CEO Daddy - Bab 163 Ulah Seorang Peretas

Setelah mereka sekeluarga sarapan, mereka pun turun ke bawah sambil menenteng termos.

Begitu sampai di lantai bawah, suara klakson pun terdengar.

Ternyata ada sebuah mobil yang terparkir di area depan. Edbert Fang dengan elegan dan sangat tampan membuka pintu mobil dan melangkah turun. Parasnya yang tinggi semampai membuatnya terlihat benar-benar tampan dan begitu sedap dipandang mata. Kalau melihatnya saat makan, nasi putih pun pasti terlahap habis.

“Yenny, Liando, Lani, selamat pagi.” ujar Edbert Fang dengan senyum hangat. Ia lalu menghampiri mereka sambil melangkah lebar-lebar.

“Pagi.” Yenny Tang juga tersenyum, lalu berkata: “Edbert, kenapa kamu bisa ada disini?”

“Aku tahu hari ini sekolah Lani dan Liando mengadakan kegiatan olahraga, jadi aku datang untuk menyemangati mereka.” ujar Edbert Fang.

Senyum diwajah Yenny Tang membeku sejenak. Melihat Edbert Fang yang begitu tenang dan berbesar hati membuatnya tidak mungkin menolak kehadiran pria itu.

“Liando, Lani, hari ini kalian harus semangat, ya.Hari ini Paman Fang pergi untuk menjadi pemandu sorak kalian.” ujar Edbert Fang,suaranya masih hangat seperti tadi.Ia merendahkan kepalanya dan berkata kepada dua anak itu dengan nada yang sedikit memanjakan.

“Terima kasih Paman Fang.” Lani dengan manis tertawa.

“Terima kasih.” Liando berujar dengan ekspresi yang dingin dan datar.

“Edbert, apakah kantormu bisa ditinggal? Hari ini kan hari Jumat.” tanya Yenny Tang.

“Tidak masalah.Sekarang aku adalah orang yang paling berkuasa dikantor. Tidak ada orang yang berani mengejarku kalaupun aku tidak datang.” jawab Edbert Fang dengan datar. Ia lalu berujar: “Baiklah, ayo kita pergi. Kita bisa terlambat kalau mengulur-ulur waktu lagi.”

Direktur Ye, anda menggunakan alasan yang dibenarkan sebelah pihak seperti ini dan dikatakan kepada bawahan wanitamu benar-benar bukanlah sebuah masalah. Tapi apakah anda tidak takut semua orang diperusahaan akan menirunya?

Tapi, raja lalim yang selama ini terlihat tenang dapat tiba-tiba berubah begitu kehilangan aura sewenang-wenangnya. Hal sesederhana seperti ketampanannya saja bisa membutakan mata orang dalam sekejap.

Yenny Tang tidak bisa berkata apa-apa lagi, karena ia justru akan terlihat manja kalau lanjut berbicara.

“Baiklah kalau begitu. Terima kasih untuk hari ini Edbert.” Yenny Tang melepaskan beban di hatinya. Tawanya terlihat lebih lepas.

“Tidak perlu sungkan. Aku sangat menyukai Lani dan Liando.” Tatapan Edbert Fang terus melekat pada Yenny Tang. Saat tawanya berubah, Edbert Fang pun bisa melihatnya dengan jelas.

Edbert Fang memang tidak tahu akan bagaimana ke depannya, tapi setidaknya untuk saat ini, hati Yenny Tang benar-benar menerimanya.

Edbert Fang dengan membuka pintu mobil dan mempersilakan Yenny Tang beserta kedua anaknya masuk.

“Liando dan Lani, kalian berdua cukup berjuang semampunya saja di kegiatan olahraga hari ini. Tidak perlu berjuang setengah mati, kalian harus memperhatikan keselamatan, ya. Paham?” Yenny Tang duduk di tengah, sedangkan di sampingnya duduk seorang peri yang sangat lucu. Yenny Tang menasihati kedua anaknya dengan hati yang senang.

“Tenang saja, kami berdua akan sangat berhati-hati. Lagipula, kami akan mendapat juara pertama.” Lani mendongakkan wajahnya, matanya berkilat terang dan bersemangat. Ia berkata dengan penuh percaya diri.

“Iya.” ujar Liando tetap dingin dan pendiam.

“Baiklah, mami percaya kalian berdua adalah yang terhebat, gi**emefi**e.” Tawa Yenny Tang memenuhi wajahnya untuk menyemangati Liando dan Lani.

Mobil berhenti saat lampu merah. Sinar matahari menembus masuk melewati jendela mobil dan menyinari tubuh Yenny. Di tengah sorotan sinar matahari, tawanya terlihat sangat hidup dan mengalahkan sinar matahari di musim semi, membuat hati Edbert Fang berdetak cepat.

Semua kegiatan di pagi hari diperuntukkan bagi para murid, sedangkan kegiatan untuk seluruh anggota keluarga baru dimulai saat sore.

Karena itulah di depan sekolah yang tidak pernah seramai ini, hari ini terlihat seperti lautan manusia.

Lani dan Liando ternyata merupakan murid kelas satu yang terkecil. Biasanya usia murid kelas satu berkisar antara tujuh tahun, hanya Lani dan Liando yang belum genap enam tahun.

Apabila dibandingkan dengan anak-anak lainnya yang berusia tujuh tahun, kedua anak yang berumur enam tahun itu terlihat sangat lemah dan tidak berdaya.

Sebenarnya pertandingan beberapa anak yang sebelumnya benar-benar tidak terlalu menarik untuk dilihat, tapi seluruh orang tua menontonnya dengan serius dan penuh konsentrasi.

Singkatnya, acaranya sangat meriah. Liando dan Lani pun mendapatkan juara pertama.

Perlombaan yang Lani ikuti adalah lari sepanjang 50 meter. Ia pun bertanding dengan tenaga penuh. Jangan lihat tubuh Lani yang mungil dan terlihat lembut. Dari luar, Lani memang terlihat seperti boneka anak kecil bule, tapi ternyata badannya dapat meledakkan tenaga yang sangat besar.

Saat berlari, ternyata Lani seperti seekor banteng. Yenny Tang dan Edbert Fang yang melihatnya pun terkejut.

Liando juga mengikuti lomba lari dengan jarak yang lebih panjang yaitu 250 meter.

Yang diuji kali ini adalah stamina dan tidak banyak anak kecil yang memiliki stamina.

Wajah kecil Liando mengetat. Dari ujung kepala sampai ujung kaki kecepatannya senada, seperti sudah diuji keakuratannya dengan instrumen yang canggih. Wajahnya terlihat sangat tenang dan kokoh, seperti wajah yang tua prematur. Yenny Tang yang melihat putranya tidak tahu harus menangis atau tertawa. Ia juga tidak tahu rupa putranya yang seperti itu bisa dianggap baik atau buruk.

Tentu saja pemenang dalam lomba lari panjang itu adalah Liando.

Sekarang ini, anak-anak tumbuh besar dengan dimanjakan dan hidup dalam kenyamanan. Ada anak yang baru berlari setengah lintasan lalu merasa tidak sanggup dan akhirnya tidak berlari lagi.

Melihat putra dan putrinya ternyata bisa mendapatkan juara pertama, tentu saja Yenny Tang merasa sangat senang.

Ini adalah juara pertama di sekolah yang didapatkan anak-anaknya untuk pertama kali sehingga tentu saja harus dihargai baik-baik.

Yenny Tang merasa sangat bahagia sampai wajahnya berseri-seri dan senyum memenuhi wajahnya. Tawanya sangat lebar, membuat giginya terlihat tapi matanya tertutup.

Melihat senyum manis kebahagiaan di wajah Yenny Tang membuat Edbert Fang sendiri tersenyum bahagia.

Waktu berjalan begitu cepat dan pagi hari dengan cepat berlalu.

Yenny Tang merasa dirinya benar-benar bisa meramal. Hari ini ternyata benar-benar begitu banyak orang. Untung saja ia sudah mempersiapkan diri. Selain makanan yang bernutrisi, ia juga tidak perlu pergi keluar untuk berdesakkan dengan orang lain dan masih harus menunggu waktu yang lama.

Yenny Tang mencari penanggung jawab di sekolah dan mengatakan bahwa ia ingin meminjam microwave sebentar untuk menghangatkan bekal makan siang. Penanggung jawab di sekolah itu dengan ramah membawa mereka masuk ke ruang teh di sekolah. Yenny Tang mengeluarkan lauk pauk dari dalam termos dan memasukkannya ke dalam microwave.

Ponsel Edbert Fang pun berbunyi saat itu, sehingga ia pergi keluar untuk menerima panggilan.

Saat itulah Yenny Tang baru menyadari bahwa ia kekurangan satu set mangkuk dan sumpit karena kehadiran Edbert Fang yang tidak ia sangka walaupun lauk dan nasi yang ia bawa cukup.

Sebenarnya Yenny Tang ingin pergi keluar membeli, tapi ia tidak tenang membiarkan Liando dan Lani disini dengan lauk yang dipanaskan. Ia takut panasnya akan melukai kedua anak tersebut.

Melihat kesulitan dalam hati Yenny, Liando pun dengan baik hati menawarkan dirinya untuk mengambil tugas itu dan berkata kepada Yenny Tang: “Mami, biar aku dan adik saja yang pergi membeli.”

“Ya, baiklah. Hati-hati ya, harus cepat pergi dan cepat kembali. Kami menunggu kalian kembali baru makan.” Yenny Tang mengeluarkan uang dan memberikannya kepada Liando.

Kemarin malam, Jimson Ye baru saja menerima pemberitahuan dari kepala sekolah bahwa hari ini sekolah akan mengadakan kegiatan olahraga. Kalau tidak dilaksanakan lagi, maka benar-benar akan berubah menjadi olahraga musim dingin.

Saat itu Aline Li sedang berada di ruang baca untuk melaporkan kondisi perusahaan saat ini. Sistem pertahanan perusahaan sudah seluruhnya runtuh, beberapa dokumen rahasia semuanya sudah dicuri. Jaringan internet perusahaan lumpuh karena diretas. Masalah ini benar-benar serius, bahkan sudah hampir tiba pada tahap dimana tidak bisa disembunyikan lagi.

Sebenarnya Jimson Ye sudah berusaha sekuat tenaga untuk meredam berita ini. Tapi untuk masalah sebesar ini, mana mungkin ia dapat menutupinya. Ia yang adalah seseorang yang sampai hari ini tidak memiliki pencapaian apapun. Ia yang adalah seseorang dengan jabatan direktur namun tidak berdaya di perusahaan. Jadi, karena sekarang ia sudah mendapatkan desas-desusnya, maka paling lambat lusa ia sudah tidak bisa menyembunyikan masalah ini lagi. Semua akan tahu pada akhirnya hingga ke akar masalah, bahwa Jimson Ye telah diserang oleh peretas. Tentu saja berita kebocoran dokumen rahasia perusahaan akan berdampak buruk bagi perusahaan.

Jimson Ye hanya mencubit dagunya sendiri. Ia berpikir, mungkin kali ini benar-benar ulah peretas itu.

Novel Terkait

Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
4 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
4 tahun yang lalu
Marriage Journey

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
3 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
3 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu