My Cold Wedding - Bab 123 Aku Ingin Kamu dengan Senang Hati Menikah Denganku

Sampai sekarang, Gembi Gu tidak tahu siapa ayah dari bayi yang dikandungnya.

Dokter di Kota Harriford memeriksa Gembi Gu secara menyeluruh dan raut wajahnya tidak terlihat baik: “Nona Gu, seluruh hasil pemeriksaanmu berada di ambang batas bawah. Saya menyarankan lebih baik anda segera melakukan aborsi, kalau tidak kedua nyawa ibu dan anak akan terancam…”

Begitu mendengarnya, Gembi Gu sontak melihat perutnya dengan sedih: “Apakah benar-benar harus digugurkan?”

Dokter itu juga dengan tidak tega mengatakan: ”Mempertimbangkan kondisi kesehatanmu sekarang, walaupun tidak digugurkan, kemungkinan hidupnya juga sangat kecil... Mungkin tidak sampai sembilan bulan, bayimu akan secara alami gugur…”

“Baiklah, aku mengerti,” Gembi Gu menurunkan bahunya, “Apakah aku diperbolehkan meminta sedikit waktu?”

“Tentu saja,” Dokter wanita itu sangat pengertian, ”Hanya saja, lebih baik anda segera membuat keputusan. Begitu anda sudah memikirkannya baik-baik, anda boleh kapan saja menghubungi saya.”

Begitu dokter wanita itu berjalan keluar pintu, Gembi Gu menekukkan kepalanya ke dalam lutut dan ia menangis dalam gelap.

Bella hanya bisa mendengarkan semua kemirisan ini dari samping. Ia ingin menghibur Gembi Gu, tapi ia juga tidak tahu harus mengucapkan apa. Bella akhirnya hanya duduk di samping Gembi Gu dan menemaninya. Bella tahu Gembi Gu mau tidak mau harus bisa menerima kenyataan yang ada di hadapannya. Bella sendiri sudah mengalami kepahitan semacam ini, jadi ia juga sangat mengerti perasaan seperti apa yang Gembi Gu tengah rasakan.

Tapi Bella pun juga hanya bisa memahami kondisi Gembi Gu…

Di dunia ini, tidak ada satu orang pun yang dapat menggantikan rasa sakit orang lain.

“Bella…” Gembi Gu mengangkat kepalanya. Air mata sudah membasahi seluruh wajahnya yang mungil, bibirnya pun masih sedikit bergetar.

“Aku di sini,” Bella memegang ringan bahu Gembi Gu, “Aku selalu di sini.”

Gembi Gu membuka mulutnya, tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Tapi Bella mengerti apa yang Gembi Gu maksud dari gerakan mulutnya.

Ia meminta maaf.

Maaf kepada siapa?

Maaf kepada ayah, ibu, dan kakak yang sangat ia sayangi? Atau kepada janin yang belum lahir ke dunia?

Bella berdiri di luar ruang operasi. Begitu melihat dua kata “Sedang Operasi” yang berwarna merah itu, hatinya pun sontak tidak karuan.

Kondisi kesehatan Gembi Gu benar-benar buruk. Dokter takut akan membahayakan tubuh si ibu apabila janinnya dikeluarkan dengan cara kuret biasa, makanya dokter menyarankan untuk melakukan operasi Caesar.

Walaupun jelas-jelas bukan termasuk operasi besar, tapi waktu yang dibutuhkan sampai empat jam.

Firasat buruk mulai menjalari sekujur tubuh Bella.

Firasat buruknya langsung terjawab ketika seorang suster dengan tergesa-gesa dan panik, keluar dari ruang operasi dan berlari menuju ke unit pertolongan darurat: “Pasien mengalami pendarahan! Cepat pergi ke gudang darah dan tanyakan ada berapa banyak persediaan untuk golongan darah AB!”

Bella berdiri terpaku. Ia menarik seorang suster lainnya dan bertanya: “Bagaimana kondisi temanku? Apakah ada masalah?”

Suster itu sebenarnya ingin menenangkan Bella, tapi hidup seseorang itu berhubungan dengan takdir. Karena sekarang kondisinya sudah berada di ujung tanduk, suster itu akhirnya hanya mengatakan yang sebenarnya pada Bella: “Kondisi kesehatan temanmu benar-benar buruk, rahimnya mengalami pendarahan hebat! Apakah kamu bisa menghubungi saudaranya? Cepat tanyakan apakah ada yang bergolongan darah AB! Kita harus menelepon mereka untuk segera datang ke rumah sakit dan menolong nyawanya!”

Bella segera mengeluarkan ponselnya dan menekan tombol. Tapi tepat sebelum ia menekan tombol panggil, ada panggilan masuk berdering.

Ternyata David yang meneleponnya.

“Halo?”

“Kamu ada dimana?”

Bella yang dalam kondisi sangat panik dan gelisah, ingin segera menyelesaikan percakapan ini: ”Aku ada di rumah sakit… Sekarang aku butuh dengan segera menelepon seseorang, jadi nanti aku akan menelepon kembali—”

Kau sakit?” Suara David terdengar serius: “Jangan panik, katakan sebenarnya bagaimana kondisimu sekarang?”

Bella yang sudah terlalu panik pun menjawab: “Kamu bisa tidak jangan salah paham dalam kondisi seperti ini? Aku benar-benar dalam keadaan darurat untuk menolong nyawa orang!”

“Di rumah sakit ada dokter, sekarang masih kurang apa?”

“Golongan darah AB!”

Di tengah pembicaraan, datanglah seorang suster dari gudang darah dan berkata dengan panik: “Astaga, bagaimana bisa persediaan darah kita habis di situasi seperti ini? Pengiriman dari rumah sakit lain juga membutuhkan sedikit waktu, sepertinya nyawa pasien tidak bisa diselamatkan—”

“Golongan darahku AB.” David yang mendengar perkataan suster dari telepon dengan segera berkata: “Aku segera kesana.”

Sepuluh menit kemudian, langkah kaki David membawa kesegaran di luar ruang operasi.

David memeriksa sekujur tubuh Bella dengan seksama dan menjadi tenang saat tidak melihat luka apapun di tubuh wanita itu. David lalu bertanya kepada suster: “Dimana tempat untuk donor darah?”

“Di sebelah sini, silakan tuan ikut dengan saya!” Suster itu membawa David ke ruang donor darah. Setelah melalui beberapa prosedur pemeriksaan dan memastikan bahwa darah David boleh didonorkan ke Gembi Gu, barulah suster itu bertanya: ”Tuan, apakah anda yakin mau mendonorkan darah?”

David melepas lengan kiri jaketnya dan menggulung kemeja putihnya sampai lengan atas. Ia lalu mengangguk “Ya.”

“Apa hubungan anda dengan pasien?”

“Tidak kenal.”

“Hah?” Suster yang sedang memegang kapas untuk sterilisasi pun terpaku.

David menyodorkan lengannya kedepan: “Jangan bengong. Cepat ambil darahnya untuk menolong nyawa pasiennya.”

“Oh, ya, ya... Baik…”

Darah merah segar itu mengalir dalam pipa, dan setelah melalui proses mesin, barulah diantarkan ke ruang operasi.

Bella berada di sisi ruang operasi, ia terlihat seperti sedang duduk di atas ribuan paku.

David melihatnya dengan tenang dan bertanya pada suster, “Pasien masih membutuhkan darah berapa banyak?”

"…Sekarang masih belum jelas. Harus melihat kondisi tubuh pasien dulu.”

“Baiklah,” David mengiyakan: “Yang penting bisa menyelamatkan nyawanya. Ambil saja berapa banyak pun yang dibutuhkan.”

Suster itu dengan sedikit tidak tega berkata: “Tuan, pasien ini sepertinya hanya teman dari istrimu. Anda tidak perlu mengorbankan diri sendiri sampai seperti ini…”

“Apakah ini perkataan yang pantas dikatakan oleh suster yang seharusnya merupakan seorang penyelamat dan penyembuh pasien?” Wajah David berubah menjadi lebih gelap: “Urusan istriku lebih penting daripada nyawaku sendiri.”

Pendarahan Gembi benar-benar sangat serius. Nyawanya benar-benar di ujung tanduk kalau saja tidak ada pertolongan dari darah David.

Dokter berkata ingin menjelaskan beberapa hal penting dan meminta Bella untuk memperhatikannya, sehingga Bella berdiri dan berjalan ke ruang dokter.

Gembi Gu masih belum sadarkan diri. Ia seperti masuk ke dalam tidur yang lelap, wajahnya pucat pasi.

Saat ini, kondisi David juga tidak lebih baik dari Gembi Gu. Wajahnya menatap Gembi Gu lama sekali sampai akhirnya David bisa mengenalinya: “Apakah ini Gembi Gu?”

Bella mengangguk: “Kamu jangan beritahu keluarga Gu dulu, ya? Gembi, ia… Ia sudah mengalami banyak hal buruk. Biarkan ia menyendiri dulu.”

“Aku juga bukan wanita gosip dan aku tidak punya waktu untuk ke Amerika hanya untuk mengunjungi keluarga Gu,” David duduk di kursi yang disediakan untuk menemani pasien, “Bagaimana Gembi bisa berada dalam kondisi seperti ini?”

Bella menghela napas: “Ceritanya panjang.”

“Kalau begitu persingkat saja.”

“Itu... Sulit dijelaskan.”

David juga tidak mendesak lebih lanjut. Sebenarnya hari ini ia mendonorkan terlalu banyak darah, sehingga sekarang ia merasa agak sedikit mual dan kepalanya sangat pusing.

David melihat layar detak jantung yang berada di atas kepala Gembi Gu, lalu menghela napasnya: “Darah yang waktu itu kamu donorkan untuk Cindy, hari ini aku kembalikan kepadamu. Kesalahan apapun yang telah aku perbuat kepadamu di masa lalu, akan kuganti satu-persatu.”

“David, sebenarnya kamu tidak perlu…”

“Perlu-tidaknya adalah urusanmu, sedangkan dilakukan-tidaknya adalah urusanku.” David menautkan alisnya, menahan rasa pusing yang menyerangnya: “Jangan khawatir, aku tidak akan menggunakan hal ini sebagai alasan untuk memaksamu. Kali ini, aku ingin kamu dengan senang hati menikah denganku.”

Novel Terkait

Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
3 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
4 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu