Back To You - Bab 27 Kemasukan Perampok

Jane mundur selangkah dan memberi jalan untuk Aaron, "Aku tunggu kau di ruang tamu."

Lampu kamar di belakang Aaron tampak jauh lebih terang dibandingkan lampu di luar, namun Jane lebih bersedia menunggu di ruang tamu.

"Tidak perlu, kau masuk saja."

Aaron kembali masuk kamar, ia sama sekali tak memberi Jane kesempatan untuk menolak.

Jane berdiri di depan kamar, ia melihat suasana di dalam jauh berbeda dengan di luar, bersih dan simpel dengan ornamen hitam putih.

"Permisi," ucapnya dengan sungkan sambil masuk kamar.

Aaron duduk di atas sofa, memperlihatkan lukanya kepada Jane.

Jane dengan tegang duduk di sampingnya. Ia membasahi kapas dengan cairan betadine dan menepuknya ringan di pelipis Aaron, "Maafkan aku, pasti kau tersandung gara-gara daerah rumahku tidak punnya penerangan."

"Bukan."

Aaron menjawab dingin.

Sorot matanya menatap lekat wajah gadis itu, sementara, Jane sedang mengusap luka di pelipisnya dengan tatapan serius.

Sebetulnya hanya luka kecil, namun Jane tetap mengobatinya dengan sepenuh hati.

"Bukan? Tapi sebelum keluar kau baik-baik saja," tanya Jane.

Bukan karena penasaran, tapi karena rumah itu begitu kosong dan sepi, hanya ada mereka berdua di kamar. Kalau tidak berbicara, kamar pun akan sunyi sekali.

Keburukan rumah besar adalah terlalu sunyi, ada atau tidak ada masalah, keduanya sama-sama menakutkan diri sendiri.

"Kau benar-benar ingin tahu?" tatap pria itu.

"Bukan, aku hanya asal bertanya, kau tidak jawab pun tidak apa-apa."

Tidak mungkin karena hal yang memalukan kan? Pikiran Jane dengan cepat memikirkan banyak hal, seperti terjerembab ke tanah misalnya?

Orang sekelas Aaron begini, mana mungkin bersedia menceritakan hal-hal seperti ini.

"Tidak ada hubungannya denganmu, tidak perlu kau tanyakan."

"Oh."

Jane sangat kesal hingga ingin memukul dirinya sendiri.

Selalu saja banyak cakap, menanyakan hal-hal yang tidak seharusnya ia tanyakan.

Sampai ia selesaikan mengobati lukanya, Jane tidak berbicara apapun lagi, ia hanya membereskan obat-obatan itu, lalu berdiri dan bertanya, "Malam ini aku tidur di mana?"

Aaron melirik sekilas, melihat gestur Jane yang begitu yakin.

Jane sama sekali tak berencana tidur sekamar dengan Aaron.

"Di kamar sebelah." Setelah berkata begitu, Aaron merasa menyesal karena telah marah, ia pun menambahkan, "Kalau kau ingin bermain-main denganku, kusarankan kau untuk membuang ide itu jauh-jauh."

"Oh, Tuan Aaron Huo, jangan khawatir, aku sangat mengerti hal ini."

Jane mengemasi barang-barangnya dan keluar, lalu pergi ke kamar sebelah.

Ia merasa sedikit marah, dirinya jelas-jelas tidak pernah melakukan apapun, tapi mengapa Aaron selalu melihatnya sebagai wanita penggoda?

Tapi ia terlalu lelah untuk memikirkannya, pun tak ingin memperpanjang hal ini, jadi ia berganti pakaian dan pergi tidur.

Hari kedua.

Belum sampai pukul 7, Jane sudah terbangun.

Namun ia tak menemukan apapun untuk memasak sarapan, sehingga, dengan segenap ingatannya, ia mencari minimarket di sekitar perumahan dan membeli sedikit roti, sosis, serta susu.

Pertama kali memasuki kawasan perumahan elit seperti ini, Jane sungguh terkejut.

Seluruh kawasan perumahan hanya bisa dilewati mobil di bagian lingkar luarnya, sementara di dalamnya ada taman yang didesain khusus untuk pejalan kaki. Taman ini terasa seperti dunia lain, ada tumbuh-tumbuhan dari berbagai musim, gazebo, gunung buatan, juga sungai dan jembatan.

Pemandangannya sungguh mempesona sampai ke tiap-tiap sudutnya.

Benar-benar tak dapat dibandingkan dengan tempat tinggalnya yang kumuh.

Jane mendesah, pemandangan ini bahkan lebih bagus daripada taman terkenal yang pernah dikunjunginya.

"Kupikir aku akan terus-menerus kesepian, seumur hidup kesepian seperti ini..."

Ponselnya berbunyi, Jane meilhat sekilas layar ponselnya, ibu pemilik rumah sewa?

"Halo?"

"Nona Chu, kebetulan sekali Anda mengangkat telepon. Anda sekarang di mana?"

Begitu mendengar Jane mengangkat telepon, suara si pemilik rumah langsung bergetar, seperti lega sekali.

"Aku kemarin menginap di rumah teman, Bu. Ada apa?"

Ia baru saja membayar uang sewa bulan ini, jadi ibu pemilik rumah pasti bukan meneleponnya karena hal ini.

"Tadi polisi meneleponku, mereka bilang ada tetangga yang melapor bahwa rumahmu sepertinya kemasukan perampok. Tapi di rumah tidak ada orang, jadi kukira..." ibu pemilik rumah berhenti sebentar, "Tapi, baguslah kalau kau tidak apa-apa. Aku sekarang sedang mengarah ke sana, tapi karena ada kejadian ini, kupikir rumah ini tak bisa disewakan lagi padamu."

Ibu pemilik rumah mengerti, kawasan itu begitu tua, tentu saja tak aman untuk ditinggali seorang gadis muda seperti Jane.

Kali ini mungkin tidak masalah, namun selanjutnya siapa tahu.

"Baik."

Tubuh Jane merinding, kemarin Aaron tiba-tiba menghampirinya, dan menyuruhnya pindah dengan paksa.

Apakah semua ini adalah kebetulan?

Jane kembali ke rumah, ia melihat kamar Aaron masih tertutup rapat, lalu menyalakan kompor dan membuat sandwich.

"Kau sedang apa?"

Jane baru saja selesai membuat sandwich sederhana ketika Aaron keluar dari kamarnya.

Ia sudah mencuci muka, tapi tidak mengenakan kemejanya, melainkan hanya memakai kaos lusuh. Ia tampak lebih lembut dari sebelumnya.

Mungkin karena ini adalah akhir pekan.

"Sarapan sudah siap, makanlah sedikit."

Jane memberinya sandwich dan menuangkan segelas susu.

"Aku sudah bilang, aku menikahimu untuk membuang sial, bukan untuk mencuci dan memasak. Kalau seperti itu aku bisa menyewa pembantu."

Aaron duduk. Meski sedang minum susu, ia tak lupa memarahinya.

"Maaf, aku hanya membuat sarapan untukmu sekaligus."

Mungkin, selama 3 tahun pernikahannya, ia hidup dengan rutinitas, hingga terbiasa dengan sarapan.

Maka, kalau ada orang lain di rumah, ia juga tak mungkin mengabaikannya dan memasak hanya untuk diri sendiri.

"Selanjutnya, kau cukup perhatikan dirimu saja."

Mulut Aaron memang berkata demikian, namun ia tetap saja memakan sandwichnya, bahkan sampai menghabiskan 3 potong.

"Tadi ibu pemilik rumah meneleponku, katanya ada yang lapor ke polisi bahwa rumahku kemasukan perampok, beruntung aku tidak di sana."

Sambil mengatakan hal ini, ia mendongak dan memperhatikan wajah Aaron dengan serius.

"Hm."

Aaron tidak bereaksi apa-apa, seperti sudah tahu sejak awal.

"Apa kau sudah tahu sesuatu, sehingga menyuruhku tinggal di rumahmu?"

Semakin Aaron diam, Jane semakin yakin bahwa ia mengetahui sesuatu.

"Saat aku kembali kemarin, aku melihat 2 orang sedang berunding tentang pergi ke gedung 7 lantai 5, jadi aku memukul mereka sekalian."

"Memukul mereka? Jadi lukamu..."

Jane akhirnya mengerti hubungan antara semuanya.

"Aku tidak hati-hati, membuat 2 bajingan itu memukulku."

"Terima kasih."

Saat ini, Jane benar-benar tak tahu harus berkata apa. Pria ini jelas-jelas telah mempedulikannya, kenapa begitu canggung?

"Sudah kubilang, aku menikahimu untuk membuang sial, kalau kau mati duluan akan repot."

Aaron meletakkan gelasnya yang telah kosong dan bersiap pergi. Jane tiba-tiba memanggilnya, "Aku mau membeli sayur, kau ingin makan apa?"

Ia tak punya banyak uang, kartu banknya pun adalah pemberian Aaron, ia hanya bisa berterima kasih dengan caranya sendiri.

Novel Terkait

Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
4 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
My Japanese Girlfriend

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu