Hei Gadis jangan Lari - Bab 3 Untuk Pertama Kalinya Dalam Hidupnya
Saimon mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menyemburnya. Kemudian ia baru bangkit berdiri setelah melihat raut Nikita yang kesakitan dan tubuhnya yang kejang.
Lalu dia meletakkan tangannya di leher Nikita, mendorong Nikita, yang kakinya menjadi lemas karena "ketakutan", ke hadapan Jacky. Ia pun menatap Jacky dengan tatapan dengki sambil berkata dengan ganas.
"Jacky, jika kamu menyentuh bibiku lagi, aku akan membunuh istrimu!"
Pada saat ini, Nikita telah menjadi dipegang sandera Saimon. Ketika melihat suasana hati Saimon yang tidak stabil, Jacky tahu bahwa dia tidak boleh sampai membuatnya marah. Dia pun menahan amarahnya, menatap Saimon dengan tatapan dingin dan sambil meraung padanya.
"Lepaskan istriku!"
Melihat Jacky yang masih berani bersikap kasar, Saimon menancap pisau buah pada lengan Jacky, lalu darah berdesir keluar. Melihat lengan Jacky yang berdarah, Saimon dengan kejam mengatakan sesuatu padanya.
"Lain kali tidak akan ada kesempatan kedua."
Kemudian dia mendorong Nikita ke Jacky, dan segera berlari keluar. Melihat Nikita telah dibebaskan dari bahaya, Jacky, yang menahan rasa sakit di lengannya, ingin segera mengejarnya, tetapi dia malah dihentikan oleh Nikita.
"Kembalilah, jangan pergi! Kamu ingin memberi tahu orang-orang bahwa istrimu telah dihancurkan, ya? Dasar anjing, aku selalu memintamu untuk mengurangi tindakan jahatmu, tapi kamu masih saja tidak mendengarkannya, sekarang aku pun ikut terlibat..."
Makian Nikita membuat Jacky mau tak mau harus menelan amarahnya.
Setelah Saimon keluar dari rumah Jacky, ia pun membuang pisau buah yang digenggamnya ke dalam tumpukan kotoran. Saimon pun menjadi bahagia ketika mengingat Jacky yang marah, tapi tidak bisa mengatakan apa-apa.
Saat ini, dia baru saja selesai membalas dendam pada Jacky, jadi ia tidak berani langsung pulang ke rumah, takut Jacky akan melibatkan kedua bibinya jika ia pulang ke rumah. Ketika mengingat bibi Monica yang begitu baik telah dihancurkan Jacky, Saimon yang sangat menyesal merasa seakan dirinya ingin mati. Dia pun bersumpah bahwa dia tidak akan pernah membiarkan bibinya disakiti oleh siapapun untuk kedepannya.
Saimon terus berada di hutan yang berada di belakang desa hingga hari menggelap. Ketika asap mulai mengepul di desa, dia baru diam-diam berlari pulang ke rumah. Begitu sampai di pintu depan, Saimon langsung mendengar suara para wanita dari dalam rumahnya.
“Monica, tidak sia-sia kamu menyayangi Saimon. Bocah itu berani sekali. Ia pada hari ini menusuk si bajingan Jacky dengan menggunakan pisau."
"Tepat sekali. Aku melihat Jacky pergi ke klinik sambil memegang lengannya, dan darahnya berdesir. Nikita pun bilang jika Jacky tidak bereaksi dengan cepat, ia mungkin saja akan ditusuk Saimon hingga mati.”
"Betul. Saimon ini memang lebih berani dari pria desa kami!"
"Baiklah, kita berhenti sampai di sini saja. Untuk kedepannya, Jacky kemungkinan akan mencoba untuk membalas dendam pada Saimon. Menurutku ketika ia pulang, kalian sebaiknya menganjurkannya untuk kabur dari sini.”
"Sudahlah, jangan mengatakannya lagi. Aku harus segera pulang dan memasak."
Ketika melihat sekelompok wanita itu akan keluar dari rumahnya, Saimon segera menyembunyikan dirinya di pojok. Setelah mereka telah pergi menjauh, dia pun baru keluar. Tetapi ketika dia hendak masuk untuk melihat keadaannya Monica, dia langsung mendengar suara Monica dan Fifi dari dalam rumah.
"Kakak, bagaimana kalau kita membiarkan Saimon pergi menyembunyikan dirinya? Dia telah menusuk Jacky, dan Jacky pastinya tidak akan mengampuninya.”
"Hah, kamu masih tidak tahu kepribadian Saimon. Meskipun ia biasanya tampak ceroboh dan suka bermain-main, ia sebenarnya sangat keras kepala, dan untungnya tidak terjadi apa-apa. Aku barusan telah dianiaya Jacky, bagaimana mungkin ia akan bersedia untuk pergi."
"Dia berani? Jika dia tidak mau pergi, aku akan memukul pantatnya!"
Setelah Fifi menyelesaikan perkataannya, Saimon dengan jengkel masuk ke dalam. “Tidak! Aku tidak akan pergi! Aku akan menjaga di sini. Lihat saja apakah si bajingan Jacky berani mengangguku atau tidak!”
Saimon pun bergegas ke samping ranjang. Ketika melihat wajah pucat Monica, Saimon pun menangis dan berbaring di atas tubuhnya. Pria sejati tidak akan semudah itu mengeluarkan air mata, tetapi ketika melihat bibinya, yang sangat disayanginya, dihancurkan di bawah matanya, dia malah tidak bisa berbuat apa-apa. Bagaimana mungkin dia tidak marah dan kesal, kan? Saat ini, dia merasa bahkan jika ia telah membunuh Jacky, dia masih tidak bisa melepaskan kebenciannya padanya.
Semakin Saimon memikirkannya, semakin marah dirinya. Tangisannya pun menjadi semakin keras, membuat Monica, yang terus memaksa dirinya untuk tersenyum, mulai menangis, sedangkan Fifi terus menyeka air mata di satu sisi. Melihat Saimon menangis dan tubuhnya bergetar, ia pun merasa mereka tidak sia-sia menyayangi keponakan ini.
Dalam masa menyedihkan ini, mereka bertiga menjadi tidak memiliki nafsu makan. Setelah selesai menangis, mereka pun pergi tidur. Di dalam rumah Monica hanya terdapat dua kamar, dimana kamar dengan ranjang kayu besar ditempati Monica dan Fifi, dan kamar dengan ranjang kayu kecil ditempati Saimon. Ranjang kayu ini dibuat olehnya setelah rumahnya roboh.
Malam pun terasa hening, tapi membuat perasaan kedua bibi dan keponakan saling menyatu. Ketika Saimon sedang tidur, ia bermimpi bahwa dirinya hidup bahagia bersama Monica dan Fifi. Tapi tiba-tiba, mimpinya berubah menjadi gambaran Monica dan Fifi yang sedang memeluknya dengan tubuh telanjang mereka. Kulit mereka yang lembut dan putih itu membuat Saimon merasa sangat nyaman. Tangan kecil Fifi dengan berani menyelinap ke celananya dan meraihnya Perasaan nyaman itu seketika membuat Saimon merasakan semburan urin, kemudian ia pun terbangun.
Ini pertama kalinya Saimon mengalami yang namanya mimpi basah. Setelah ia terbangun, dia menyentuh bagian bawahnya yang terasa lengket. Di, dengan perasaan bersalah, melihat ke arah pintu, kemudian ia segera melepaskan celana dalamnya, menyembunyikannya di bawah bantalnya, lalu bangkit berdiri dan pergi untuk membuang air kecil.
Karena hari sudah larut malam dan kedua bibinya sudah terlelap, maka dia juga tidak perlu khawatir akan bertemu mereka ketika ia keluar dengan tubuh telanjang. Dia buru-buru membuka pintu, yang dibuat dari kayu jujube, dan berlari ke halaman. Setelah membuang air kecil di jamban, tubuhnya seketika bergetar, lalu ia berbalik badan dan masuk ke rumah.
Tapi begitu sampai di depan pintu, Saimon melihat Fifi sedang memelototinya, dan matanya terus menatap pada bagian bawahnya. Saimon saking terkejutnya segera menutupi bagian bawahnya, lalu bertanya dengan suara seraknya.
"Bibi, kenapa kamu sudah bangun?"
Begitu mendengar pertanyaan Saimon, Fifi baru tersadar dari keterkejutan yang "sangat besar", dengan tegar berkata, "Dasar bocah ini, masih berani menanyakannya lagi. Bukankah itu karena suara pintu terbuka terdengar begitu keras sehingga membangunkanku, makanya aku pun pergi melihat-lihat.”
Dalam sela perkataan Fifi, matanya terus menatap pada tubuh Saimon. Dadanya yang kuat dan sekujur tubuhnya yang memancarkan hormon, membuatnya dirinya yang masih lajang tersipu. Fifi tanpa tersadar ingin menjangkau untuk menyentuhnya.
Ketika melihat Fifi yang sedang meraih tangannya untuk menyentuhnya, Saimon pun terkejut dan segera mundur selangkah ke belakang. "Bibi, apa yang sedang kamu lakukan?"
Saimon, yang tiba-tiba melangkah mundur, membuat tangan Fifi melayang di udara. Fifi pun tidak bisa menahan dirinya untuk melangkah maju dan mengulurkan tangan untuk menyentuhnya. Namun, dia tidak memperhatikan ambang di bawah kakinya, makanya ia tiba-tiba tersandung dan jatuh.
"Ah!" serunya.
Melihat Fifi yang akan jatuh ke tanah, Saimon juga tidak lagi melindungi bagian bawahnya, segera mengulurkan tangannya, meraih tangan Fifi dan memeluknya. Kemudian terdengar suara benturan. Punggung Saimon jatuh mengenai tanah padat, membuatnya terus merintih kesakitan.
Pada saat ini, Fifi juga baru tersadar kembali. Ketika melihat wajah Saimon berkedut karena merasakan kesakitan, ia pun segera memegang wajah Saimon.
"Bagian mana yang sakit, Saimon? Tolong jangan menakuti Bibi."
Perkataan Fifi membuat Saimon terdiam beberapa saat. Tidak bisakah kamu mengatakannya setelah berdiri? Menekan dia punya… eh…. Ketika dia hendak meminta Fifi berdiri, dia tiba-tiba baru menyadari…
Karena untuk tidur, Fifi pada saat ini hanya mengenakan piyama tipis. Saimon mendongak menatap kedua bukit putih Fifi, lalu melihat leher putih dan lembutnya. Dia pun menelan ludahnya, dan teman kecilnya yang baru saja tertidur juga tiba-tiba ikut terbangun.
"Eh, ada barang apa ditubuhmu, Saimon?" Fifi khawatir dirinya yang sedang menimpa Saimon akan membuatnya terasa sakit. Ketika dia hendak untuk bangkit, dia tiba-tiba merasa ada seuatu di bagian perutnya. Secara naluriah, dia tentu akan mengatakannya, kemudian mengulurkan tangan kecilnya untuk memegang benda di perutnya itu.
Melihat tangan Fifi menjelajah untuk meraih barangnya, Saimon seketika merasa bersalah dan ingin segera bangkit berdiri, tetapi beberapa detik kemudian, monster kecil yang menjulang itu membuat Fifi mengenggam lebih kuat, dimana perasaan hangat itu membuat Fifi berteriak kecil…
Novel Terkait
My Goddes
Riski saputroMilyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu
Milea AnastasiaThe Gravity between Us
Vella PinkyPria Misteriusku
LylyKing Of Red Sea
Hideo TakashiKembali Dari Kematian
Yeon KyeongMy Tough Bodyguard
Crystal SongHei Gadis jangan Lari×
- Bab 1 Bibi Monica
- Bab 2 Balas Dendam
- Bab 3 Untuk Pertama Kalinya Dalam Hidupnya
- Bab 4 Ditenggelamkan Ke Kolam
- Bab 5 Berhenti Di Sana
- Bab 6 Orang Bodoh
- Bab 7 Mencari tahu
- Bab 8 Ada yang janggal dari kematian ayah
- Bab 9 Kamu Tidak Gila
- Bab 10 Saimon Sudah Tumbuh Dewasa
- Bab 11 Transaksi
- Bab 12 Gadis Penyulam
- Bab 13 Berguna
- Bab 14 Keputusan Nikita
- Bab 15 Keputusan dari tiga wanita
- Bab 16 Terikat
- Bab 17 Amati dan pelajari
- Bab 18 Mandi
- Bab 19 Persekongkolan
- Bab 20 Berada di satu jalan
- Bab 21 Terungkap sepenuhnya
- Bab 22 Tidak takut sakit
- Bab 23 Suntik
- Bab 24 Jangan malu
- Bab 25 Tolong
- Bab 26 Menunjukkan
- Bab 27 Ada Aroma
- Bab 28 Tali
- Bab 29 Keterampilan Mencapai Titik Akupuntur
- Bab 30 Mengobati Penyakit Di Rumah
- Bab 31 Menunjukkan Kemampuan
- Bab 32 Jamban
- Bab 33 Saimon Sayang Bibi
- Bab 34 Diam-diam Menyakiti
- Bab 35 Membujuk Sumi
- Bab 36 Sekarang Giliranmu
- Bab 37 Bersemangat
- Bab 38 Cara Mengobati Penyakit
- Bab 39 Memeriksa Tubuh
- Bab 40 Jessline
- Bab 41 Kakak Bantu Obati Penyakit
- Bab 42 Jessline yang Berpengetahuan Luas
- Bab 43 Ikan Itu Benar Ampuh
- Bab 44 Obrolan Malam Adik dan Kakak Ipar
- Bab 45 Sesuatu yang Mencurigakan
- Bab 46 Mulus
- Bab 47 Saimon Bisa Mengobati
- Bab 48 Tidak Tahan Lagi
- Bab 49 Siapa Duluan Sama Saja, Kan?
- Bab 50 Ingin tapi Takut
- Bab 51 Masih Ingat Kakak?
- Bab 52 Barang Yang Bukan Milik Sendiri
- Bab 53 Tahan
- Bab 54 Dimana Terasa Nyaman?
- Bab 55 Gadis di Kota
- Bab 56 Lepaskan wanita itu
- Bab 57 Berani Atau Tidak Menyentuhnya
- Bab 58 Empat Ratus Ribu Untuk Sekali
- Bab 59 Para Wanita Yang Antusias
- Bab 60 Minum Tehnya Tuan penyelamat
- Bab 61 Membalas Dengan Tubuhnya
- Bab 62 Coba Saja Baru Tahu
- Bab 63 Jangan Lupa Datang Mencariku
- Bab 64 Kakak Duluan Jelajahi Jalan
- Bab 65 Bahagianya Monica
- Bab 66 Masih Ingin
- Bab 67 Interogasi
- Bab 68 Menyeka
- Bab 69 Istri Yang Sangat Sensasional
- Bab 70 Kamu lihatlah kakak perempuan disini
- Bab 71 Tergelincir sekali lagi dengan kuda liar yang tersisa dari Monica
- Bab 72 Aku Harus Memperlakukanmu Dengan Baik
- Bab 73 Menunggang Kuda
- Bab 74 Serangan Penggilingan
- Bab 75 Diolesi Obat
- Bab 76 Sialan, Benar-benar Pandai Memilih Waktu
- Bab 77 Perannya Telah Berubah
- Bab 78 Menyenangkan
- Bab 79 Turunkan Pisaunya
- Bab 80 Apakah Kamu Mengelabui Saimon Untuk Menyuntikmu?
- Bab 81 Kakak Iparku Baru saja pergi
- Bab 82 Bertindak secara realistis
- Bab 83 Air Gulanya enak
- Bab 86 Ragu-ragu
- Bab 85 Nikita Datang
- Bab 86 Buktikan Kamu Adalah Pria
- Bab 87 Pria Tak Berguna
- Bab 88 Cara Bagus
- Bab 89 Cara Ini Boleh Dijalankan
- Bab 90 Rencana Bibi dan Kakak Ipar
- Bab 91 Sikap Tak Biasa Jessline
- Bab 92 Sakitnya Terlalu Parah
- Bab 93 Permainan
- Bab 94 Berisik
- Bab 95 Mau atau Tidak
- Bab 96 Menjulang ke Atas
- Bab 97 Kakak, Apa yang Kamu Lakukan
- Bab 98 Bibi Datang Untuk Apa
- Bab 99 Tidak Boleh Pergi
- Bab 100 Kakak nakal ya
- Bab 101 kekuatan Batang
- Bab 102 Memakai Mulut
- Bab 103 Pingsan
- Bab 104 Angel Beraksi
- Bab 105 Jangan Beritahu Orang Lain
- Bab 106 Gilingan besar
- Bab 107 Memainkan Permainan
- Bab 108 Bibi Tidak Takut Kotor
- Bab 109 Permainan lain
- Bab 110 Aku Masakkan Ikan Untukmu
- Bab 110 Menjadi Milikmu
- Bab 112 Menikahi Wanita Seperti Apa
- Bab 113 Beredar
- Bab 114 Melahirkan Anaknya
- Bab 115 Cara Melahirkan Anak Laki-laki
- Bab 116 Keuntungan
- Bab 117 Aku Akan Menemanimu Bermain
- Bab 118 Semuanya Sudah Tahu
- Bab 119 Sumber Berita
- Bab 120 Kakak Orang Jahat
- Bab 121 Tidak ada habisnya
- Bab 122 Sudah direncanakan
- Bab 123 Apa-apaan ini
- Bab 124 Membandingkan
- Bab 125 Keributan dalam rumah
- Bab 126 Mana yang lebih besar
- Bab 127 Sapu Kasur
- Bab 128 Membangkitkan nafsu.
- Bab 129 Membuat tanda
- Bab 130 Melakukan beberapa kali lagi
- Bab 131 Membersihkan
- Bab 132 Kak, kamu bantulah aku mengawasi
- Bab 133 Pengajaran
- Bab 134 Bibi Jahat
- Bab 135 Ini Tidak Melelahkan
- Bab 136 Dari Depan
- Bab 137 Sangat Panas
- Bab 138 Dibuat Hingga Tidak Berguna
- Bab 139 Hanya Sementara
- Bab 140 Perdebatan Antara Dua Wanita
- Bab 141 Bantu Aku
- Bab 142 Bagaimana Bisa Sebesar Itu?
- Bab 143 Sudah Beberapa Tahun Tidak Pernah Merasa Hingga Ke Puncak
- Bab 144 Dibuat Rusak
- Bab 145 Jenderal Dan Kuda
- Bab 146 Menunggangi Kuda
- Bab 147 Aku adalah Milikmu
- Bab 148 Waktu Bercinta
- Bab 149 Kelemahlembutan
- Bab 150 Ayah dan Anak Makan dari Sumber yang Sama
- Bab 151 Takut?
- Bab 152 Keluarkan
- Bab 153 Tanggung jawab
- Bab 154 Jual Diri
- Bab 155 Mengapa Hari Ini Hebat Sekali
- Bab 156 Iblis
- Bab 157 Tidak Bisa Disingkirkan
- Bab 158 Sedikit Tidak Pantas
- Bab 159 Rasa Bersalah
- Bab 160 Memijat Kaki
- Bab 161 Mengasyikan
- Bab 162 Tunggu Sebentar
- Bab 163 Penyakit Ini Membutuhkan Suntikan
- Bab 164 Sudah Kenyang
- Bab 165 Tidak Bisa Bangun
- Bab 166 Curiga
- Bab 167 Saimon Tidak di Desa
- Bab 168 Sungguh Suka
- Bab 169 Apakah Ingin Lebih Nyaman?
- Bab 170 Lebih Hebat dari Yang Hebat
- Bab 171 Ruangan Kecil
- Bab 172 Siapa Lebih Nyaman
- Bab 173 Orang yang terpintar didunia adalah Janda
- Bab 174 Senjata Melisa
- Bab 175 Tidak bisa meninggalkanmu
- Bab 176 Sungguh membodohi orang
- Bab 177 Melakukan apapun yang disuruh
- Bab 178 Memeriksa Tubuh
- Bab 179 Barang bagus
- Bab 180 Pemula yang berpengalaman
- Bab 181 Membagi keuntungan
- Bab 182 Kabar baik
- Bab 183 Makan ikan
- Bab 184 Melayani
- Bab 185 Kebahagiaan seorang wanita
- Bab 186 Khawatir
- Bab 87 Ada Pencuri
- Bab 188 Benar-benar Sangat Menarik
- Bab 189 Bau Apa Ini
- Bab 190 Bau Amis
- Bab 191 Malam yang Panjang
- Bab 192 Rasa kekeluargaan
- Bab 193 Grand Opening
- Bab 194 Monica mau datang
- Bab 195 Profesional
- Bab 196 Tertangkap
- Bab 197 Dendam dengan siapa
- Bab 198 Konyol
- Bab 199 Membunuhmu
- Bab 200 Hukum
- Bab 201 Kabar Dari Desa
- Bab 202 Bukan Orang Bodoh
- Bab 203 Aku Ingin Menjadi Kepala Desa (End)