My Cold Wedding - Bab 50 Aku Bukanlah Anqila

“Tuan Muda, kakek anda bertanya mengapa kalian berdua masih belum masuk?” ujar pelayan yang sedang berdiri di depan pintu utama.

David akhirnya dengan berat hati melepaskan Bella dan setengah merangkulnya untuk berjalan masuk ke pintu utama: “Karena kakek akhirnya sudah bisa melihat lagi, kita jangan mengungkit masalah perceraian lagi di hadapannya. Kamu juga lebih baik secepatnya pindah kembali ke sini.”

“Aku tidak masalah jika tidak mengungkit masalah perceraian, kita bisa saja diam-diam bercerai tanpa perlu memberitahu kakek. Jika hanya untuk menjaga kondisi kakek agar tetap stabil, aku dengan senang hati akan bekerja sama denganmu. Tapi kalau kamu memintaku untuk pindah kembali ke sini... Itu tidak mungkin.” Bella setengah mendorong David menjauh, namun dadanya yang kekar terasa seperti tembok. Bella mengeluarkan segenap tenaganya, namun tetap tidak bisa mendorongnya pergi. Akhirnya Bella menyerah dan membiarkan David merangkulnya pergi.

“Itu bukan kamu yang mengatur.”

Begitu mereka masuk, kakek David sudah duduk di atas sofa di ruang tamu, : “Ah, Bella... Cepat duduk di sini.”

Bella pun berjalan menghampirinya dan duduk di samping kakek David: “Kakek.”

“Anak baik... Kenapa akhir-akhir ini kamu tidak mengunjungi kakek?”

Bella pun menjawab dengan alasan umum: “Maaf kakek, pekerjaanku membuatku sedikit sibuk.”

“Betul, pekerjaan memang harus dikerjakan dengan serius. Sekarang kamu bekerja dimana?”

Bella pun menjawab: “Di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang desain bangunan, Kek.”

Kakek David menatap cucunya: “David, bukankah divisi perusahaan kita yang bergerak di pengembangan perumahan sedang membuka lowongan pekerjaan untuk para desainer bangunan?”

David menyenderkan tubuhnya di atas sofa yang terletak di depan kakeknya dan Bella, menatap yang tua dan yang muda membicarakan hal-hal kecil. Lampu yang remang membuat David setengah tertidur: “Hm.”

“ 'Hm' itu maksudnya bagaimana? Kau harus memberikan Bella pekerjaan di sana, tidak tunggu... Besok pagi-pagi aku akan berangkat ke kantor bersama kalian. Aku akan mengatur agar Bella bisa bekerja di sana baru hatiku bisa tenang.”

“Tidak perlu, kakek. Sekarang aku sudah mendapatkan pekerjaan yang baik di sebuah perusahaan, temanku yang mengenalkanku. Rekan-rekan kerjaku sangat baik hati dan mau membantuku. Aku juga belum terlalu lama bekerja di sana, akan sangat tidak sopan apabila tiba-tiba aku mengundurkan diri.” ujar Bella menjelaskan.

“Begitu ya...” ujar kakek David bersedih selama beberapa menit, “Tapi bagaimanapun juga kamu adalah menantu keluarga David, jadi kalau bekerja juga sebaiknya di perusahaan sendiri. Coba cari waktu untuk bicara baik-baik dengan temanmu, aku yakin ia akan mengerti.”

Seorang pelayan pun berbicara: “Kakek, sekarang hari sudah sangat larut. Lebih baik sekarang Tuan Muda dan Nona Bella beristirahat dulu, besok baru lanjut berbincang lagi.”

Kakek David pun mengangguk-anggukkan kepalanya: “Betul, betul betul. Kalian cepat naik ke atas dan beristirahat, besok kita berbincang lagi.”

David naik terlebih dahulu, sedangkan Bella mengikutinya dari belakang.

Untung saja rumah keluarga David memiliki begitu banyak kamar dan setiap hari para pelayan membersihkan kamar-kamar itu. Bella mendorong sebuah pintu kamar terdekat dan berjalan masuk.

Kemudian ia mengunci pintunya.

Ketika Bella membaringkan tubuhnya di atas kasur, tiba-tiba ia merasa gelisah.

Akhir-akhir ini, sikap David terhadapnya benar-benar aneh. Sebelumnya, pria itu dengan penuh kebencian membuangnya pergi hingga ke ujung dunia. Sekarang, setelah Bella dengan tidak mudah merelakannya pergi dan bersiap untuk memulai kehidupannya yang baru, pria itu tiba-tiba muncul kembali ke tengah-tengah kehidupannya? Sebenarnya apa maksud semua perbuatan David?

Pikiran Bella pun melanglang buana dan tanpa ia sadari, ia sudah terlelap.

Di dalam alam mimpi, Bella kembali bermimpi mengenai kejadian yang menimpanya di Night Feast Club House malam itu. Ketika para pria kasar itu mengelilingnya dan Gembi, tawa mereka begitu mesum.

Tubuh Bella bergetar karena takut, ia berteriak meminta tolong. Kali ini yang menolongnya bukanlah James, melainkan David.

David dengan berani membuat para pria jahat itu berlari pergi, dan memeluk Bella dengan penuh kasih sayang: “Anqila, aku tidak akan membiarkan kamu tersakiti lagi.”

“Aku bukanlah Anqila!” Bella tiba-tiba terbangun. Ia akhirnya menyadari bahwa ia baru saja bermimpi ketika melihat tirai jendela yang berada di samping kasurnya dan berwarna abu-abu gelap.

Bella berkata dalam hati: Bella, sadarlah! Jangan pernah sampai memimpikan segala sesuatu yang berhubungan dengan David, yang ia cintai hanya Anqila, kakak perempuanmu. Dari semula memang hanya Anqila dihatinya.

Ketika Bella melihat jam yang tergantung di dinding, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan pagi.

Hatinya sedikit tidak tenang sehingga Bella memutuskan untuk menelepon Gembi.

Tapi yang menjawab telepon Bella adalah suara seorang laki-laki yang terdengar mengantuk: “Halo?”

Bella tercenung sejenak. Ia pun bertanya dengan ragu: “Kamu... Direktur Valdo?”

“Bella, kamu yang meneleponku, tapi kamu juga yang tidak mengenali suaraku?”

Bella menurunkan ponselnya dari telinga dan menatap layarnya. Setelah memastikan bahwa ia tidak menelepon ke nomor yang salah, Bella pun berujar kembali: “Direktur Valdo, saya menelepon nomor Gembi. Apakah kalian... kemarin malam bersama?”

Terdengar suara grusak-grusuk dari ujung telepon dan satu menit kemudian, suara Valdo pun terdengar lagi: “Iya. Gembi masih tidur dan aku takut membangunkannya. Sekarang aku ada di teras.”

Rasa tenang menyelimuti benak Bella. Ia pun bertanya lagi: “Bagaimana keadaan Gembi? Tidak ada masalah yang terjadi kemarin malam, bukan?”

“Ia minum banyak sekali. Setelah muntah beberapa kali, akhirnya ia tidur seperti orang mati.” ujar Valdo sambil memijit pelan daerah di antara alisnya dengan lelah. Sebenarnya ini adalah penjelasan agar Bella merasa tenang. Kenyataannya kemarin malam Gembi terus-menerus menjungkir balikkan badannya semalaman, seperti seekor kucing liar kecil yang tidak bisa berhenti melompat-lompat. Akhirnya karena Valdo kehabisan cara, ia pun menangkap tubuh Gembi dan menekannya dengan tubuhnya sendiri, memeluknya dengan penuh cinta sepanjang malam.

“Hmm... Aku hanya bertanya... Gembi, ia... Tidak diapa-apakan oleh para pria jahat itu, bukan?”

“Tidak,” Valdo menolehkan kepalanya, matanya menatap bercak darah seukuran kepalan tangan yang ada di atas sprei putih itu. Ia teringat akan betapa ketat dan polosnya keperawanan Gembi, hatinya langsung meleleh seperti madu: “Ia dalam kondisi sangat baik.”

“Kalau begitu aku tidak perlu khawatir lagi.”

Seusai menutup telepon, Bella pun berdiri di samping jendela sebentar. Ia lalu mengenakan pakaian yang cantik dan melangkah turun, berjalan meninggalkan rumah keluarga David tanpa suara.

Waktu menunjukkan pukul setengah sembilan pagi ketika Bella sampai di Perusahaan Valdo.

Setelah absen, Bella pun duduk di kursinya dan menatap udara kosong. Ia mengirimkan sebuah pesan singkat pada David: “Hari ini jam satu siang, kita bertemu di pintu masuk catatan sipil. Ayo kita pergi dan mengurus semua prosedurnya.”

Setelah mengirimkan pesan singkat itu, Bella pun menutup ponselnya.

Bella membuka file berisi projek pembangunan taman bermain dan mulai konsentrasi bekerja.

Pukul sembilan, rekan-rekan kerja Bella satu per satu masuk ke dalam kantor. Beberapa dari mereka merasa aneh ketika melihat Bella sudah hadir: “Bella, bukankah seharusnya kamu sudah pergi bersama Direktur Valdo ke Perusahaan LS?”

Bella tertawa dengan kikuk, “Aku kembali untuk mengambil beberapa data.”

Sebenarnya, Bella ingin berdiskusi dengan Valdo perihal pemindahan projek ini. Apabila ia harus terus-terusan berurusan dengan Perusahaan LS maupun David, Bella yang telah dengan susah payah menenangkan hatinya, takut akan kembali timbul gejolak karena terus diolok Valdo.

Ketika Bella sudah menunggu sampai jam setengah sepuluh, Valdo baru mengabarinya bahwa hari ini ia libur.

Ponsel Valdo dan Gembi sama-sama dimatikan, tidak ada panggilan Bella yang bisa masuk.

Bella baru saja menutup teleponnya ketika sebuah panggilan lain masuk ke ponselnya.

Bella melihat laporan panggilannya dan menyadari ada tujuh panggilan tak terjawab, semuanya dari David.

Ia pun mengangkat telepon: “Halo?”

“Kamu ada dimana?”

“Di Perusahaan Valdo.”

“Bella, mulai hari ini, kamu harusnya datang melapor ke Perusahaan LS. Sekarang sudah pukul 9.15 pagi, kamu sudah terlambat.”

Bella pun menjawab: “Aku bisa saja mundur dari kasus ini dan perusahaan akan mengirimkan orang lain untuk mengambil alih”

David bertanya dengan marah: “Dimana Valdo?”

“Ia sedang berlibur.”

“Jadi, kamu belum berbicara dengan Valdo? Kau memutuskan akan mundur dari projek ini tanpa persetujuan dan menjauh dari pekerjaan?”

Bella menjawab: “Terserah kamu mau bicara apa. Sampai bertemu di jam makan siang.”

Akhir dari pembicaraan. Bella dengan mantap memutuskan sambungan telepon, kemudian mematikan ponselnya.

Setelah menunggu hingga jam makan siang tiba, akhirnya Valdo baru saja datang. Di lehernya terlihat jelas jejak kuku, membuat para karyawan meliriknya dengan takut.

Masih tidak menyadari tatapan yang mengarah padanya, namun Valdo terlihat begitu senang. Ia lalu berhenti sejenak ketika melewati kursi Bella: “Kenapa kamu masih ada di sini?”

Novel Terkait

Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
4 tahun yang lalu

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
4 tahun yang lalu

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
4 tahun yang lalu

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu