidak bersemangat.

Aku berdiri di dekatnya, sambil mengamati ruang pemeriksaan itu, agar tidak ada yang menyusup ke pertengahan antrian.

Kami menunggu selama 10 menit lagi baru sampai giliran Timothy, pas aku mendengar dokter memanggil namanya, segera aku mengulurkan tangan menariknya : “Timothy, sudah giliran kamu.”

Dia menengadahkan kepala melihat aku sekilas baru kemudian bangkit, tapi tak diduga dia malah agak terhuyung-huyung, reflek aku langsung menangkapnya hingga dia bersandar ke tubuh aku.

Aku termangu, “Timothy, kamu——“

“Kepalaku sakit.”

Dia mencoba untuk bergerak sedikit, tapi masih sambil tetap bersandari di aku.

Aku membasahi bibir, merasa aku tidak seharusnya perhitungan sama orang yang lagi sakit.

Sudah dekat begini aku baru mencium ada bau rokok dan bir dari badannya, teringat akan perkataan Irfan, aku pun mengernyitkan alis.

Orang ini benar-benar deh, sekali kerja sampai tidak sayang nyawa begini, sudah demam begitu tinggi malah masih mau pergi undangan jamuan.

Dokter melihat sekilas ketika aku memapahnya masuk : “Suami anda kenapa?”

“Dokter——“

“Sakit kepala, demam.”

Baru saja aku mau menjelaskan, Timothy sudah menyela, sama sekali tidak memberi aku kesempatan membuka mulut.

“Sudah berapa derajat?”

“Tidak tes.”

Awalnya aku mau menggeser kepala dia yang menyandar ke aku, tapi melihat dia yang tidak bertenaga begitu, akhirnya aku tetap bersabar.

“Kalau begitu anda tes suhu tubuh dulu, silakan istri anda mapah anda ke situ.”

Dokter langsung menentukan hubungan aku sama Timothy seperti ini, aku pun malas untuk menjelaskannya, kemudian aku memapah Timothy ke tepi untuk tes suhu tubuh.

10 menit kemudian.

“39.8 derajat, demamnya lumayan tinggi.”

Timothy tidak bersuara, aku berpikir sejenak lalu menambahkan : “Dia ada minum sedikit bir.”

“Oke, infus dua botol dulu lalu ambil obat.”

Sambil berkata, dokter mengembalikan kartu ke aku dan memanggil pasien berikutnya.

Timothy sekali bangun langsung bersandar ke tubuh aku lagi.

“Timo——“

Aku membuka mulut ingin memanggil, akhirnya aku putuskan untuk tidak bersuara.

Biarin sajalah, dia juga lumayan kasihan.

Aku menghibur diriku sendiri untuk tidak perhitungan dengan orang sakit, lalu memapah dia pergi ambil obat infus dan obat minum.

Keadaan Timothy sungguh kurang baik, dan pasien di ruang infus juga banyak sekali, sehingga udara sana juga kurang bagus, tambah lagi dia orangnya pilih-pilih.

Setelah berpikir sejenak, aku meminta kamar perorangan sama suster, lagian yang bayar juga bukan aku.

Demam ini kayaknya benar-benar membuat Timothy kacau, dia tidak berkata sedikit pun saat aku memapah dia baring di ranjang pasien, sepanjang waktu itu aku dan suster yang membolak-balikkan dia.

Suster keluar setelah memberikan suntikan, satu ruangan sisa aku dan Timothy berdua.

Sudah hampir dua tahun aku tidak benar-benar mengamatinya, kayaknya dia tidak bagaimana berubah, selain jadi lebih kurus, wajahnya yang nampak jelas otot rangkanya itu kelihatan semakin dingin dan kaku.

Sepasang mata yang dingin itu sekarang ditutupi oleh kantong mata, hanya di saat begini aku baru berani mengamatinya sesuka hati.

Orang-orang bilang cowok yang berbibir tipis itu tidak tetap dalam percintaan, dulu aku tidak percaya, karena bibir Timothy tipis. Tapi sekarang aku mau tak mau harus percaya, cowok yang begitu tidak tetap dalam hal perasaan ini pernah menciptakan sebuah mimpi buat aku.

Aku kira aku sudah tidak peduli, tapi pas teringat masa lalu, mataku tetap basah.

“Jane——“

Timothy yang di atas ranjang mendadak memanggil nama aku, aku segera menghapus air mataku setelah dikagetin dia, “Kamu——“

Pas aku lihat dari dekat lagi ternyata dia belum sadar, masih tertidur.

Aku menghela napas lega, untung dia tidak melihat aku yang lagi nangis tadi, kalau tidak pasti dia bakal semakin bangga tuh.

Orang dia sudah begitu cuek, aku malah masih mengingat-ingat terus.

Pandanganku jatuh ke bibirnya, bibirnya yang tipis itu tampak terkelupas kulit bibir yang mengering.

Pasti haus.

Setelah berpikir-pikir , aku akhirnya tetap menuangkan dia segelas air hangat, lalu meminta cotton bud dengan suster, aku basahi untuk melembapkan bibirnya.

Dia juga hanya pada saat begini baru akan membiarkan aku melakukan apa pun ke dia.

Tiba-tiba handphoneku bunyi, membuat aku terjekut, ternyata panggilan dari Mike, setelah mematikan teleponnya aku mengirim pesan untuk menjelaskan keadaan.

Pas aku sudah simpan kembali handphoneku, Timothy sudah kebangun oleh keberisikan aku, ia sedang memandangi aku.

“Kamu haus gak?”

Dia mau bangkit duduk, karena takut kena selang infus dia, aku langsung mengangkat tangan menekan dia : “Kamu jangan gerak sembarangan, soalnya kamu lagi infus!”

Dalam situasi panik aku tidak berpikir banyak tadi.

Pas nanggap kembali baru nyadar satu tubuh aku sudah ada di atas tubuhnya, sekali angkat kepala bibiku tidak sengaja mengenai dagunya, aku pun mendengar suara detak jantungku sendiri.

“Aku——“

Tiba-tiba Timothy mengangkat tangan dan menekan aku, bibirnya yang agak dingin itu menyentuh bibiku, beberapa detik kemudian aku baru nyadar dan langsung menjauh, tapi malah ditahan dengan kuat oleh dia, berbeda sekali dengan dia yang tadi tidak bertenaga.

Ciuman pertama kali setelah dua tahun, aku tidak menjadi kacau, dengan merapatkan bibir aku menatapnya dingin, tanpa perubahan air muka sama sekali.

Dia mencoba beberapa kali untuk membuka mulutku, tapi aku tetap berusaha rapat, akhirnya Timothy menyerah dan melepaskan aku.

Aku berdiri tegak, dan mengelap bibirku dengan kuat, sambil menatapnya tanpa ekspresi : “Kalau kamu sudah bangun, infusnya lihat sendiri saja, aku masih ada urusan, pergi dulu.”

“Jane!”

Dia mengulurkan tangan menarik aku, dengan tangan yang lagi diinfus itu!

Aku menoleh dan melihat infus itu mengalir ke arah kebalikannya, emosiku langsung datang dan membentaknya : “Kamu duduk kembali!”

Dia mengernyitkan alis sebentar, tanpa melepaskan cengkramannya dia menengadahkan kepala menatapku : “Takut apa kamu Jane?”

Perkataan dia membuat aku membeku seketika, aku menatapnya, terasa ada sesuatu yang bergejolak di hatiku.

Novel Terkait

Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
4 tahun yang lalu

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
4 tahun yang lalu

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
5 tahun yang lalu

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
4 tahun yang lalu