CEO Daddy - Bab 164 Pertemuan Ayah Dan Anak

“Direktur Ye, bagaimana cara menyelesaikan masalah ini?” Aline Li bertanya dengan raut serius dan tenang.

Apabila masalah ini tidak segera dibereskan, maka tidak akan sesederhana masalah perebutan kekuasaan perusahaan. Kalau tidak diselesaikan dengan baik, perusahaan mungkin akan mengalami kerugian yang besar.

“Tidak perlu terburu-buru.” jawab Jimson Ye dengan raut yang misterius. Setelah berpikir ulang beberapa kali, ia pun berkata kepada Aline Li: “Masalah ini tidak perlu dipedulikan lagi, biarkan saja apa adanya. Sebaliknya, aku ingin melihat bagaimana Jason membereskan masalah sebesar ini. Akhirnya benar-benar ada hal yang menarik untuk ditonton.”

Sepertinya Jimson Ye sudah yakin ulah peretas tengil yang mana. Kalau ternyata memang ialah pelakunya, maka kejadian ini seharusnya menjadi pelajaran untuk Jason Ye. Mengenai dokumen rahasia internal perusahaan Ye, Jimson Ye yakin bahwa peretas yang tidak jelas asalnya ini tidak mungkin membocorkannya kepihak luar.

Jimson Ye juga tidak mengerti darimana datangnya kepercayaan diri ini. Ia begitu yakin bahwa peretas misterius ini tidak mungkin melakukan sesuatu yang akan merugikan dirinya.

Walaupun sampai detik ini, Jimson Ye bahkan tidak tahu apakah peretas itu pria atau wanita. Ia juga tidak tahu apa identitas diri peretas itu maupun tujuan peretas itu mendekati dirinya, tapi ia bersedia untuk mempercayai peretas ini.

“Tapi…” Aline Li sedikit tidak sabar.

“Sudahlah, kamu tidak perlu campur tangan dalam masalah ini. Anggap saja kamu tidak tahu apa-apa. Aku sudah punya perhitungan sendiri.” Dengan nada bicara yang tegas Jimson Ye memotong perkataan Aline Li.

Aline Li hanya bisa menutup rapat mulutnya. Mendengar nada bicara Jimson Ye yang tegas, ia tahu bahwa hari ini ia tidak mungkin bisa mengubah keputusan pria itu meskipun ia pandai bersilat lidah.

Sebuah panggilan masuk dari kepala sekolah. Jimson Ye terpikir mengenai kegiatan olahraga yang dibicarakan oleh peretas itu dan ia berencana untuk pergi mengikuti permainan peretas tengil yang menarik ini.

Hanya saja, Jimson Ye tidak memberikan kepala sekolah jawaban yang pasti. Ia berkata secara ambigu: “Ya, aku tahu.”

Kepala sekolah tidak mengerti maksud Jimson Ye dan ia hanya bisa menyuruh pihak sekolah untuk membuat persiapan. Kegiatan pun berjalan seperti biasa, setidaknya tidak akan menganggu kegiatan belajar-mengajar dan juga tidak mengacuhkan Jimson Ye.

Jimson Ye tidak memberitahu siapapun ketika ia datang. Apalagi ia tiba saat siang hari, semua keluarga sedang membawa para murid pergi makan siang.

Jimson Ye berjalan di sekolah seorang diri, raut wajahnya yang dingin dan serius memberikan kesan acuh tak acuh kepada orang-orang yang berjarak sangat jauh darinya.

Ia sedang berpikir, sebenarnya peretas tengil ini orang yang seperti apa? Apakah seorang pria atau wanita? Apakah seorang kepala keluarga murid atau guru sekolah?

Tapi, tidak ada sedikit pun pencerahan yang muncul dalam benaknya.

Peretas itu hanya memberikan sangat sedikit petunjuk mengenai dirinya sendiri pada Jimson Ye, membuatnya hanya bisa mengandalkan intuisinya sendiri. Jimson Ye mengira-kira sepertinya usia peretas itu tidak lebih dari 30 tahun dengan tingkat kecerdasan yang sangat tinggi. Tapi, hanya dengan mengandalkan petunjuk yang bahkan ia sendiri tidak yakin akan kebenarannya membuat pencarian Jimson Ye atas peretas itu diantara jutaan lautan manusia benar-benar menjadi hal yang sulit.

Jimson Ye berjalan sambil tenggelam dalam pikirannya sehingga ia tidak melihat Liando dan Lani yang menghampirinya dengan wajah menyambut.

Saat Liando melihat Jimson Ye, ujung bibirnya pun melengkung dan mengulaskan sebuah senyum yang tipis. Senyum itu tidak berarti apapun, seperti senyum yang datar dan biasa saja namun di sisi lain membuat orang yang melihatnya merasa senyum itu memiliki arti yang dalam dan tersembunyi. Kedua jenis temperamen yang bertolak belakang tercampur bersama, tapi terasa seperti tidak ada apapun.

Dibandingkan dengan Liando yang misterius, ekspresi Lani malah sangat terlihat jelas.

Ini adalah kali ketiga ia melihat paman yang tampan ini. Sebelumnya, ia melihat paman yang tampan ini saat masih musim panas. Sekarang, ia melihat paman tampan ini lagi saat sudah mulai memasuki awal musim dingin.

Biasanya, daya ingat seorang anak tidak terlalu baik. Mereka akan dengan cepat melupakan orang-orang yang jarang mereka jumpai.

Tapi Lani dengan sangat jelas mengingat paman ini. Walaupun ia melihat dari jarak yang masih sangat jauh, ia bisa tahu bahwa ia melihat seorang paman yang sangat sangat sangat ia sukai.

Lani mengeluarkan kembali kemampuan berlarinya tadi siang. Ia terlihat seperti peluru kecil yang menerjang Jimson Ye kemudian Lani memeluk erat kaki paman tampan yang panjang dan jenjang itu.

Tenaganya benar-benar tidak kecil. Jika Yenny Tang berada di posisi Jimson Ye, ia pasti hampir terjungkal ketika ditabrak Lani dengan tenaga kuatnya itu. Tapi Jimson Ye justru berdiri dengan tegap dan kokoh seperti sebuah gunung, bahkan langkahnya tidak mundur setengah langkah pun. Ia membiarkan anak perempuan kecil ini memeluk erat kakinya yang jenjang.

“Paman, apakah paman masih ingat aku?” Lani menengadahkan kepalanya, kedua bola mata yang tersenyum itu berubah menjadi bulan sabit. Senyumnya sangat teramat indah dan menunjukkan sederetan gigi yang putih bersih. Di samping kedua pipinya muncul lesung pipi yang dalam, membuat Lani terlihat sangat manis dan cantik menawan.

Jimson Ye menundukkan kepalanya untuk melihat anak perempuannya, hatinya pun melembut.

“Tentu saja ingat, kamu Lani, bukan?” Kelembutan dan kehangatan yang belum pernah ada sebelumnya dan tidak disadari oleh Jimson Ye terdengar dari nada bicaranya.

Jimson Ye tidak hanya mengingat anak ini, namun ia mengingatnya dengan sangat jelas. Setiap melihat Lani, muncul kelembutan di dasar hati Jimson Ye. Sesuatu yang belum pernah pria itu rasakan sebelumnya.

“Betul, betul. Bagus sekali, ternyata paman masih mengingat Lani. Lani senang sekali.” Lani menganggukan kepala seperti alat penumbuk. Setelah mengetahui bahwa paman yang tampan itu masih mengingatnya, kebahagian dalam matanya semakin terpancar.

Jimson Ye berlutut, membuat arah pandangnya sejajar dengan Lani dan berkata: “Paman juga senang sekali Lani juga masih mengingat paman.”

Lani dengan senang menoleh ke belakang lalu berkata kepada kakaknya: “Kakak, lihatlah aku bertemu lagi dengan paman tampan ini.”

Liando hanya mengatupkan bibirnya dan berjalan menghampiri perlahan.

“Halo tuan, kebetulan sekali kita bertemu lagi.” Liando berjalan menghampiri dan menyapa Jimson Ye dengan raut serius.

Melihat Liando yang bersikap seperti orang dewasa membuat Jimson Ye merasa hal ini adalah sesuatu yang menarik. Ia benar-benar merasa sangat senang dengan kedua anak ini. Terpikir dalam benaknya bagaimana ia sendiri pasti akan memiliki kedua anak yang sangat lucu seperti ini, lebih bagus lagi kalau bisa sama persis. Itu pasti menjadi sebuah kebetulan, sama kebetulannya dengan bertemu kedua anak ini untuk ketiga kalinya.

“Iya benar, sangat kebetulan. Tapi aku masih tidak tahu siapa namamu.” Jimson Ye tersenyum dan menatap kedua bola mata Liando lurus-lurus. Di matanya, Liando tidak terlihat seperti seorang anak kecil melainkan seperti orang dewasa yang sederajat dengannya. Jimson Ye pun berkata: “Maaf, apakah pria kecil ini bisa memperkenalkan dirinya sendiri?”

“Namaku Liando, hari ini usiaku lima setengah tahun. Ini adalah Lani, adik kembar perempuanku. Kami berdua adalah murid kelas satu di sekolah ini.” Liando mengetatkan wajah kecilnya, berujar dengan serius dan bersungguh-sungguh.

Apabila diperhatikan dengan seksama, dapat terlihat telinga Liando yang memerah.

“Sangat senang bisa berkenalan dengan kalian berdua. Namaku Jimson Ye, hari ini usiaku 26 tahun.” Jimson Ye juga dengan sopan memperkenalkan dirinya sendiri.

“Kami juga senang mengenalmu.” ujar Liando dengan telinga merah.

“Kalian masih sekecil ini tapi sudah kelas satu, ya? Apakah kalian mengalami kesulitan dalam belajar?” Jimson Ye sudah tidak memikirkan untuk mencari peretas tengil itu. Ia merasa, bercakap-cakap dengan kedua anak kecil ini lebih berarti banyak daripada mencari peretas kecil itu.

Aih… Direktur Ye, apakah determinasimu hanya sebatas ini? Apakah benar-benar tidak masalah?

“Hmm…” Lani menggaruk hidungnya sendiri, wajahnya dengan penuh arti berkata: “Justru aku bisa menjawab semua pertanyaan yang terlalu mudah itu, benar-benar tidak perlu guru mengajari.”

“Benarkah? Kalau begitu kamu hebat sekali.” ujar Jimson Ye sambil mengulaskan senyum.

Orang yang mengenal Jimson Ye pasti akan merasa terkejut melihat pemandangan seperti ini. Seorang direktur besar yang gila menindas dan dengan hebatnya meruntuhkan langit ini, ternyata bisa berubah menjadi orang yang ramah entah sejak kapan. Apalagi, ia juga bisa begitu akrab dan hangatnya berbincang dengan kedua orang anak yang tidak dikenal.

Novel Terkait

You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
5 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
5 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
5 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
4 tahun yang lalu