Pergilah Suamiku - Bab 40 Bertengkar Di Atas Ranjang

Saat anak kecil bertanya, muka pun mengerut, mata hitam bercahaya dipenuhi dengan kepolosan, keraguan dan penasaran.

Maag Dave pun sakit lagi, muka pria itu pun menggelap, di dalam hatinya tergoret sebuntalan asap yang berapi.

Itu Kesal!

Pria itu kesal bukan main!

Tapi mengapa pria itu harus mengakui di depan anak kecil ini, jika anak itu kembali nanti memberitahu Elaine, wanita itu bisa salah kaprah mengira bahwa dia di hati pria itu dianggap masih memiliki tempat?

Muka Dave karena sakit maag pun memucat dan suram.

Sikap diam pria itu juga tidak membuat jarak antara pria itu dan Reece menjauh, malah memberikan Reece semacam persetujuan diam-diam dari Dave.

“Papa, teman sebangkuku si gendut bilang bahwa suami istri dua orang bertengkar di kepala ranjang, baikan kembali di akhir ranjang, kamu kesal seperti ini melukai diri sendiri tidak ada gunanya.”

Karena perkataan Reece ini, muka Dave seketika menjadi hitam melebur menjadi satu dengan kegelapan malam di luar sana.

Pria itu dan Elaine, dalam 3 tahun ini sangat jelas batasannya, bisa menggunakan kata semesra ini kah? Ditambah lagi si gendut sebangkunya yang mengatakan ke anak itu, sialan!

Takutnya lagi-lagi adalah Elaine wanita yang pantas mati itu yang mengajari anak perempuan itu!

“Siapa bilang aku marah? Siapa yang mau bertengkar di kepala ranjang dan baikan kembali di akhir ranjang dengan Elaine?!” Dave dengan amarah mengatakan habis, seakan amarahnya belum reda: “Aku dan mamamu tidak ada hubungan!”

Dave menjulurkan tangan, mengambil bubur yang diletakkan Reece di atas kepala ranjang, menuangkan seteguk penuh.

Suhu buburnya pas-pas, rasanya harum dan kental, melebur di dalam mulut, maagnya menjadi hangat karena bubur ini, sakit di maag-nya juga berkurang sedikit.

Alis Dave agak naik, awalnya mengira bubur yang dimasak anak kecil bisa makan sudah lumayan, tidak menyangka rasanya lumayan.

Pria itu setengah menggoyang-goyangkan bulu alis yang langsing panjang, melihat sejenak Reece.

Elaine bisa ada seorang anak perempuan yang begitu perhatian berbagi dan menyelesaikan masalah, nasibnya sungguh baik!

Sebagaimana Elaine rela membiarkan anak perempuan kesayangannya diantar kemari untuk masak untuk pria itu, kalau begitu pria itu masih perlu sungkan apa lagi?

Belum sampai semenit, meminum bubur itu masuk ke dalam perutnya, dalam perutnya yang kosong berkurang, kesakitannya juga perlahan melemah, ekspresi suram di mukanya, akhirnya perlahan menurun.

Dan Dave sekali mengambil bubur, mata Reece berkilau.

Muka anak itu menjadi senang, senyum di mukanya cerah dan bersih, Dave melihat sejenak ke arah anak itu, anak kecil itu mengedip-ngedipkan mata, penasaran.

Ekspresi muka pria sepotong gelap suram, dalam hati menghela dingin!

Reece melihat suasana hati Dave sepertinya tidak baik, tapi ini juga tidak menganggu perasaan senang Reece.

Reece diam-diam tersenyum menundukkan kepala melihat-lihat kamar Dave, mata anak perempuan itu sangat bersih, saat melihat kamar membawa hal baru.

Anak itu hanya merasa di dalam kamar Dave hitam-hitam, putih-putih, abu-abu, sangat lah monoton, malah gelas berwarna emas mengkilap di atas meja di samping lemari baju itu terlihat sangat langka.

Reece melangkahkan kaki pendeknya menginjit-nginjit berjalan ke sana, sekali mendekati, baru melihat dengan jelas ternyata yang dilihatnya adalah sebuah trofi.

Tapi, karena berjarak dekat, penampilan sebenarnya yang di atas meja pun terbongkar keluar.

Trofi dan medali yang berharga, di TK-nya Reece secara keseluruhan tidak melihat beberapa trofi.

Tapi di atas meja Dave diletakkan semeja penuh.

“Papa? Ini semua adalah trofimu kah?”

Seluruh muka Reece dengan kagum melihat ke arah Dave, pria itu memang masih jengkel makan bubur yang dimasak Reece, sekarang berhadapan dengan sorotan mata Reece, gadis kecil itu seakan sepertinya sedang menunjukkan kelemahannya.

Dalam hati Dave tiba-tiba naik rasa puas diri yang sulit untuk diabaikan.

Pria memperjelas suara dengan dingin seperti es menjawab sepatah: “Iya.”

Kegembiraan Reece lebih tinggi lagi, memuji yang terbesar, bertanya ke Dave: “Papa papa, bagaimana mendapatkan trofi ini?”

Dave menyoroti sejenak, berkata: “Begitu banyak trofi, aku bagaimana mungkin bisa ingat jelas? Di atasnya bukannya ada sertifikat kan? Mamamu tidak mengajarimu mengenal huruf kah?”

Sorotan mata Reece bergerak ke atas di atas meja yang dipenuhi trofi, kekaguman di atas anak itu semakin dalam, berkata: “Aku sudah lama ingin mendapatkan trofi itu dari acara pekan olah raga di TK, tapi selalu saja tidak bisa medapatkan.”

“Papa kamu hebat sekali, bisa mendapatkan begitu banyak trofi.”

Reece dengan tidak rela melepaskan tangan memegang-megang yang ini, dan juga membelokkan tangan memegang-megang yang itu.

Ujung mulut Dave agak tidak bisa terdeteksi melompat sesaat, terakhir sedikit ketidak nyamanan di hatinya juga sekali disapu pun menjadi kosong.

Benar-benar tidak disangka, pada akhirnya trofi-trofi di atas meja itu yang dia rasa boleh ada boleh tidak itu, bisa membuatnya di hadapan Reece mengambil kembali hatinya!

Pria menyipit-nyipitkan mata yang dalam dan tidak mudah dipahami itu, dari samping tubuhnya pecahan-pecahan cahaya lampu, seakan semua menyambar masuk ke dalam matanya, sangat lah terang!

Kesukaan Reece terhadapa trofi sampai tidak rela melepas tangan, setiap menyentuh satu membalikkan satu sertifikat, ekspresi kekaguman di muka kecil itu sangat penuh, dalam mulut kecilnya bergumam sesuatu, suara kecil anak perempuan itu, Dave hanya samar-samar mendengar beberapa kalimat.

“Papa ternyata masih bisa main hangar, bisa piano?? Ini huruf apa?”

Ujung alis mata Dave agak miring ke atas membawa sedikit kebanggan kecil.

Kegemarannya tersebar dengan luar, bahkan pria itu masih ada satu kegemaran, pria itu tidak suka berhenti di tengah jalan, setiap hal yang disukainya akan dikerjakan sampai sempurna dan terbaik.

Kediaman Bo ada satu kamar khusus yang digunakan untuk meletakkan semua keberhasilan yang didapatnya dari kecil sampai besar, apa lah yang di atas meja itu? hanya lah sebuah ujung di gunung es?

Hanya saja ketika dia pindah tinggal sendiri, pembantu yang membereskan barang-barang mengira pria itu pasti mau membawa beberapa, pria itu merasa berlebihan, semuanya dirapikan keluar, ditumpuk di dalam kamar yang tidak boleh orang masuk ini.

Dave merapatkan sebentar ujung bibir, sisi telinganya terus menerus melayang satu dua kata sanjungan Reece, tanpa disadari hati pria itu senang.

“Papa, kamu boleh kasih aku satu tidak, aku hanya ingin satu trofi!”

Reece tiba-tiba membalikkan badan, melihat kearah Dave yang duduk di atas ranjang, mata anak itu lembab, saat menanyakan nada suaranya dipenuhi pengharapan.

Dave mengencangkan alis, dalam matanya yang sempit dan panjang itu memancarkan selapis sinar yang akrab membuat Reece agak gelisah.

“Papa?”

Dave dengan dalam membuka mulut: “Kenapa, kamu sekarang baru umur 3 tahun sudah mau belajar mendapatkan hasil tanpa berjuang? Mau tanpa berusaha pun mendapatkan trofi?”

Suaranya begitu serius, Reece dengan tidak rela hati meletakkan kembali, dengan nada suara yang membawa sedikit kesungguhan yang kokoh: “Tunggu aku sudah besar, juga bisa sama hebat seperti Papa, juga mengambil trofi sebanyak ini.”

Dave melihat sepasang mata Reece yang bercahaya berkilauan, menjulurkan tangan mengelus-elus kepalanya sendiri.

Sial!

Aneh!

Pria itu bisa-bisanya mengosongkan keluar emosinya, seperti pengganguran saja, membantu Elaine wanita yang pantas mati itu untuk mendidik anak?

Pasti karena anak haram ini terlalu tepat waktu mengantarkan nasi, menyelamatkan perutnya, jadi baru lah pria itu bisa begitu berhati lembut seperti ini mengurusi urusan orang lain.

Sepasang pandangan mata Dave yang tajam melihat ke arah Reece, anak itu sangat tidak rela meletakkan trofi yang ada di tangannya, membengkokkan badannya kembali ke samping Dave.

Anak itu baru saja mau membuka mulut, sorotan mata tiba-tiba berhenti di atas bingkai foto yang terletak di atas lemari di samping kepala ranjang yang berada di samping tangan Dave.

Dave mengikuti sorotan mata Reece melihat ke sana, pupil mata menyusut.

Di dalam bingkai foto itu terpampang foto bersama Dave dan Jenny, foto bersama mereka dulu.

Novel Terkait

Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
5 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
4 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
5 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
5 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
5 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
5 tahun yang lalu