CEO Daddy - Bab 162 Harus Mendapatkan Pria Ini

Dalam pembicaraan Ranti Lu yang tiada henti, semua makanan pun selesai dihidangkan.

Karena Jimson Ye memiliki sedikit fobia terhadap kuman, maka Ranti Lu menggunakan sumpit yang sama untuk mengambilkan sedikit lauk dari masing-masing menu untuk Jimson Ye.

Kedua orang itu lalu makan dengan tenang. Ranti Lu mengambil sedikit daging di atas perut ikan dan memberikannya pada Jimson Ye sambil berkata dengan asal: “Aku selalu merasa kakakku adalah seorang yang sangat keras kepala, selalu tidak pernah berpikiran terbuka. Ia juga tidak mengerti bagaimana memperlakukan wanita dengan lembut dan penuh kasih. Sia-sia ia tumbuh dengan wajah yang tampan dan menarik secara alami. Sekarang aku baru mengerti. Ternyata kakakku bukannya tidak mengerti bagaimana memperlakukan wanita dengan baik, hanya saja ia belum bertemu dengan orang yang tepat. Lihat saja sekarang setelah bertemu dengan Yenny Tang, kakakku yang keras mulai sedikit melembut. Bahkan melihat sikapnya membuat bulu kudukku merinding. Tidak kusangka ia juga menyetir dengan mobil kesayangannya. Ternyata diam-diam kakakku itu begitu perhatian.”

Mendengarkan perkataan Ranti Lu membuat Jimson Ye mengencangkan genggaman sumpit pada jarinya. Ia merasa lauk di dalam mulutnya menjadi sedikit asam dan di waktu yang bersamaan, timbul rasa tidak suka dalam hatinya.

“Mereka bukan pasangan.” ujar Jimson Ye dengan tegas dan yakin.

Karena Yenny Tang jelas-jelas sudah pernah berjanji dengannya bahwa ia tidak akan pernah bersama dengan Edbert Fang. Jadi, apa yang terjadi malam ini pasti hanyalah sebuah kesalahpahaman.

Mendengar perkataan Jimson Ye, hati Ranti Lu merasa tidak senang. Ia tertawa dan berkata: “Bagaimana mungkin bukan? Kalau memang bukan, kakakku tidak mungkin membawanya makan di luar. Tadi aku lihat mereka mengobrol dengan senang. Waktu kita terakhir kali makan bersama, aku langsung bisa melihat bagaimana kakakku merasa tertarik dengan Nona Tang. Lagipula aku merasa Nona Tang dan kakakku sangat cocok, setidaknya mereka berdua terlihat sangat cocok dari luar ketika sedang bersama.”

“Mulutmu penuh makanan. Jangan bicara kalau sedang makan.” Jimson Ye berkata dengan raut wajah yang tenang dan dalam.

Selesai berujar, Jimson Ye pun meletakkan sumpit dari tangannya. Ia lalu bangkit berdiri dan berjalan pergi.

“Kamu mau kemana?” Ranti Lu mengulurkan tangannya untuk menarik ujung lengan kemeja Jimson Ye dan dengan panik bertanya.

Jimson Ye mengebaskan lengannya, membuat tangan yang menahan ujung lengannya terhempas. Ia lalu berujar: “Aku mau keluar dan merokok.”

Ketika akhirnya Jimson Ye berbalik badan dan berjalan keluar, Ranti Lu pun menatap tangannya yang baru saja mengenggam lengan baju Jimson Ye dengan pandangan kosong. Rasanya, tangannya masih menarik lengan baju Jimson Ye. Goresan garis pada kemejanya masih terasa. Saat ini, Ranti Lu tidak bisa menggambarkan perasaan seperti apa yang ia rasakan dalam hati. Rasanya seperti mati rasa.

Ia tidak perlu terburu-buru, masih ada waktu setengah tahun. Ranti Lu yakin ia bisa mendapatkan pria ini.

Demi mendapatkan pria ini, ia tidak keberatan untuk membayar berapapun harganya.

Kegilaan yang tidak terkendali memenuhi bola mata Ranti Lu. Bahkan sepertinya kegilaan itu sudah mengambil alih seluruh akal sehatnya.

Demi mendapatkan Jimson Ye, Ranti Lu telah melakukan banyak hal. Jadi, ia tidak memiliki pilihan lain selain sukses. Ia tidak boleh gagal. Jimson Ye harus menjadi miliknya.

Jimson Ye tidak mengetahui seberapa gila hasrat yang ada di lubuk hati Ranti Lu untuk memilikinya. Ia dengan tergesa-gesa berjalan keluar dari ruang privat itu, tapi ternyata pria itu tidak mengeluarkan rokok dari dalam sakunya. Jimson Ye justru turun dari lantai atas dan mengarahkan pandangannya ke arah tempat duduk di samping jendela, dimana Yenny Tang dan Edbert Fang baru saja duduk.

Tapi matanya justru menangkap kursi yang sudah kosong. Apa mereka berdua sudah pergi?

Jimson Ye merasa kesal setengah mati dalam hati. Yenny Tang ini benar-benar cari mati. Jimson Ye tidak menyangka wanita itu berani membohonginya.

Tunggu sampai ia bisa menggenggam wanita itu. Jimson Ye pasti tidak akan dengan mudahnya melepaskan Yenny Tang begitu saja. Ia harus dihukum dengan berat.

Angin dingin yang berhembus di atas jembatan di luar akhirnya bisa memadamkan api yang membara saat Jimson Ye melihat kebersamaan Yenny Tang dan Edbert Fang. Jimson Ye kembali dingin seperti biasanya, ia menjadi pria yang tidak mudah gentar.

Ranti Lu tidak ingin bertengkar dan membuat suasana kembali tidak nyaman karena wanita, sehingga ia pun tidak mengungkit masalahh Yenny Tang dan Edbert Fang lagi.

Walaupun makanan di sini rasanya sangat enak, namun ada beberapa makanan yang tidak tertelan oleh Jimson Ye maupun Ranti Lu karena mereka memiliki palet rasa yang cenderung tawar.

Selesai makan, Ranti Lu mengeluarkan dua lembar tiket bioskop dan mengajak Jimson Ye untuk menemaninya menonton film.

Melihat ekspresi Ranti Lu yang mirip dengan ekspresi Yenny Tang saat sedang berharap, tiba-tiba saja suasana hati Jimson Ye yang sudah tenang kembali memanas. Ia menolehkan kepala, dan dapat terasa ketertarikannya sudah tidak bersisa. Ia lalu berkata: “Tidak usah. Sekarang sudah larut, biar kuantarkan kamu pulang.”

Ranti Lu tidak bisa mengatakan perasaan seperti apa yang ada di dalam hatinya. Apakah ia kecewa? Kalaupun iya, sepertinya itu tidak pantas.

Selama satu setengah tahun belakangan ini, ia sudah terbiasa dikunci di luar hati Jimson Ye. Ia sudah terbiasa ditolak pria itu dengan kasar dan tanpa perasaan.

Jimson Ye mengantarnya sampai di lantai bawah apartemen. Ranti Lu melepaskan sabuk pengamannya, kemudian memiringkan kepalanya dan bertanya kepada Jimson Ye: “Apakah kamu mau naik dan duduk-duduk dulu?”

Ini sudah merupakan sebuah petunjuk. Petunjuk bahwa hubungan mereka sekarang ini sudah boleh melangkah lebih dalam, boleh dibicarakan lebih lanjut.

“Aku akan melihatmu naik keatas…” Jimson Ye bukannya tidak mengerti maksud Ranti Lu, hanya saja ia tidak mempunyai hasrat untuk naik keatas.

...

Malam harinya, Yenny Tang masih tetap merasa gelisah begitu ia kembali ke rumah. Suasana hatinya terasa begitu kesal, tidak ada satu hal pun yang bisa membuatnya tenang. Intinya, ia merasa sangat resah.

Yenny Tang duduk di dalam ruang baca. Semula, otaknya setengah berisi tepung dan setengah lainnya berisi air. Sekarang, tepung dan air bercampur, mengubah otaknya menjadi adonan.

Tepat pada saat itu, ponsel yang diletakkan di samping tangannya tiba-tiba berdering. Yenny Tang terlompat kaget dan melihat layar ponselnya. Sekujur tubuhnya pun sontak terasa bertambah buruk. Tidak disangka, Jimson yang meneleponnya? Untuk apa pria itu menelponnya?

Berdasarkan pengalamannya selama beberapa kali, tujuan pria itu meneleponnya pasti bukanlah hal yang baik.

“Maaf, nomor yang anda tuju tidak aktif. Sorry…” Yenny Tang mengambil ponselnya dan berdeham ringan di dalam mulutnya. Ia pun langsung mematikan ponselnya, hatinya benar-benar merasa bahagia.

Dengan karakter Jimson yang kuat dan tidak gentar itu, ia pasti marah sekali begitu tahu Yenny Tang langsung menonaktifkan ponselnya.

Yenny Tang merasa tenang setelah mengetahui bahwa Jimson mengalami hal yang tidak menyenangkan.

Ternyata Yenny Tang masih cukup mengerti Jimson Ye. Begitu mengetahui bahwa ponsel Yenny Tang dinonaktifkan, Jimson Ye merasa sangat marah sampai seperti ingin mengambil ponselnya dan membantingnya. Tapi setelah dipikir-pikir, ia akhirnya meredam kemarahannya dengan paksa.

Orang hebat yang yang berkecimpung di dunia bisnis memiliki karakter yang sama. Kalau tidak meredam, maka akan menyerang.

Jimson Ye adalah orang yang akan menyerang saat harus menyerang dan meredam saat ia memang harus meredamnya.

Jimson Ye sudah mencatat perbuatan Yenny Tang hari ini dengan jelas di catatan hatinya. Tunggu sampai saatnya tepat, maka ia akan memiliki kesempatan untuk membuat perhitungan yang jelas dengan wanita itu.

Setelah Lani berulang kali membicarakan tentang kegiatan olahraga, akhirnya kegiatan itu dimulai juga setelah sekian lama.

Cuaca hari itu sangat baik. Langit begitu cerah dan matahari bersinar terang dari ketinggian, benar-benar cuaca yang sangat jarang terlihat. Cuaca seperti ini benar-benar paling cocok untuk melakukan kegiatan di luar.

Yenny Tang sudah bersiap lebih awal di pagi hari. Hari ini ia akan menemani Liando dan Lani di sekolah seharian. Pihak sekolah tidak menyediakan makanan untuk para murid dan anggota keluarganya. Jadi kalau tidak mau perut kelaparan, cara yang paling baik adalah dengan membawa bekal sendiri.

Tentu saja di luar sekolah juga ada tempat makan, tapi hari ini pasti akan ada banyak orang. Karena orang yang makan di luar juga pasti tidak sedikit, maka cara yang paling baik adalah dengan membawa bekal makanan sendiri.

Yenny Tang membawa sedikit cemilan, sushi, dan juga nasi kepal. Lalu masih ada kola, paha ayam, dan iga bakar.

Yenny Tang memasukkan semua makanan ke dalam termos. Siang nanti, ia hanya perlu menghangatkan makanan-makanan itu sebentar dengan meminjam microwave di sekolah atau minimarket untuk kemudian siap disantap.

Hari ini Lani, sangat senang. Ia sudah bangun dari pagi-pagi benar, bahkan tidak perlu dibangunkan oleh Yenny Tang.

Lani tidak ingat bahwa ia sudah diberitahu agar Yenny Tang membawa pasangannya untuk mengikuti kegiatan hari ini. Tentu saja hal itu membuat Yenny Tang dengan kesal menghela napas. Apalagi, ia benar-benar tidak tahu siapa yang harus ia panggil di saat genting seperti ini.

Novel Terkait

Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
3 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
4 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
3 tahun yang lalu
Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu