My Cold Wedding - Bab 31 Sahabat Wanita Yang Antusias

Hati Bella terasa hangat. Ia tahu Gembi sengaja memilih semangkuk sup pedas ini demi berhemat, karena itu adalah menu yang paling murah.

“Aku sudah mendengarnya dari Valdo yang menyebalkan itu. Apakah kamu tahu, sekarang semua orang di industri ini sedang memperbincangkanmu, mereka bilang kamu seperti Sun WuKong yang sedang diatas langit!” Air mata Gembi terus mengalir karena sensasi pedas di lidahnya, tapi mulutnya tidak mau berhenti makan.

Bella tidak tahu harus tertawa atau menangis: “Kamu sedikit melebih-lebihkan, itu hanyalah keberuntungan.”

Sejak kecil, Gembi selalu dimanja karena ia adalah putri tertua di keluarganya. Sepertinya Bella terlalu optimis indera perasa Gembi akan menyukai makanan seperti ini. Dan benar saja, Gembi bahkan belum memakan suapan keduanya ketika ia memutuskan untuk membawa Bella pergi ke sebuah restoran makanan Barat. Gembi langsung memesan tiga mangkuk besar sup krim jamur dan memakannya, membuat pelayan restoran berulang kali melihatnya dengan takut.

Mulut Gembi penuh dengan makanan. Bella meraba dompet yang ada di dalam saku bajunya dan berulang kali menarik napas. Melihat betapa lahapnya Gembi makan, sepertinya uang beberapa ribu yang ia miliki tidak akan cukup untuk membayarnya. Jika memang tidak cukup, mungkin nanti ia akan menelpon Jane untuk menyelamatkannya dari situasi ini.

”Kamu sudah mentraktirku makan sup pedas, jadi yang ini biar aku saja yang bayar.” ujar Gembi dan ia pun memanggil pelayan. Dengan cepat Gembi menggesek kartunya dan tidak membiarkan adanya kesempatan bagi Bella untuk menolak.

Bella jadi merasa sungkan: “Tunggu aku mendapatkan gajiku bulan ini. Aku pasti akan mentraktirmu makan enak.”

“Tidak perlu, aku sekarang sedang diet.” ujar Gembi sambil menatap Bella: “Tapi aku akan memberikanmu satu kesempatan lagi untuk berterima kasih padaku.”

“Apa itu?”

“Temani aku jalan-jalan setelah kamu selesai bekerja nanti!”

Bella tahu bahwa ia sebenarnya hanya akan “membantu membawakan barang belanjaan Gembi”, namun ia tetap menjawab: “Tentu saja.”

Siang itu, Bella sangat sibuk bekerja hingga kedua kakinya seolah-olah tidak lagi menapak tanah. Sedangkan Gembi hanya duduk di samping Bella sambil bermain game di ponselnya. Ia bahkan tidak mengenakan earphone.

“Bella, lihat ini. Namanya Edward. Tampan, bukan?”

Bella melirik karakter komik yang muncul di layar ponsel Gembi. Pikirannya masih tersita pada setumpuk data yang sedang ia kerjakan, jadi ia menjawab sekedarnya: “Iya. Tampan.”

“Apa kamu tidak bisa mengatakannya dengan lebih sungguh-sungguh?”

“... Iya, ia benar-benar tampan.”

Gembi mengacuhkan wanita yang gila bekerja ini dan kembali memainkan game di ponselnya.

Sedangkan Bella, ia akhirnya dapat mengirimkan konsep pertama rancangan desain ke email Valdo sebelum jam pulang kerja tiba.

Ketika jam menunjukkan pukul enam lewat sedikit, tanpa membuang waktu, Gembi langsung menarik Bella keluar dari kantor: “Ayo kita harus cepat! Kita bisa terkena jam puncak macet, kita bisa terlambat!”

Bella merelakan dirinya ditarik-tarik oleh Gembi: “Apakah kita harus terburu-buru seperti ini untuk berbelanja?”

Gembi mendorong Bella masuk ke dalam mobilnya dan langsung menjalankan mobilnya, “Tentu saja kita tidak perlu buru-buru kalau hanya ingin berbelanja! Tapi tentu saja kita harus mengejar waktu kalau kita sudah membuat janji kencan dengan seseorang.”

“...Kamu... Kenapa harus mengajakku ke acara kencanmu?”

“Janji kencan itu untukmu! Bella, dengarkan aku baik-baik. Sekarang kau memang sudah memiliki pekerjaan yang mapan dan gaji yang lumayan, tapi ada saatnya kamu harus menjauh sejenak dari pekerjaanmu! Carilah seorang pria yang bisa kamu andalkan. Hari ini ada pertemuan bagi para orang kaya di sebuah kapal pesiar. Kamu harus tampil secantik mungkin! Dengan begitu, kau pasti akan menemukan seseorang yang lebih tampan dan lebih kaya daripada David!”

Keantusiasan Gembi membuat Bella merasa sedikit terpojok.

Tapi, Bella juga tidak memiliki pilihan lain selain menerima maksud baik Gembi.

Bella lalu menopang kepalanya dengan satu tangannya: “Apakah pria-pria di pertemuan itu sama tampannya dengan Edwardmu?”

Bella tidak menyangka raut wajah Gembi akan langsung berubah menjadi marah: “Edward adalah milikku! Jangan berani-berani kau meliriknya!”

Gembi kemudian mengarahkan mobilnya masuk ke sebuah pusat perbelanjaan khusus untuk barang-barang mewah. Dengan jemari rampingnya yang dihiasi batu permata hijau, Gembi lalu menunjuk: “Ini, ini, ini, dan ini. Berikan masing-masing satu set pada wanita ini agar ia mencobanya.”

Bella memeluk satu tumpuk pakaian sembari Gembi mendorongnya masuk ke dalam ruang ganti pakaian. Ketika Bella keluar lagi, ia masih tetap memeluk setumpuk pakaian itu.

Wajah Gembi terlihat kesal: “Kenapa kamu tidak mencobanya sama sekali?”

Bella berkata perlahan: “Aku sudah mencobanya. Sungguh. Hanya saja, tidak ada yang terasa cocok. Gembi, aku tahu kamu sangat baik terhadapku. Tapi aku benar-benar tidak membutuhkannya, ayo kita pergi saja...”

"Tidak bisa! Aku tidak bisa membiarkan pria itu begitu saja. Kau tahu tidak, kemarin malam aku tidak sengaja melihat...”

“Melihat apa?”

“Aku melihat Cindy! Ia sedang berjalan-jalan dan memamerkan apapun yang bisa ia pamerkan di depanku. Tapi yang lebih membuatku kesal adalah David yang ternyata mau bersama dengan wanita itu! Benar-benar membuatku kesal setengah mati!”

Bella tertawa pelan. Gembi, Gembi... Kamu masih belum melihat yang lebih menyebalkan daripada itu.

“Jadi, apapun yang terjadi, hari ini kamu harus pergi! Kamu harus menarik perhatian setidaknya dua pria sempurna, baru hati dan pikiranku bisa tenang!” ujar Gembi. Tatapan dari matanya menyapu seluruh pakaian yang ada di dalam toko. Ia lalu akhirnya memilih sebuah strapless dress panjang berwarna merah mawar dan berujar: “Cepat ganti pakaianmu dengan ini! Kalau kamu tidak mau, aku yang akan mengganti pakaianmu dengan kedua tanganku sendiri!”

Bella tidak memiliki pilihan lain selain menuruti “perintah” Gembi.

Ketika akhirnya Bella keluar dari ruang ganti pakaian, kedua mata Gembi pun langsung membelalak.

Bella memang cantik. Hanya saja, selama ini ia selalu mengenakan kemeja dengan celana jeans dan sepasang sepatu kanvas. Rambutnya juga hanya dirapikan seadanya. Dengan penampilan seperti itu, ia selalu terlihat sebagai seorang pegawai kantoran biasa.

Tapi ketika Bella mengubah pakaiannya, hasilnya benar-benar menakjubkan.

Desain gaun itu menonjolkan leher dan pundak mulus Bella. Kulitnya sudah putih, namun terlihat seputih salju karena gaunnya berwarna merah. Pinggangnya begitu ramping, sempurna untuk dirangkul, sedangkan bagian bawah gaunnya menjuntai dengan sempurna. Dilihat dari sudut pandang manapun, Bella terlihat sangat cantik dan menawan.

Bahkan pelayan toko pun sampai terpesona dan berujar: “Nona Gembi memang adalah anggota VIP toko kami. Dari semua pilihan pakaian yang tersedia, gaun ini benar-benar pas di tubuh nona.”

Bella melirik label harga di tangannya, enam digit angka.

Ah... Desainnya memang sangat cantik, tapi harganya terlalu tinggi.

Semakin Gembi memperhatikan Bella, semakin ia merasa gaun itu benar-benar cocok untuk Bella. Gembi pun menyerahkan kartunya pada pelayan toko: “Tolong masukkan pakaian lamanya ke dalam sebuah tas. Biarkan ia memakai gaun ini saja.”

“Gembi...”

“Jangan coba-coba melarangku. Aku di sini untuk balas dendam, bukan karenamu.”

Bella hanya bisa mengunci mulutnya.

Gembi kemudian membawa Bella untuk memilih sepasang sepatu hak tinggi yang berwarna senada dengan gaunnya, lalu membawanya pergi ke salon. Mengikuti saran dari Gembi, awalnya rambut Bella akan diwarnai menjadi merah anggur. Namun, Bella merasa tidak nyaman dengan dandanan seksi seperti ini. Ia pun meminta agar rambutnya tetap hitam dan lurus. Gembi terpaksa menyetujui karena hasil akhirnya pun tidak terlihat buruk.

Ketika duduk di dalam mobil dan melaju menuju pinggir pantai, Bella yang masih belum terbiasa mengenakan gaun seperti ini terus-terusan menarik gaunnya supaya tidak melorot.

Gembi menatapnya sambil tertawa: “Kamu tidak perlu menariknya seperti itu. Gaunmu tidak akan melorot.”

Bella melirik Gembi dan menghela napas pelan. Ketika ia mencoba gaun itu, ia hanya memperhatikan panjangnya dan melupakan ukuran dadanya. Panjang dan ukuran pinggangnya sudah pas, namun ukuran dadanya... Sedikit terlalu kecil.

Sebenarnya Bella bukan menarik gaunnya ke atas, melainkan ke bawah untuk melonggarkan bagian dadanya...

Pukul setengah sembilan malam, mobil Gembi berhenti di pintu masuk dermaga.

Gembi dengan semangat mengajak Bella naik ke atas kapal pesiar, bahkan sampai ke lantai teratasnya. Pemandangan malam di pantai terlihat sangat indah, banyak orang ternama dan petinggi yang bersulang dengan gelas champagne di tangan mereka.

Warna gaun Bella hari ini sangat mempesona dan menarik perhatian banyak orang. Bahkan beberapa dari mereka sudah memujinya.

Bella merasa agak risih karena ia tidak terbiasa menjadi pusat perhatian, “Gembi... Ayo kita pergi saja...”

Novel Terkait

The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
4 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
3 tahun yang lalu