Back To You - Bab 254 Menderita

Aaron duduk di lantai, Sergio mengikat tangan Aaron di ujung ranjang, lalu mulai menyuntiknya.

Saat ia akan memulai.

“Aku tidak terlalu pandai menyuntik.”

Sambil bicara seperti itu, Sergio menusuk jarum itu ke lengan Aaron, untung pembuluh darahnya bisa dilihat dengan jelas, sehingga Sergio yang keahliannya setengah-setengah ini bisa memasukkan jarum dengan mudah.

Dengan cepat satu botol obat sudah habis dimasukkan.

Aaron duduk di lantai, menunggu obat tersebut berefek.

Sebelum mulai berefek, dia berkata kepada Sergio, “Tiga hari kemudian, aku pasti akan membawanya pergi, aku harap kamu bisa menepati janji.”

“Asalkan kamu menang, tentu saja aku menepati janji.” Setelah itu, ia duduk di sofa dan menatap Aaron dari tidak jauh sana.

Saat duduk di situ, tidak berhentinya dia memainkan cincin di jarinya.

Aaron tidak tahu bahwa yang ia kontrol dari cincin tersebut adalah kamera yang di sampingnya, apa yang terjadi selanjutnya akan terekam semua.

“Beberapa hari ini kamu tidak boleh menyakitinya, obat ini sudah disuntik ke aku, kamu tidak boleh menyuntik ke dia lagi.”

Aaron tidak tahu setelah obat ini berefek, apakah dirinya akan menjadi tidak sadar, apa yang terjadi selanjutnya, semua tidak ia ketahui, jadi mumpung sekarang masih bisa berpikir, ia mengatakan semua yang ingin dikatakannya.

“Baik, aku janji sama kamu.” Jawab Sergio sambil melihat jam dan mengernyitkan dahi, “Kenapa efek obat ini lamban sekali.”

Sudah satu menit berlalu.

Usai Sergio berkata demikian, Aaron mulai merasa tubuhnya gatal.

Dia juga tidak berbicara, hanya diam-diam menerimanya.

Pada permulaan dia masih bisa menahan.

Tapi kemudian perlahan-lahan, rasa menderita tersebut semakin menjadi, dengan erat ia menggenggam ujung ranjang dan menggertakkan gigi, butiran keringat sebesar kacang mulai menetes dari kepala ke karpet.

Tidak sampai belasan menit, satu kemeja Aaron sudah basah kuyup.

Namun dia tetap tidak mengeluarkan suara sedikit pun.

Sergio agak terkejut, “Wah, biasanya kalau sudah segini, Jane pasti sudah mulai memohon ampun, tidak disangka kamu begitu tahan.”

Aaron tidak berbicara, dia tahu dirinya tidak boleh berbicara, asalkan sekali buka mulut, mungkin yang muncul juga kata ampun.

Rasa yang seperti diliputi berbagai serangga, membuat Aaron menuju keambrukan.

Tapi dia tetap menerima dengan diam, tanpa mengeluarkan suara apa pun, hanya tampak butiran keringat yang tidak berhentinya menetes, permukaan karpet juga sudah basah, membuktikan bahwa Aaron sedang menahan penderitaan yang tiada tara.

“Aku sarankan kamu teriak saja, rasanya akan lebih baik.

Melihat Aaron seperti ini, Sergio tidak senang sekali.

Yang ingin dia dengar adalah mohon ampun dari Aaron, penyesalan dari Aaron, pria yang sudah merebut Jane ini, membuat dia benci sekali.

Aaron mengangkat kepala menatap Sergio yang tampak bersemangat, dia sudah yakin Sergio benar-benar orang gila.

Dia tidak boleh membiarkan Jane berada di sisi orang seperti ini.

Sergio datang ke samping Aaron, dari ikat pinggangnya ia mengeluarkan pisau kecil yang dibawa, lalu ia ayun-ayunkan pisau itu di depannya, dan menyayat dada Aaron.

Jelas-jelas ada dilapisi kemeja, namun tetap sobek, darah segar pun merembes keluar.

“Pergi.”

Bentak Aaron sambil menggertakkan gigi.

Karena dia menyadari, ketika Sergio menyayatnya, dia tidak merasakan sakit, melainkan senang, seolah rasa gatal di tubuhnya jadi dapat dikontrol, mungkin saat ini kalau ada yang menusuknya dengan pisau pun dia juga akan merasa senang.

“Bukankah nyaman sekali rasanya?”

Sebenarnya Sergio paling tahu akan rasa ini, dia juga paling mengenal obat ini, lebih lagi mengetahui bagaimana penderitaan Aaron sekarang di setiap menit dan detik.

Sambil bertanya seperti itu, ia menyayat badan Aaron lagi.

Darah segar terus mengalir, tapi Aaron malah merasa seperti dibebaskan.

“Terserah.”

Aaron sebenarnya ingin bilang, terserah mau bagaimana kamu menyayatnya, tapi baru mengatakan kata pertama, sudah ia tahan, dia tahu dirinya tidak boleh melanjutkan perkataannya, berdasarkan kebencian Sergio terhadap dirinya, tidak akan heran kalau sampai Sergio membunuhnya.

Jika demikian, Jane akan mengetahuinya.

Dia masih ingin berdiri dengan sehat di depan Jane besok.

“Terus terang saja, kalian keluarga Huo sangat menyebalkan.” Sergio juga duduk di hadapan Aaron, “Dulu pertama kali menjalankan usaha, sudah ditipu oleh ayahmu, membuat satu keluarga memandang rendah ke aku, kemudian aku pun menyuntikkan obat ini ke diriku, mengingatkan aku untuk harus ingat dengan benci ini.”

Sergio mulai berbicara sendiri.

Apa yang didengar, Aaron sama sekali tidak bisa masukkan ke otak.

Ditatapnya pisau yang di tangan Sergio, bahkan dia berharap bisa menusuk dirinya sendiri.

“Tapi aku lumayan berterima kasih dengan ayahmu, kalau bukan karena dia, maka tidak ada aku yang sekarang.”

Sergio yang sadis dan menakutkan seperti sekarang.

Aaron tidak mempedulikannya, dia memejamkan mata menahan, tidak berbicara, luka di dada membuat dirinya gembira.

“Oh iya, kamu tidak tahu apa yang didengar Jane tadi bukan? Sini, aku putarkan untuk kamu.”

Sergio tahu Aaron sudah hampir mencapai batasnya, ia keluarkan ponselnya dan mencari rekaman.

Saat dia menekan tombol memutar rekaman, muncul suara Jane dari sana.

Suara dia memohon ampun.

Dia sedang memohon Sergio membunuhnya, sekali demi sekali.

“Aaaaaaaaaaa!”

Rekaman ini akhirnya menjadi senjata terakhir yang membuatnya kalah.

Sebenarnya sudah satu jam Aaron bertahan.

Tapi mendengar rekaman ini, mendengar Jane memohon ampun sambil menangis, suara dia minta dibunuh, akhirnya Aaron tidak tahan lagi.

Dia tidak tega terhadap Jane, dan semakin membenci Sergio.

Melihat mata Aaron yang penuh rasa benci itu memerah semua, Sergio segera menjauh, “Kamu sendiri yang ingin menggantikan dia merasakannya, aku tidak memaksa kamu.”

“Aaaaaaa!”

Aaron menjerit semaksimal mungkin, dia hanya menjerit, melampiaskan dengan cara menjerit, tanpa mengatakan apa-apa.

Tapi melihat Aaron demikian, suasana hati Sergio membaik.

Dia duduk begitu saja menikmati kesengsaraan Aaron selama dua jam, sampai obat di tubuh Aaron mulai menghilang.

Merasa obat di tubuhnya sudah mulai menghilang, agak lama kemudian Aaron baru membuka mulut, “Lepaskan ikatannya.”

“Direktur Huo, kamu adalah orang paling hebat yang pernah aku temui, sungguh.”

Sergio mendekat dan melepaskan ikatan Aaron.

Perkataannya ini benar-benar keluar dari lubuk hatinya.

Suntikan obat ini pernah dia beri ke banyak orang, hanya Aaron yang bisa bertahan, dan saat ini dia dalam keadaan sadar, juga tanpa rasa takut sama sekali.

Aaron yang demikian membuat Sergio semakin takut, dia bahkan merasa dirinya sudah dikalahkan oleh pria ini.

Rasanya tidak rela.

“Janji sama aku, tidak menyuntik obat ini ke Jane lagi.”

Aaron bangkit berdiri, dirinya tidak bisa berdiri stabil, namun masih tetap Jane yang ia pikirkan.

“Pasti.”

Setelah mendengar jawabannya, Aaron kembali ke kamarnya sendiri dengan tersendat-sendat, jelas-jelas dia sudah capek bukan main, mungkin di detik berikutnya sudah akan tertidur, tapi dia tidak berani.

Aaron tahu, dirinya yang sekarang pasti akan mengagetkan Jane.

Sekembalinya ke kamar, Aaron membuang kemeja yang penuh darah, serta mengobati lukanya secara sederhana, baru kemudian dia berbaring di ranjang, tertidur sambil memeluk Jane.

Novel Terkait

Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
5 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
5 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Break-up Guru

The Break-up Guru

Jose
18+
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu